Liputan6.com, Jakarta - Kasus penerbangan paralayang ilegal di Bromo masih belum menemui titik terang. Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) Rudijanta Tjahja Nugraha menyatakan pihaknya hingga saat ini belum mengetahui identitas wisatawan berjaket putih yang menerbangkan paralayang menuju Gunung Batok tersebut.
"Menurut seorang saksi yang mengambil video tersebut, dilakukan pada 30 Juli 2025, di sekitar Lemah Pasar, namun belum diketahui identitas wisatawan tersebut," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Selasa (16/9/2025).
Ia menegaskan bahwa aktivitas paralayang maupun olahraga aeormodeling lain dilarang dilakukan di seluruh kawasan TNBTS, termasuk Bromo. Alasannya, Bromo merupakan kawasan sakral masyarakat adat Tengger.
Meski penerbang paralayang belum tertangkap, ia menyatakan, sanksi sudah menanti pelaku. Sanksi adat Tengger itu tertera dalam Surat Paruman Dukun Pandita Kawasan Tengger Nomor 295/Perm/PDP-Tengger/X/2024 tanggal 24 Oktober 2024.
3 Level Sanksi Adat Tengger
Rudijanta menyatakan, berdasarkan keterangan surat tersebut, terdapat tiga skala sanksi bagi pelanggar aturan adat Tengger. Sanksi ringan berlaku untuk pelanggaran terhadap larangan mengganggu proses ritual dan mengambil sarana ritual sebelum prosesi selesai. Sanksinya berupa ritual bersih kawasan dan saksi sosial berupa video klarifikasi dengan salah satu tokoh adat Tengger.
Sementara, penerbangan paralayang di atas kawasan sakral masuk kategori sanksi sedang. Sanksinya berupa ritual bersih kawasan, sanksi fisik (sesuai pelanggaran), dan sanksi sosial.
Sanksi sedang juga berlaku untuk pelanggaran terhadap larangan:
- Membuang air kecil/besar dan sampah sembarangan;
- Mengambil sesuatu (flora, fauna, batu, pasir dll);
- Melempar sesuatu yang bukan sesaji/ritual ke kawah Bromo; dan
- Pedagang/wisatawan tidak boleh menetap/menginap di Bromo.
Sanksi Berat Pelanggaran Adat Tengger
Terakhir, sanksi berat dijatuhkan pada pelanggaran berupa:
- Merusak/mengganggu kawasan yang disakralkan;
- Perilaku yang melanggar (main, madat, mabok, madon, maling, melecehkan);
- Menaiki/menduduki bangunan yang disakralkan;
- Membangun kereta gantung, jembatan, hotel, dan bangunan lainnya kecuali sarana ritual;
- Melakukan usaha yang merusak kawasan; dan
- Beraktivitas di luar kegiatan adat tanpa meminta izin tertulis pada Paruman.
"Sanksi berat berupa ritual bersih kawasan, sanksi fisik (sesuai pelanggaran), sanksi materi(sesuai kerugian), dan sanksi sosial," bunyi keterangan dalam surat tersebut.
"Kami mengimbau seluruh masyarakat, wisatawan, dan pelaku jasa wisata untuk menaati aturan adat dan konservasi demi menjaga kelestarian alam serta menghormati nilai–nilai sakral masyarakat Tengger," kata Rudijanta.
Video Paralayang di Gunung Bromo Viral
Video aktivitas paralayang wisatawan di Gunung Bromo berdurasi 24 detik viral di media sosial. Di rekaman tersebut, seorang berjaket putih tampak mengambil ancang-ancang dari ketinggian sebelum terbang solo dengan paralayangnya, menuju kawah Gunung Bathok, yang lokasinya berdekatan dengan Gunung Bromo.
Video itu langsung mendapat sorotan dari berbagai pihak, lantaran pengelola Gunung Bromo melarang aktivitas paralayang di gunung tersebut. Belakangan diketahui, penerbang paralayang itu merupakan wisman asal Korea Selatan. Wisman tersebut diketahui sengaja membawa parasut paralayang dan mendarat di laut pasir sekitar Gunung Batok.
Kepala Bagian Tata Usaha Balai Besar TNBTS Septi Eka Wardhani menyayangkan terjadinya aktivitas di video viral tersebut. Septi meminta masyarakat yang mengetahui berbagai informasi menyangkut penerbangan paralayang dalam rekaman video tersebut agar segera menyampaikannya pada pihak Balai Besar TNBTS.