Liputan6.com, Jakarta - Merayakan HUT ke-80 RI, anak tunggal Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, menginisiasi pameran fotografi bertajuk 80 Tahun Keberagaman di Museum Nasional Indonesia. Dibuka pada Jumat, 15 Agustus 2025, pameran itu menyoroti kekayaan budaya dan warna-warni kehidupan bangsa.
Pameran itu menampilkan jepretan sejumlah fotografer terkemuka yang dikurasi oleh arsitek ternama Andra Matin dan Davy Linggar. Nama-nama kontributor yang terlibat di antaranya adalah Arseto Adiputra, Beawiharta, Hengki Koentjoro, IG Raditya Bhramanta, Indra Leonardi, Jay Subyakto, M. Syauqi Subhan Tuasikal, Muhammad Fadli, Reuben Tourino, dan Yori Antar.
Rangkaian karya itu dibagi dalam delapan tema, yaitu masa lalu, wajah, lanskap, kuliner, fauna, arsitektur, budaya, dan film. Setiap tema menjadi jendela untuk melihat kemerdekaan yang bukan sekadar momen sejarah, tetapi juga semangat yang hidup, bertumbuh, dan terus bergerak bersama masyarakat Indonesia.
Karya mereka ditata rapi sehingga pengunjung dapat mengikuti alur tema dari awal hingga akhir ruang pameran. Setiap ruangan memberikan pengalaman tampilan yang berbeda, dari hitam putih hingga gambar berwarna dengan harapan Indonesia lebih baik ke depannya.
Instalasi Bambu Penguat Semangat
Foto-foto yang ditampilkan berbicara tentang wajah-wajah yang pernah bersinar dan berperan. Ada pula pemandangan yang menyimpan keindahan, satwa yang hidup bebas di alam, hingga adegan film yang merekam zaman.
Proses pengambilan foto sangat beragam. Ada beberapa yang baru saja mengambil gambarnya, ada pula yang diambil dari arsip yang lama disimpan.
Memasuki ruang pameran, di tengah ruang, pengunjung akan disambut barisan bambu berdiri tegak, sederhana namun penuh makna. Totalnya ada 1945 bambu yang menyimbolkan sebagai tahun kemerdekaan Indonesia.
Bambu itu hadir bukan hanya sekedar sebagai elemen desain, tapi sebagai penanda tahun ketika semuanya bermula. 1945 bukan hanya angka, melainkan rasa yang tumbuh dari tanah, dari suara rakyat, dan bahan bambu tidak pernah jauh dari kehidupan kita atau ada di seluruh bagian Indonesia.
Artefak Tegaria dan Biola W.R. Supratman
Bambu-bambu itu membentang membentuk pelindung, mengelilingi inti pameran, seolah menjaga cerita-cerita di dalamnya. Davy Linggar menjelaskan, jumlah bambu sebanyak 1.945 batang menjadi simbol Indonesia yang berulang tahun ke-80, yang semuanya berawal sejak 1945.
Bayangan bambu yang terlihat bergerak diharapkan membuat pengunjung merasakan perbedaan dan nuansa yang hidup, sehingga betah menikmati pameran. Andra Matin menjelaskan alasannya menjadikan bambu sebagai simbol pameran.
"Karena ia tumbuh dari tanah kita sendiri, sederhana namun kuat. Sama seperti semangat kemerdekaan: tidak selalu hingar-bingar, tetapi mengakar dan terus hidup dalam keseharian."
Dua artefak bersejarah turut melengkapi pameran ini. Pertama adalah Tegaria, mahkota Kesultanan Siak Indrapura yang merupakan salah satu koleksi Museum Nasional Indonesia.
Karya Fotografer
"Kesultanan Siak Indrapura itu berlokasi di Sumatera Barat. Sudah punah kesultanannya, tapi adalah kesultanan yang pertama menyerahkan diri bergabung dengan Republik Indonesia setelah dibacakannya proklamasi oleh Bung Karno," kata Indira Esti Nurjadin, Direktur Eksekutif Indonesia Heritage Agency (IHA).
Tegaria telah ditetapkan sebagai cagar budaya nasional sejak 2013, menjadi cagar budaya nasional yang ketiga setelah bendera pusaka merah putih dan teks proklamasi. Artefak kedua adalah biola W.R. Supratman yang digunakan untuk memainkan lagu Indonesia Raya pertama kali pada Sumpah Pemuda 1928.
Esti menambahkan, "Ini seperti ditaruh oleh kurator kita Davy Linggar dan Mas Andra Matin di bagian terakhir dari pameran ini. Jadi ini seperti penutupan dan awal. Seperti infinity putar terus."
Pameran dibuka untuk umum dari 20 hingga 31 Agustus 2025. Pengunjung dapat membeli tiket terlebih dahulu dengan harga yang terjangkau, yakni WNI Rp40.000, WNA Rp80.000, serta tidak dipungut biaya bagi pelajar SMA dan mahasiswa.