Seruan Desainer Anne Avantie untuk Penjual Batik: Saatnya Naikkan Nilai Jual dengan Branding Personal

2 weeks ago 38

Liputan6.com, Jakarta - Hari Batik yang diperingati setiap 2 Oktober membawa refleksi tersendiri desainer Anne Avantie. Sebagai desainer yang lama berkecimpung dengan berbagai wastra, terutama batik, ia melihat ada aspek yang belum tergarap dengan baik padahal penting untuk kelangsungan hidup batik di masa depan.

"Wastra itu harus lestari, tapi lestari itu butuh hati, jadi tidak cuma jualan. Itu mungkin yang perlu untuk para pelaku UMKM di Indonesia untuk menyediakan hati dan pribadinya itu mau di-brand," kata Anne ditemui di Jakarta, Selasa, 30 September 2025.

Ia menyatakan pelestarian batik tidak cukup dengan membuka toko, tetapi juga perlu sosok untuk ditonjolkan. Ia mencontohkan dirinya yang sengaja menamai setiap karya dengan namanya. "Batik bla bla bla karya Anne Avantie... Karya itulah yang penting, karya siapanya itu," ujarnya.

Personal branding, sambung dia, menjadi penentu agar publik mengenal dan mengingat sosok pembuat karya tersebut. Hal itu juga akan memberi nilai lebih karya batik tersebut dari batik lainnya, mengingat saat ini kebanyakan orang hanya ingat nama toko tanpa tahu siapa pembuatnya.

Nilai Tambah untuk Naikkan Daya Jual

Jenama yang personal, kata Anne, bisa memberi nilai jual yang lebih. Personal branding, sambung dia, juga bisa memberi kebanggaan, baik kepada penjual maupun kepada pembelinya.  

"Saya rasa di Hari Batik Nasional ini sudah semestinya mulai orang-orang berani untuk membuat brand, supaya punya value, daya jual. Kalau cuma daya juang, aku juga berjuang. Tapi, daya jual itu harus dipikirkan," urainya.

Bila personal branding berhasil, individu itu diyakininya akan menjadi brand ambassador batik yang 'mengakar, mengerucut, membuat piramida, dan menumbuhkan jiwa-jiwa yang lain'. "Batik apapun yang saya olahkan, yang penting karena Anne Avantie-nya. Itu yang saya maksud. Jadi, jualan batik itu butuh orang, butuh sosok," sahutnya lagi.

Lalu, bagaimana dengan kondisi sumber daya manusia di bidang batik saat ini? "Saya pikir ini adalah saat-saat di mana semuanya bertahan. Saat di mana semuanya harus memiliki nafas yang sama supaya kita tidak mati, bisa hidup bersama, menghidupi," jawab Anne.

Sejarah Hari Batik

Sejarah batik di Indonesia dapat ditelusuri hingga zaman Kerajaan Majapahit sekitar abad ke-13, dan terus berkembang di kerajaan-kerajaan berikutnya. Awalnya, batik merupakan simbol status sosial yang hanya dikenakan oleh kalangan istana dan bangsawan. Motif-motif tertentu bahkan dikhususkan untuk keluarga kerajaan, menunjukkan hierarki dan makna filosofis di baliknya.

Pemilihan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional bukan terjadi tanpa sebab. Di tanggal itu, UNESCO mengukuhkan Batik Indonesia sebagai Warisan Budaya Takbenda Manusia, tepatnya pada 2 Oktober 2009.

UNESCO menilai batik sebagai identitas penting bagi bangsa Indonesia, yang menemani seseorang dari lahir hingga meninggal dunia. Pengakuan ini menjadi dasar penetapan Hari Batik Nasional, memperkuat posisi batik sebagai warisan yang harus dilestarikan.

Pengakuan UNESCO tersebut kemudian ditindaklanjuti Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 2009, yang secara resmi menetapkan 2 Oktober sebagai Hari Batik Nasional. Sejak itu, masyarakat Indonesia diimbau untuk mengenakan batik sebagai bentuk apresiasi dan kebanggaan terhadap identitas nasional. 

Proses Pembuatan Batik

Batik adalah sebuah teknik, simbol, dan kebudayaan yang tak terpisahkan dari identitas Indonesia. Secara umum, batik merujuk pada teknik pewarnaan kain menggunakan malam (lilin) sebagai perintang warna, yang kemudian dilanjutkan dengan proses pencelupan. 

Indonesia memiliki kekayaan jenis batik yang luar biasa, dibedakan berdasarkan teknik pembuatan, motif, dan daerah asalnya. Berdasarkan tekniknya, batik dibagi tiga, yakni batik tulis yang dibuat secara manual dengan canting, batik cap yang menggunakan stempel tembaga, dan batik lukis yang langsung dilukis di kain. Di luar itu, tak menutup kemungkinan dibuat batik kombinasi.

Proses pembuatan batik tulis tradisional melibatkan beberapa tahapan rumit, dimulai dari nyungging (membuat pola), dilanjutkan dengan membatik (mengisi pola dengan lilin menggunakan canting). Setelah itu, kain diwarnai, bisa dengan teknik nyolet (mewarnai sebagian) atau mopok (menutupi bagian dengan malam). Tahap akhir meliputi mematikan warna, nglorod (melunturkan lilin), serta pencucian dan penjemuran untuk menghasilkan kain batik yang indah dan tahan lama.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |