Liputan6.com, Jakarta - Setelah sempat dikecam karena desain sandal dinilai mirip Kolhapuri chappal, beberapa waktu lalu, Prada kembali memicu perdebatan. Produk terbaru mereka, yakni sepatu dari koleksi Fall/Winter 2025 yang dibanderol seharga 1.450 dolar AS atau sekitar Rp23 juta menuai kritik karena dianggap terlalu menyerupai Punjabi jutti, alas kaki tradisional dari India Utara.
Reaksi muncul tidak hanya dari media sosial, tapi juga komunitas fesyen India yang menyebut desain sepatu ini sebagai "pengemasan ulang warisan budaya lokal dalam kemasan mewah." Banyak pihak mempertanyakan apakah ini bentuk penghormatan atau sekadar strategi komersial.
Mengutip WWD, Selasa, 29 Juli 2025, rumah mode asal Italia itu merespons dengan menyebut bahwa desain sepatu mewah ini merupakan bagian dari eksplorasi kreatif jangka panjang mereka. "Sepatu pump FW 2025 ini terinspirasi dari pendekatan khas kami terhadap bentuk siluet," ujar pihak brand dalam pernyataan resminya, tanpa merujuk langsung pada jutti sebagai referensi desain koleksi terbaru mereka ini.
Bantahan Prada
Sepatu terbaru Prada langsung menarik perhatian karena menampilkan elemen-elemen visual yang sangat identik Punjabi jutti, mulai dari bentuk slip-on, ujung meruncing, hingga minimnya detail jahitan. Keseluruhan desainnya disebut terlalu familiar bagi banyak pengamat budaya dan fesyen di India.
Namun, Prada membantah kontroversi tersebut dengan merilis pernyataan resmi, "Potongan kasar di tengah sepatu terinspirasi dari sepatu lama kami di koleksi Prada décolleté pada Spring/Summer 2007, dan merupakan detail yang umum digunakan dalam finishing produk kulit Prada."
Mengutip India Today, seorang penjual sepatu lokal di Amritsar mengungkap kekecewaannya atas tindakan Prada kali ini. "Banyak yang bergantung pada pekerjaan ini, tapi sekarang Prada malah menjiplak dan menjualnya dengan harga berkali-kali lipat," ujarnya.
Punjabi jutti adalah simbol identitas budaya yang telah melekat kuat dalam sejarah masyarakat India Utara. Jutti telah digunakan selama ratusan tahun, terutama di acara-acara penting, seperti pernikahan, festival panen, dan upacara keagamaan.
Alas Kaki Simbol Budaya India
Jutti dikenal karena keindahan kerajinannya, sering dihias sulaman tangan dengan benang emas atau warna-warna mencolok yang menunjukkan status dan nilai estetika dalam budaya India. Meski tidak memiliki status Indikasi Geografis, seperti Kolhapuri, jutti tetap dianggap sebagai bagian penting dari warisan tekstil India.
Desainer alas kaki Rashmi Tomar menjelaskan bahwa ciri khas sepatu Prada yang menuai kritik terletak pada kemiripan bentuk atas dan siluetnya dengan jutti. "Bagian atas dan pola siluet pada sepatu Prada itu punya jahitan rapat yang dibalik ke dalam, ini adalah ciri signifikan dari mojaris," ujarnya pada India Today.
Ia menambahkan bahwa pola seperti ini awalnya banyak ditemukan pada jutti pria tradisional. Dengan sejarah yang kaya dan akar budaya yang dalam, tidak heran banyak pihak merasa keberatan saat desain jutti muncul dalam koleksi brand global tanpa pengakuan yang layak.
Kejadian Chappal Kolhapuri Terulang Kembali
Sebelumnya, rumah mode asal Italia itu juga mendapat kritik tajam karena meluncurkan sandal kulit bersol datar yang sangat mirip dengan Kolhapuri, sandal tradisional dari Maharashtra yang telah terdaftar sebagai produk berindikasi geografis sejak 2019.
Peluncuran sandal tersebut di Milan Fashion Week Spring/Summer 2026 memicu gelombang protes di media sosial. Banyak pihak menilai desainnya sangat identik, mulai dari tali yang menghubungkan jari kaki ke bagian tengah, hingga gaya keseluruhan yang dianggap menjiplak tanpa kredit budaya yang pantas.
Sebagai respons, Prada akhirnya mengumumkan kolaborasi dengan para perajin India dalam sebuah koleksi bertajuk "Made in India." Pada 15 Juli 2025, perwakilan mereka secara langsung mengunjungi kota Kolhapur.
Prada menyatakan ketertarikannya untuk menghabiskan waktu bersama para perajin untuk memahami seluk-beluk pembuatan sandal tradisional tersebut, yang akhirnya disambut baik oleh Lalit Gandhi, Presiden Kamar Dagang, Industri, dan Pertanian Maharashtra (MACCIA).
Lalit Gandhi pun menegaskan pentingnya kolaborasi ini bagi para pengrajin lokal. "Kemitraan ini merupakan peluang besar untuk membawa chappal Kolhapuri ke panggung fesyen internasional yang kompetitif," ujarnya.