Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, MenLH Hanif: Ini Tak Bisa Dihindari

4 hours ago 4

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Lingkungan Hidup (MenLH) Hanif Faisol Nurofiq menanggapi temuan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tentang hujan di Jakarta yang mengandung mikroplastik. Menurut MenLH, fenomena itu adalah keniscayaan.

"Ya bagaimana enggak mikroplastik, wong sampahnya ditumpuk semua di lingkungan, Pak. Yang Bantargebang saja pastri mengontribusi mikroplastik cukup besar. Kemudian Bekasi, Tangerang," kata dia ditemui di sela acara Refleksi 1 Tahun Kementerian Lingkungan Hidup di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta Timur, Senin (20/10/2025).

Sampah yang menumpuk bebas tanpa diolah, kata Hanif, lama-kelamaan akan menghasilkan mikroplastik, terutama bila terkena hujan dan panas secara bergantian. "Mikroplastik itu plastik yang ukurannya mikron ya, yang bisa terbang. Ya, ini tidak bisa dihindari," sambungnya.

Untuk itu, penutupan TPA, terutama yang terus menerapkan metode open dumping seperti di Bantargebang, wajib dilakukan. Selanjutnya, sampah yang menumpuk akan ditimbun dengan tanah agar bisa diisolasi. Sepanjang tidak ditutup, mikroplastik akan terus dihasilkan.

"Jadi, wajib kita tangani dengan serius. Ini dampaknya cukup serius ya untuk lingkungan kita," ujarnya.

Ia juga menyebut Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan agar TPA-TPA nakal dan liar untuk ditertibkan. Terlebih, hampir semua TPA di Indonesia, di tingkat kota/kabupaten, dalam kondisi tidak layak. "Kita sudah tertibkan, hampir seluruh kabupaten/kota sudah melakukan itu, kecuali yang gede-gede kayak Bantargebang ini kayaknya agak susah menutupinya," ucapnya.

Hasil Riset BRIN tentang Hujan Mikroplastik

Sebelumnya, peneliti BRIN MUhammad Reza Cordova menyatakan riset tentang hujan mengandung mikroplastik di Jakarta telah dilakukan sejak 2022. Hasilnya menunjukkan adanya mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di ibu kota yang terbentuk dari degradasi limbah plastik melayang di udara akibat aktivitas manusia. 

"Mikroplastik ini berasal dari serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka," kata Reza melalui keterangan tertulis, mengutip Antara, Jumat, 17 Oktober 2025.

Ia memaparkan, mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan. "Rata-rata peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta," terang Reza.

Menurut dia, fenomena ini terjadi karena siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer. Mikroplastik dapat terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan, yang dikenal dengan istilah atmospheric microplastic deposition.

"Siklus plastik tidak berhenti di laut. Ia naik ke langit, berkeliling bersama angin, lalu turun lagi ke bumi lewat hujan," ucap Reza.

Respons DLH Jakarta Tanggapi Temuan Hujan Mikroplastik

Reza menilai temuan ini menimbulkan kekhawatiran karena partikel mikroplastik berukuran sangat kecil, bahkan lebih halus dari debu biasa, sehingga dapat terhirup manusia atau masuk ke dalam tubuh melalui air dan makanan.

"Yang beracun bukan air hujannya, tetapi partikel mikroplastik di dalamnya karena mengandung bahan kimia aditif atau menyerap polutan lain," terang dia.

Atas temuan itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Asep Kuswanto menyatakan akan merespons cepat dan melakukan aksi kolaboratif. "Polusi plastik kini bukan hanya urusan laut atau sungai, tetapi sudah sampai di langit Jakarta," ujar Asep di Jakarta, melansir Antara, Sabtu, 18 Oktober 2025.

Dia mengaku tengah memperkuat program pengendalian sampah plastik dari hulu hingga hilir, termasuk pemantauan kualitas udara dan air hujan secara terpadu. Menurut Asep, Pemprov DKI Jakarta selama ini telah menjalankan sejumlah kebijakan untuk menekan timbulan sampah plastik sekali pakai.

Di antaranya, kata dia, melalui Peraturan Gubernur Nomor 142 Tahun 2019 tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan, serta perluasan program Jakstrada Persampahan yang menargetkan 30 persen pengurangan sampah dari sumbernya.

260 Kota/Kabupaten di Indonesia Berstatus Darurat Sampah

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Lingkungan Hidup menyatakan bahwa hingga hari ini, hampir seluruh kota/kabupaten di Indonesia yang masuk penilaian Adipura berstatus kota kotor. Hanya tiga daerah yang dinilai kondisinya lebih baik, yakni Surabaya, Ciamis, dan Banyumas.

"Dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 110, maka menteri telah menetapkan lebih dari 260 kota/kabupaten dalam status darurat sampah. Ini memastikan segala upaya bisa ditangani," katanya.

Dengan status tersebut, sambung Hanif, kota/kabupaten tersebut bisa mendapatkan dana dari Danantara untuk mengolah sampah dengan lebih baik lewat program Pengolahan Sampat menjadi Energi Listrik (PSEL). Pada tahap pertama, ada tujuh wilayan yang dinilai sudah memenuhi segala aspek untuk bisa segera mengimplementasikan PSEL.

"Ada tujuh wilayah utama yang telah direkomendasikan. Jadi, semua aspeknya sudah memenuhi, mulai dari kecukupan sampahnya, kesiapan ruangnya, keberadaan sungainya, kemudian pendanaannya dan aksesibilitasnya itu sudah tercover dengan baik," tuturnya. Selanjutnya, pihaknya akan membahas batch kedua implementasi PSEL pada Jumat pekan ini, disusul dengan batch ketiga.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |