72 Seniman dan 26 Pegawai Kebudayaan Terdampak Banjir Bandang Sumatera, Kemenbud Salurkan Rp1,5 Miliar

Liputan6.com, Jakarta - Banjir bandang Sumatera nyata berdampak pada kehidupan masyarakat, tak terkecuali SDM Kebudayaan dan pegawai kebudayaan. Data sementara Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) mencatat 72 SDM kebudayaan dan 26 orang pegawai kebudayaan terdampak banjir hingga Kamis (4/12/2025).

Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyampaikan duka cita kepada para korban bencana banjir dan longsor di Sumatera. Pihaknya mengaku telah menggalang dana bantuan untuk tanggap bencana yang akan disalurkan kepada para korban melalui Balai Pelestarian Kebudayaan di tiga provinsi, yakni Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

"Kami telah menggalang dana kurang lebih Rp 1,5 miliar," kata Menbud dalam jumpa pers di Jakarta.

Menbud menerangkan SDM Kebudayaan adalah seniman dan budayawan, sedangkan pegawai kebudayaan adalah mereka para ASN, PPPK, PPNP, termasuk yang bertugas sebagai juru pelihara situs. Detailnya sebagai berikut:

SDM Kebudayaan terdampak (Instansi/Unit Kebudayaan):

- Aceh: 1 orang

- Sumatra Utara: 71 orang

- Sumatra Barat: 0 (belum ada laporan)

- Total SDM terdampak: 72 orang

Dampak pada Pegawai Kebudayaan (termasuk PNS, PPPK, dan PPNPN di sektor pelestarian budaya.)

- PNS terdampak: 6

- PPNPN terdampak: 7

- Juru Pelihara PPPK: 6

- Juru Pelihara PPNPN: 7

- Total pegawai terdampak: 26

"Bantuan tentu pada juru pelihara-juru pelihara yang terkena dampak. Mereka juga menjadi korban sekaligus. Nah itu juga kita prioritaskan dengan masyarakat yang ada di sekitar situs-situs (cagar budaya) tersebut yang terkena dampak," sambung Fadli Zon.

Menbud menyatakan bahwa fokus pihaknya saat ini adalah mendukung masa tanggap darurat. Untuk itu, ia meminta agar pihak Balai Pelestarian Kebudayaan di tiga provinsi proaktif membantu dengan mendirikan posko.

"Selain menjadi posko informasi, pendataan cagar-cagar budaya, juga tentu membantu masyarakat sekitar yang terkena dampak dan juga masyarakat yang berada di sekitar situ," kata Fadli Zon. Dana yang disalurkan akan diserahkan pengelolaan sepenuhnya kepada balai, disesuaikan dengan kondisi masing-masing.

Fadli menyatakan secara umum seluruh SDM seniman dan budayawan yang terdampak saat ini dalam keadaan sehat. Hanya saja, rumah mereka kebanjiran, bahkan rusak, karena bencana banjir dan longsor.

Hal serupa juga dialami pada pegawai kebudayaan, khususnya para juru pelihara situs. Kondisi mereka diperhatikan khusus mengingat mereka adalah 'garda terdepan dalam pemeliharaan situs-situs budaya' setiap hari.

"Juru pelihara ini sebenarnya sangat penting karena mereka adalah yang menjaga dan memelihara situs-situs budaya atau jagad-jagad budaya yang ada di tiga daerah tersebut. Yang sehari-hari memang mereka itu tugasnya adalah memelihara, membersihkan," ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Menbud kembali menyatakan bahwa bencana alam tersebut berdampak pada sejumlah cagar budaya dan unit kebudayaan. Data terkini mencatat 43 cagar budaya yang terdampak: 34 dari Aceh, 7 dari Sumatra Utara, dan 2 cagar budaya dari Sumatra Barat.

Beberapa cagar budaya tersebut di antaranya Rumah Tjong A Fie, Situs Bukit Kerang, Kompleks Masjid Tengku Di Kila, Rumah Rasuna Said, Kompleks Bangunan Masjid Tua Kebayakan, Kompleks Benteng Indrapatra, dan Jalur Kereta Api Sawahlunto.

"Kami mengerahkan tenaga untuk melakukan inventarisasi dan mengumpulkan data terkait cagar budaya maupun SDM yang terdampak. Kami tentu juga akan bekerjasama dengan pemerintah daerah dan lembaga terkait untuk memastikan perlindungan darurat cagar budaya sehingga berjalan cepat dan efektif. Nantinya, pemulihan akan dilakukan berdasarkan prioritas dan tingkat keparahan dampak," kata Menbud.

Menbud juga menyinggung kondisi Situs Bongal yang sebelumnya dinyatakan terendam banjir. Air di Situs yang berlokasi di Desa Jago-Jago, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah itu kini sudah surut, tetapi menyisakan kerusakan, termasuk satu galeri yang pendiriannya dibantu Kementerian Kebudayaan.

"Perlu nanti ada langkah berikutnya agar tidak ada artefak yang ada di sekitar itu (rusak). Mungkin perkuatan terhadap bentengannya atau terhadap paritnya," usulnya.

Mengutip laman BRIN, arkeolog Pusat Riset Arkeologi Lingkungan, Maritim, dan Budaya Keberlanjutan BRIN, Ery Soedewo meyakini bahwa Situs Bongal adalah bukti bahwa perdagangan Islam di Nusantara terjalin jauh sebelum Kesultanan Islam Nusantara berdiri. Hal itu didasarkan pada temuan benda-benda purbakala dan keping koin.

Hasil ekskavasi yang dilakukan menemukan 30 peti berisi ratusan artefak dari beragam belahan dunia, seperti koin Arab-Sasaniyah, dirham Umayyah dan Abbasiyah, keramik Changsha dari Dinasti Tang, pecahan kaca dari Persia, manik-manik Romawi, perhiasan batu pirus, hingga papan kapal beraksara Palawa.