Liputan6.com, Jakarta - Banyak orang mengatakan bahwa selain makanan lezat dan pelayanan yang baik, tidak adanya budaya memberi tip adalah salah satu hal terbaik dari pengalaman makan di restoran di Jepang. Namun, sebuah aplikasi penyedia pembayaran nontunai ingin merevoluasi bagian terakhir itu.
Langkah itu sudah dimulai Dinii, perusahaan asal Tokyo, sejak lima tahun lalu. Ada dua sistem pemberian tip yang ditawarkan. Pertama disebut Oshi Support yang terinspirasi dari budaya idola di Jepang.
Dengan pendekatan itu, penggemar setia bisa mendukung idola favorit mereka - disebut Oshi - dengan mengeluarkan biaya tambahan. Dalam konteks restoran, pelanggan bisa memilih staf layanan restoran pilihan untuk diberi uang lebih melalui aplikasi.
Belakangan, Dinii memperbarui sistem pemberian tipnya dengan mendorong pengguna menambahkan sejumlah persen ke total tagihan mereka, yang nantinya diberikan ke pihak restoran. Mengutip Japan Today, 14 Juli 2025, Dinii kini dipakai di sekitar 3.000 restoran di Jepang, dan sekitar 13 persen di antaranya sudah menggunakan fitur pemberian tip ini.
Respons Pengguna Fitur Tip
Meskipun budaya memberi tip di Jepang umumnya dikenal sebagai kebiasaan negara luar, Dinii menyatakan data mereka menunjukkan pembagian yang cukup seimbang antara pengguna Jepang dan non-Jepang untuk fitur tip ini, berdasarkan bahasa yang digunakan di aplikasi.
Secara keseluruhan, sekitar 56 persen pengguna yang memberi tip adalah orang Jepang dan 43 persen sisanya adalah orang asing, meskipun di wilayah Kansai (seperti Osaka dan Kyoto), sekitar 61 persen pemberi tip berasal dari luar negeri.
Tapi, angka itu bukan berarti orang Jepang seantusias orang asing dalam urusan memberi tip. Pasalnya, data tentang kewarganegaraan pemberi tip ini belum tentu mencerminkan keseluruhan pengguna Dinii.
Karena Dinii adalah layanan yang berbasis di Jepang dan mungkin belum begitu dikenal secara global, kemungkinan besar mayoritas penggunanya adalah orang Jepang. Bila setengah pemberi tip adalah orang asing, artinya hanya sedikit orang Jepang yang benar-benar memberi tip.
Kenapa Tip Masih Jarang Diberikan di Jepang?
Banyak restoran di Jepang memilih memasukkan biaya tambahan lewat otoshi, yakni makanan pembuka kecil yang disajikan kepada pelanggan tanpa mereka memesannya dan tetap harus dibayar. Biaya tempat duduk dan meja yang dipesan pelanggan juga sudah diterapkan di banyak restoran mewah atau bar Jepang sehingga memberi tip bukan hal yang umum di sana.
Di sisi lain, karena budaya memberi tip bukan hal umum di restoran Jepang, aturan seperti pembagian tip ke seluruh staf atau ke dapur juga belum tentu ada. Setiap restoran punya kebijakan masing-masing dan belum tentu pembagiannya adil.
Pelayanan Baik Bagian dari Etos Kerja
Selain itu, cara Dinii mengajak pelanggan untuk memberi tip juga dianggap bertolak belakang dengan etos kerja di Jepang. Di aplikasi, tertulis ajakan seperti “Tunjukkan rasa terima kasih lewat tip. Hadiah spesial untuk layanan spesial.”
Namun di Jepang, pelayanan yang ramah dan maksimal bukan dianggap hal spesial, tapi suatu tindakan yang semestinya diberikan oleh restoran kepada pelanggannya. Memberi pelayanan yang baik adalah bagian dari etika kerja di sana, bukan sesuatu yang perlu dibayar ekstra.
Banyak orang Jepang khawatir bila budaya tip terus dipaksakan, bisa mengubah cara pandang terhadap pelayanan yang selama ini jadi kebanggaan mereka.