Kolaborasi Kreasi Kain Bugis dan Aksesori Karya Warga Binaan Lapas Perempuan di Panggung JF3 2025

13 hours ago 8

Liputan6.com, Jakarta - Panggung jakarta Food and Fashion Festival (JF3) 2025 semakin berwarna dengan kehadiran karya para desainer lokal. Salah satunya Helen Dwi Kirana (HDK) yang menjadi jenama ketiga yang tampil di JF3 2025 di Summarecon Mall Serpong pada Kamis malam, 31 Juli 2025.

Mengangkat tema Heritage Remix, ia membawa nuansa tradisional Makassar ke kehidupan masa kini dengan menghadirkan koleksi busana modern bermaterial kain Bugis. Pertunjukan dibuka dengan penampilan dua penari tradisional Makassar. Mereka membuka jalan untuk para model memeragakan rangkaian koleksi di runway berbentuk persegi.

Total ada 24 tampilan yang dibagi Helen dalam empat segmen. Setiap segmen itu terdiri dari enam busana. "24 looks, khusus kebudayaan Makasar, hanya Lagosi saja. Dibagi menjadi empat sekuens, ada on white yang benar-bener putih dipadukan dengan kain-kain Makassar, lalu ada denim, premium, dan organza," ujar Helen.

Ia menjelaskan koleksinya kembali mengusung kebudayaan Indonesia. Itu selaras dengan filosofi jenama yang didirikannya, yakni tentang merayakan kehidupan, budaya, dan tanggung jawab sosial.

Kolaborasi dengan Warga Binaan Lapas Perempuan

"Setiap helaian kain menyimpan cerita, dan setiap karya adalah bentuk kontribusi. Dengan berpegang pada empat pilar: cinta, edukasi, lingkungan, dan seni dudaya, kami ingin menebarkan harapan dan kebahagiaan melalui setiap detail yang kami ciptakan," ujar Helen.

Bukan hanya menghadirkan koleksi busana, Helen juga menampilkan aksesori buatan warga binaan Lembaga Pemasyarakatan Perempuan Kelas IIA Tangerang. Aksesori yang dibuat para warga binaan ini merupakan hasil pembinaan NES melalui program yang gelar Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan RI (Imipas).

"Ada sekitar 60-an warga binaan berusia sekitar 20 hingga 30 tahun yang dilibatkan dalam pembuatannya," ujar Helen.

Aksesori itu hadir dalam berbagai wujud, mulai dari anting, kalung, bros, hingga hiasan kepala. "Kita diundang Imipas untuk memberi pembinaan di lapas. Kita ajarkan para warga binaan tiga teknik, yakni jahitan Sashiko, ikat celup, dan pembuatan aksesori seperti bros yang dipamerkan hari ini," katanya.

Sejumlah karya warga binaan sudah dijual dengan harga sekitar Rp300 ribu hingga Rp500 ribuan. NES membantu menjual dan hasilnya menjadi pendapatan bagi warga binaan tersebut.

Tema Utama JF3 2025

Sebelumnya, pendiri LAKON Indonesia, sekaligus advisor untuk Jakarta Fashion & Food Festival (JF3), Thresia Mareta, menegaskan komitmen JF3 untuk terus berkembang dan terhubung secara internasional. Ia menekankan pentingnya konsistensi dan kolaborasi dalam membangun industri fesyen Indonesia yang kuat dan berdaya saing global.

JF3 berharap seluruh pelaku industri dapat berperan aktif secara bersama-sama dalam membangun ekosistem fesyen Indonesia dengan semangat kolaborasi dan kualitas yang lebih matang. Ke depan, pihaknya mengaku akan semakin fokus untuk menjalin hubungan internasional demi mendukung kemajuan industri fesyen lokal.

Tahun ini, JF3 mengundang salah satu desainer dari Korea Selatan sebagai bagian dari kolaborasi dua arah. Jadi, tidak hanya mereka yang datang ke Indonesia, tapi partisipan festival yang sudah terselenggara sejak 2004 itu juga akan bertandang ke Negeri Ginseng. Setelah forum ini, JF3 Talk Vol.2 akan dihadiri pemerintah, disusul JF3 Talk Vol.3 yang bakal menggelar journalist workshop.

Hadirkan Desainer Prancis

Sebelumnya, panggung JF3 menghadirkan rangkaian koleksi desainer Prancis Victor Clavelly. Ia memboyong rangkaian koleksi berjudul Les Fragments yang diluncurkannya pertama kali di Paris Men's Fashion Week 2025.

 "Karya saya mengeksplorasi tema anatomi, identitas, dan memori yang terfragmentasi, dan saya bersemangat untuk membuka dialog ini dengan audiens baru di Jakarta," katanya dalam jumpa pers di Tangerang, Rabu, 30 Juli 2025.

Terkait koleksi yang dibawakan, Victor menjelaskan inspirasi temanya. Ia membayangkan dunia pasca-antroposen dengan tubuh bersifat hibrida, dirakit ulang, dan berevolusi, tergantung di antara organik dan buatan. Proses pembuatannya memadukan siluet pahatan dan teknik cetak 3D.

Total ada 21 tampilan yang dibawakan lewat koleksi tersebut. Pertunjukan yang berlangsung sekitar satu jam itu seolah membawa penonton ke film sci-fi dengan setting tata cahaya yang redup, serba gelap, dan mistis.

Panggung dibuat megah dan persegi, menampilkan satu per satu model membawakan karya Victor yang mayoritas berwarna hitam dan gelap. Salah satu yang menarik perhatian adalah busana berwarna keperakan yang menampilkan lekuk tubuh perempuan secara detail. Aksesori wajah yang menutup mata mengingatkan pada kostum aktor di film-film alien.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |