Ketika Kekuatan Narasi, Desain, dan Spiritualitas Budaya Indonesia Melebur Jadi Instalasi Seni Kawan Nusantara

1 month ago 38

Liputan6.com, Jakarta - Bertajuk "Kawan Nusantara," proyek seni tahunan yang digagas Tulola Jewelry kembali menggandeng sejumlah seniman lokal lintas bidang. Hasilnya adalah instalasi seni yang memadukan kekuatan narasi, desain, dan spiritualitas budaya Indonesia.

Lebih dari sekadar estetika, instalasi ini hadir sebagai ruang perenungan dan refleksi akan identitas, serta bagaimana itu dibentuk, diwariskan, dan dipertahankan. "Tulola adalah brand perhiasan yang saya dan Sri (Luce Rusna) miliki bersama orang-orang hebat," ujar salah satu pendirinya, Happy Salma, saat jumpa pers di Jakarta, Kamis, 31 Juli 2025.

"Hampir 90 perajin kami (terlibat) membuat (instalasi) 'Kawan Nusantara,' kolaborasi dengan banyak brand, banyak seniman," ia menambahkan

Setiap elemen di instalasi seni ini diciptakan sebagai pengingat bahwa identitas bukanlah sesuatu yang statis, melainkan perjalanan yang dibentuk ingatan, pilihan, dan relasi manusia dengan ruang, serta komunitasnya. "Aku memisahkan beberapa babak dalam hidup kita agar kita tidak kehilangan akar kita, dari mana kita berasal, dan kita ingin dikenang seperti apa," tambah Happy.

Kolaborasi di Balik Instalasi TULOLA

Instalasi ini jadi ruang kolaborasi lintas disiplin, menggabungkan unsur arsitektur, desain, film, serta penataan ruang yang sarat makna. Salah satu karya yang menonjol adalah partisi naratif rancangan Trianzani Sulshi, yang menggambarkan perjalanan transformasi identitas manusia. Setiap ruang mewakili babak kehidupan, cara kita tumbuh, dan bagaimana kita memaknai siapa diri kita.

"Identitas itu sesuatu yang diwariskan, tapi dalam perjalanannya, ada negosiasi dengan konteks dan proses," ujar Zani di kesempatan yang sama. Baginya, instalasi ini bukan hanya tentang masa lalu, tapi juga bagaimana identitas bisa terus berkembang dan bereksperimen di masa depan.

Di sisi lain, desainer dan salah satu pendiri Tulola, Sri Luce Rusna, menjelaskan bahwa konsep identitas memang selalu jadi fondasi dalam proses kreatif mereka. Ia menyebut, cerita-cerita yang dibagikan Happy di studio sangat menginspirasi tim, sampai akhirnya mendorong mereka mengembangkan eksplorasi identitas jadi bahasa desain yang khas. 

Tas, Perhiasan, dan Kata-Kata yang Menyimpan Makna

Seluruh bagian dari instalasi ini disatukan secara emosional lewat film pendek berdurasi delapan menit berjudul "Kegelisahan Shinta" karya Garin Nugroho. Film ini memberi pengalaman sinematik yang puitis dan menyatu dengan keseluruhan semangat instalasi.

Bersamaan dengan itu, Tulola memperkenalkan "IDENTITAS," koleksi artwear yang terdiri dari 12 tas buatan tangan; 41 perhiasan, termasuk gelang, kalung, bros, dan sirkam; serta delapan item unik yang hanya dibuat satu kali. Semua karya dibuat menggunakan teknik tradisional, seperti tatah logam, patri, dan anyaman kawat perak, dengan material perak murni 92,5 persen dan lapisan emas 18 karat.

Keempat babak narasi yangjadi dasar desain koleksi ini adalah Warisan, Komunitas, Dunia Baru, dan Legacy. Salah satu babak yang paling kuat nuansanya adalah Komunitas, diwujudkan melalui motif anyaman yang jadi inspirasi desain.

"Kita hidup itu harus selalu jadi bagian dari komunitas. Motif anyaman ini mewakili itu, tercipta dari warisan yang tidak kita tahu siapa penciptanya, tapi menyatukan kita semua," jelas Happy.

Putri Marino Sebagai Muse dan Refleksi Jiwa IDENTITAS

Koleksi ini juga menyelipkan kutipan sastra, seperti dari Pramoedya Ananta Toer, yang terpatri pada kalung bertuliskan, "Aku ingin menjadi manusia bebas." Menurut Happy, kalimat itu jadi titik emosional dari koleksi, karena kebebasan adalah puncak dari proses menjadi manusia yang utuh.

"Kebebasan adalah hal yang paling diimpikan setiap orang, tapi biasanya orang baru mendapatkannya setelah menyelesaikan kewajiban," tuturnya.

Aktris dan figur publik Putri Marino dipilih sebagai wajah utama koleksi "IDENTITAS." Bagi Putri, identitas adalah soal jujur pada diri sendiri, meski dunia terus berubah. "Identitas itu jati diri, ide dasar dari setiap manusia. Kalau kita tidak mengenal atau setia pada jati diri kita, lama-lama akan terkikis,” katanya.

Ia menekankan bahwa berada dalam lingkungan yang suportif adalah kunci untuk menjaga integritas diri. "Kalau kita dikelilingi teman-teman yang bisa diajak berbagi tanpa rasa takut, kita akan tetap setia pada siapa diri kita," tambahnya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |