Liputan6.com, Jakarta Bali dikenal tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena kekayaan tradisi dan budaya yang masih terjaga hingga kini. Salah satu aspek penting dalam setiap upacara adat di Pulau Dewata adalah kehadiran makanan khas Bali untuk upacara adat yang memiliki nilai filosofis dan spiritual mendalam. Setiap hidangan yang disajikan bukan sekadar makanan biasa, melainkan simbol penghormatan kepada leluhur dan manifestasi dari keyakinan masyarakat Hindu Bali.
Dalam setiap perayaan keagamaan seperti Galungan, Kuningan, dan Nyepi, makanan khas Bali untuk upacara adat selalu menjadi elemen yang tidak terpisahkan. Hidangan-hidangan ini disiapkan dengan penuh rasa hormat dan menggunakan bahan-bahan pilihan yang diracik dengan bumbu tradisional khas Bali. Proses pembuatannya pun dilakukan dengan ritual tertentu yang mencerminkan kepercayaan dan nilai-nilai luhur masyarakat setempat.
Keunikan makanan khas Bali untuk upacara adat terletak pada penggunaan rempah-rempah tradisional yang dikenal sebagai "base genep" serta cara penyajiannya yang penuh makna. Setiap jenis makanan memiliki simbolisme tersendiri, mulai dari bentuk, warna, hingga bahan-bahan yang digunakan. Makanan khas Bali untuk upacara adat ini tidak hanya memanjakan lidah, tetapi juga menjadi media untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta dan memperkuat ikatan spiritual dengan leluhur.
Berikut ini informasi lengkapnya, yang telah Liputan6.com rangkum, pada Rabu (17/9).
Makanan Wajib untuk Perayaan Galungan
Jaja Kaliadrem dan Jaja Uli
Jaja Kaliadrem merupakan salah satu jajanan tradisional yang selalu hadir dalam perayaan Galungan. Roti goreng berbentuk segitiga dengan lubang di tengah ini dibuat dari tepung, gula merah, kelapa parut, dan air. Bentuk segitiganya melambangkan Tri Hita Karana, filosofi hidup masyarakat Bali tentang keharmonisan hubungan manusia dengan Tuhan, sesama, dan alam.
Jaja Uli yang terbuat dari ketan dan disajikan bersama tape ketan memiliki makna spiritual yang mendalam. Dalam tradisi Hindu Bali, jajanan ini biasanya dibuat khusus oleh kaum perempuan sebagai persembahan kepada leluhur. Teksturnya yang kenyal dan rasa manis dari kelapa parut dan daun pandan menjadikannya hidangan penutup yang sempurna untuk melengkapi rangkaian makanan upacara.
Lawar dan Sate Lilit
Lawar adalah salah satu hidangan paling ikonik yang wajib ada dalam setiap upacara adat di Bali. Hidangan yang terdiri dari sayuran segar, daging cincang, dan bumbu base genep ini memiliki dua varian utama: lawar putih dan lawar merah. Lawar merah menggunakan tambahan darah segar yang memberikan warna merah khas dan cita rasa yang lebih kuat.
Sate Lilit dengan keunikan cara pembuatannya yang dililit pada batang serai atau bambu melambangkan ikatan erat dalam masyarakat Bali. Daging cincang yang dicampur dengan kelapa parut, santan, dan rempah-rempah tradisional ini tidak hanya lezat, tetapi juga mengandung makna filosofis tentang persatuan dan kebersamaan. Aroma serai yang khas menambah kelezatan hidangan ini saat dibakar.
Hidangan Khusus untuk Perayaan Nyepi
Pulung Nyepi dan Entil
Pulung Nyepi adalah makanan wajib yang disajikan menjelang Hari Raya Nyepi, terutama saat upacara Pengerupukan. Terbuat dari tepung beras yang dibentuk bulatan kecil lonjong dengan tekstur kenyal, hidangan ini dilumuri kelapa parut muda tanpa tambahan gula. Filosofinya adalah melambangkan kebersamaan keluarga dan upaya membersihkan diri dari energi negatif.
Entil yang berbentuk mirip lontong namun dibungkus daun talengidi memberikan aroma dan rasa yang khas. Proses memasak tradisional menggunakan tungku kayu selama 3-4 jam menghasilkan tekstur yang legit dan tahan lama. Kepraktisan penyajiannya menjadikan Entil sebagai pengganti nasi yang ideal saat perayaan Nyepi yang penuh keheningan.
Ketongkol dan Cerorot
Ketongkol dengan bentuk kerucut khas yang dibungkus daun pisang memiliki filosofi mendalam dalam kepercayaan masyarakat Bali. Bentuk kerucutnya melambangkan gunung tempat para dewa bersemayam, sehingga setiap kali menyantapnya, umat Hindu Bali merasakan kedekatan spiritual dengan sang pencipta. Teksturnya yang padat dan lembut dengan aroma khas daun pisang membuatnya istimewa.
Cerorot yang berbentuk kerucut dan dibungkus janur kelapa merupakan camilan manis tradisional dengan isi kenyal seperti dodol berwarna coklat. Terbuat dari gula merah kelapa, santan, daun pandan, dan tapioka, hidangan ini melambangkan kesederhanaan dan kemurnian hati. Proses pembuatannya yang tradisional mencerminkan warisan budaya yang harus dilestarikan.
Hidangan Daging untuk Upacara Besar
Balung dan Be Celeng
Balung atau tulang iga babi yang dimasak dengan kuah rempah kaya akan makna dalam upacara adat Bali. Dimasak bersama sayur nangka, kacang-kacangan, dan pakis, hidangan ini menggunakan bumbu base genep yang terdiri dari lengkuas, jahe, cabai, kunyit, dan bawang. Kuah yang gurih dan hangat melambangkan kehangatan keluarga dan keakraban dalam komunitas.
Be Celeng atau daging babi yang dipotong kecil-kecil dan diracik dengan bumbu tradisional ini memiliki tekstur renyah dan gurih yang menggugah selera. Proses memasaknya yang dimulai dengan merendam daging dalam bumbu base genep hingga meresap, kemudian digoreng hingga kecoklatan, mencerminkan kesabaran dan ketelitian dalam menjalani hidup sesuai ajaran Hindu.
Tum Ayam dan Urutan
Tum Ayam yang dibuat dari sisa lawar dan dibungkus daun pisang lalu dikukus menunjukkan filosofi tidak membuang-buang makanan dalam budaya Bali. Isian yang terdiri dari sayur dan daging dengan porsi daging lebih banyak ini diracik dengan base genep hingga menghasilkan aroma yang menggoda. Pembungkusan dengan daun pisang memberikan cita rasa alami dan aroma yang khas.
Urutan atau sosis tradisional Bali terbuat dari daging babi cincang yang diracik dengan bumbu base genep, kemudian dimasukkan dalam usus babi yang sudah dibersihkan. Proses pengasapan di atas dapur hingga kering menghasilkan tekstur dan rasa yang unik. Hidangan ini melambangkan ketekunan dan kesabaran dalam mencapai hasil yang sempurna, sesuai dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat Bali.
Makanan Penutup dan Pelengkap Upacara
Jaja Apem dan Ayam Betutu
Jaja Apem yang terbuat dari tepung beras, gula merah, dan air kelapa dengan pembungkus daun pisang memiliki tekstur kenyal dan rasa manis alami. Meskipun populer di berbagai daerah di Indonesia, di Bali jajanan ini memiliki makna khusus sebagai simbol kemanisan hidup dan rasa syukur. Warna coklat keemasan dari gula merah melambangkan kemakmuran dan keberkahan.
Ayam Betutu sebagai hidangan utama dalam berbagai upacara adat Bali menunjukkan kemewahan dan penghormatan. Ayam utuh yang dipanggang dengan bumbu rempah kompleks dan dibungkus daun pisang, kemudian dipanggang di atas arang selama berjam-jam hingga bumbu meresap sempurna. Proses yang panjang ini melambangkan kesabaran dan dedikasi dalam menghormati tradisi leluhur.
Jukut Ares dan Nasi Tepeng
Jukut Ares yang terbuat dari batang pohon pisang muda dan dimasak dengan tambahan daging serta tulang ayam, babi, atau bebek menunjukkan pemanfaatan bahan alami secara maksimal. Hidangan berkuah ini kaya akan serat dan nutrisi, melambangkan kebijaksanaan dalam memanfaatkan sumber daya alam. Rasa gurih dan segar dari jukut ares memberikan keseimbangan dalam rangkaian hidangan upacara.
Nasi Tepeng yang disajikan dalam bentuk kerucut di atas daun pisang dengan bumbu rempah yang meresap sempurna merupakan inovasi penyajian nasi tradisional Bali. Dicampur dengan bumbu yang terdiri dari bawang putih, bawang merah, jahe, lengkuas, dan daun jeruk, nasi ini memiliki aroma yang harum dan rasa yang kaya. Penyajiannya yang unik dalam bentuk kerucut melambangkan penghormatan kepada gunung sebagai tempat suci.
Tanya Jawab (Q&A)
Q: Mengapa makanan khas Bali untuk upacara adat selalu menggunakan bumbu base genep?
A: Base genep merupakan bumbu dasar tradisional Bali yang terdiri dari berbagai rempah seperti bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, lengkuas, dan cabai. Penggunaan base genep tidak hanya memberikan cita rasa khas, tetapi juga memiliki makna spiritual sebagai simbol kelengkapan dan kesempurnaan dalam setiap persembahan kepada Tuhan dan leluhur.
Q: Kapan waktu yang tepat untuk menyiapkan makanan upacara adat Bali?
A: Persiapan makanan upacara biasanya dimulai 1-2 hari sebelum hari upacara. Beberapa makanan seperti jaja uli dan pulung nyepi harus dibuat segar, sedangkan makanan seperti urutan bisa disiapkan lebih awal karena memerlukan proses pengasapan yang cukup lama.
Q: Apakah ada aturan khusus dalam penyajian makanan upacara adat Bali?
A: Ya, setiap makanan memiliki aturan penyajian tersendiri. Misalnya, makanan tertentu harus disajikan dalam wadah dari daun pisang, beberapa harus berbentuk kerucut, dan ada yang harus disusun dengan jumlah ganjil. Semua ini memiliki makna filosofis dan spiritual yang mendalam.
Q: Bisakah makanan upacara adat Bali dinikmati oleh non-Hindu?
A: Tentu saja. Makanan-makanan ini pada dasarnya adalah hidangan kuliner yang lezat dan bergizi. Namun, penting untuk memahami dan menghormati nilai spiritual dan budaya yang terkandung di dalamnya, terutama ketika hadir dalam konteks upacara keagamaan.
Q: Apa perbedaan utama antara makanan untuk upacara Galungan dan Nyepi?
A: Makanan untuk Galungan umumnya lebih meriah dan beragam karena merupakan perayaan kemenangan dharma atas adharma, sehingga banyak hidangan daging dan makanan gurih. Sementara makanan untuk Nyepi lebih sederhana dan fokus pada kesucian, dengan banyak hidangan berbahan dasar tepung dan kelapa yang melambangkan kesederhanaan.