Liputan6.com, Jakarta - Dari Sabang hingga Merauke Indonesia dikenal dengan produksi kopi arabica dan robusta. Padahal ada pula jenis kopi liberica seperti yang ada di Kalimantan Barat, memiliki keunikan dan daya jual tinggi untuk ekonomi masyarakat lokal.
Gusti Iwan Darmawan, salah seorang petani kopi asal Kalimantan yang hadir pada ajang World of Coffee (WOC) 2025 di Jakarta beberapa waktu lalu menceritakan bahwa petani kopi saat ini masih bersaing dengan komoditas kelapa sawit yang permintaanya jauh lebih banyak.
"Liberica menjadi komoditi unggulan kami di Kalimantan Barat, karena dataran rendah tidak memiliki pegunungan, kopinya ditanamn di ketinggiannya yang hanya di 5-7 mdpl," ungkap Gusti yang memproduksi kopi dengan brand Kojal Coffee, ditemui di Jakarta selama pameran WOC kepada Tim Lifestyle Liputan6.com pada Kamis, 15 Mei 2025.
Kojal Coffee adalah satu merek yang memproduksi kopi liberica dari Kayong Utara, Kalimantan Barat (Kalbar). Menurutnya, hampir semua wilayah di Kalbar, hanya di bawah ketinggian 400 mdpl, jadi sebagian besar dataran rendah yang paling cocok untuk jenis kopi liberica.
Bersaing dengan Komoditas Sawit
Menurut Gusti, di dunia jenis kopi liberica ada di Sabah Malaysia, termasuk Pilipina penghasil kopi liberica yang ada di Asia, dan Indonesia ada di Sumatra baru terdeteksi 2017, sementara Kalimantan Barat sebagai penghasil sebenarnya sudah puluhan tahun.
"Kami di Industri kopi 2017 yang mulai insentif untuk mengangkat kopinya, karena harus bersaing dengan sawit," imbuh Gusti.
Menurut dia perkebunan sawit di Kalimantan sangat gila-gilaan. Apalagi saat ini sawit yang merupakan andalan ekspor Indonesia jumlahnya mencapai 81 persen dibanding komoditas manapun. "Kopi lahannya makin berkurang karena kebanyakan dipakai oleh warga untuk perkebunan sawit," bebernya.
Alih fungsi lahan untuk sawit, itu yang kita khawatirkan tapi namanya pilihan masing-masing. "Mungkin dari kopi mereka belum dapat manfaat," singgungnya.
Padahal secara keuntungan, menutut dia, jika diadu jual buah sawit hanya Rp2.500 per kg, sementara buah kopi Rp8.000. Tapi nyatanya masyarakat lebih banyak menanam sawit karena banyaknya permintaan.
Kopi Liberica Ditanam di Belakang Tanaman Mangrove
Alasannya, menurut Gusti, permintaan sawit memang lebih tinggi. Namun ia menyebut dalam satu hektare perkebunan sawit, hanya bisa menghasilkan 100-15- batang. Adapun kopi bisa seibu batang.
Ditanya tentang peran Pemerintah Daerah (Pemda) setempat akan keberlangsungan perkebunan kopi di Kalbar, Gusti menyebut sudah mendapat perhatian, sayangnya bisa dibilang belum begitu intensif. "Ya memang pelan-pelan tidak bisa langsung, masih harus kami juga (petani) yang semangat mendekati pemerintah," cetusnya.
Seperti menawarkan skema yang bisa diangkat untuk menarik masyarakat lokal di Kalimantan memilih kopi sebagai komoditas utama. Seperti yang diketahui tanaman kopi lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan jika dibandingkan sawit.
Untuk mensosialisasikan bagaimana kopi liberica bisa lebih unggul, di kemasan Kojal Coffee disebutkan bagaimana jenis kopi ini dibudidayakan di belakang tanaman mangrove. Seperti diketahu mangrove memberikan sumbangsih agar kawasan pesisir terhindar dari abrasi.
"Jadi liberica ini membutuhkan mangrove supaya tidak terkena air," terang Gusti.
Cita Rasa Kopi Liberica Cenderung Fruity dan Floral
Biji kopi liberica sendiri memiliki cita rasa cenderung fruity dan floral. "Liberica juga ke aromanya ke arah nangka dan herbal," katanya lagi.
Notes untuk biji kopi liberica di Kalbar juga memiliki aroma buah seperti apel hijau, anggur, serta manis gula tebu. Sementara kopi liberica yang diproduksi di Jambi, menurutnya manisnya cenderung seperti aroma kelapa.
"Jangankan tiap daerah, antar-desa aja bisa beda," tandas Gusti.