Liputan6.com, Jakarta - Industri fesyen Indonesia sedang menghadapi tantangan menarik, yaitu bagaimana menjadikan tradisi lokal sebagai kekuatan global. Salah satu daerah yang menonjol adalah Garut, yang sejak lama dikenal sebagai sentra kulit berkualitas, tapi sayangnya masih tertinggal dalam inovasi desain.
Inisiatif terbaru berupa pengiriman empat desainer muda ke Arsutoria School Milan, Italia, jadi langkah strategis untuk memperbaiki hal itu. Presiden Indonesia Fashion Week (IFW)m sekaligus Ketua Koperasi Artisan Kulit Indonesia, Poppy Dharsono, mengatakan di Jakarta, Rabu, 27 Agustus 2025, "Garut punya potensi luar biasa, tapi produk yang dihasilkan dari tahun ke tahun itu-itu saja.
"Kurangnya panduan membuat para perajin sulit berkembang. Dengan pengalaman 45 tahun di industri dan jaringan yang kuat di Italia, saya ingin menghadirkan sentuhan baru agar produk Garut bisa naik kelas."
Dengan bekal pendidikan di pusat fesyen dunia, para desainer muda Indonesia diharapkan menjembatani tradisi lokal dengan standar industri internasional. Juga, membuka jalan agar produk kulit Garut mendapat tempat di pasar mode global.
Menghubungkan Tradisi Lokal dengan Tren Global
Pendidikan di Arsutoria Milan bukan sekadar kesempatan menimba ilmu, tapi cara menghadirkan standar baru di industri fesyen kulit Indonesia. Duta Besar Italia untuk Indonesia, Roberto Colamine, menekankan bahwa program ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan tradisi.
"Program ini bertujuan membantu desainer muda Indonesia mengembangkan bakat mereka dengan membawa inspirasi, serta tradisi lokal ke Italia, lalu mengolahnya melalui pendekatan tertentu. Tradisi tidak bisa digantikan tradisi lain, sebab itu tidak adil. Tapi, kami bisa berbagi metode, agar ide dan inspirasi para desainer muda dapat diwujudkan jadi produk nyata yang siap masuk ke industri global," ungkapnya.
Hal ini menunjukkan bahwa industri fesyen modern menuntut inovasi berbasis identitas. Desainer muda Indonesia didorong mempertahankan jati diri mereka, sekaligus mempelajari metodologi produksi yang memungkinkan karya mereka diterima di pasar internasional.
Menyusun Struktur Baru Industri Kulit
Di luar aspek kreativitas, pengembangan struktur industri juga jadi perhatian utama. Garut memiliki perajin dengan keterampilan kuat dan pelaku usaha yang aktif. Namun, posisi desainer profesional yang mampu menjembatani keduanya masih kosong.
Direktur Utama Spinindo/Piazza Firenze Garut, Anto Sudaryanto, menegaskan, "Tujuan utama pengiriman para talenta ke Milan adalah melengkapi kekurangan dalam struktur industri kulit Garut. Salah satu kebutuhan mendesak adalah desainer yang bisa menjembatani pekerja kulit dengan pelaku usaha, sekaligus menghadirkan tren dunia dan menerjemahkannya ke dalam karya nyata."
Menurutnya, keberangkatan ini akan membawa dampak jangka menengah. "Setelah kembali, mereka akan jadi angkatan pertama yang membangun ekosistem kulit Garut lebih terstruktur. Jika konsisten, dalam lima tahun, hasilnya akan nyata: industri kulit Garut bisa hidup, maju, dan mendapat tempat di pasar global," ujarnya.
Pendidikan Sebagai Diplomasi Budaya
Meski tujuan utama program ini adalah penguatan industri, pendidikan di Milan juga menciptakan ruang bagi diplomasi budaya. Colamine menegaskan pentingnya hubungan antarmasyarakat.
"Lebih dari 100 ribu turis Italia datang ke Indonesia setiap tahun. Hubungan ini harus diperkuat, dan pendidikan adalah salah satu cara terbaik. Dengan basis pengetahuan bersama, seniman, desainer, dan pelaku industri dari kedua negara bisa menciptakan karya kolaboratif."
Dari sisi pemerintah, Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso menekankan dimensi strategis beasiswa ini. "Kesempatan ini bukan sekadar pencapaian pribadi, melainkan amanah untuk negeri."
"Saya titip tiga pesan: berani berinovasi dengan ilmu global dan kearifan lokal, jadi mata dan telinga bangsa untuk melihat peluang, serta membangun jejaring strategis bagi desainer Indonesia lain," ujarnya.