Liputan6.com, Jakarta Indonesia dikenal sebagai negeri dengan beragam kekayaan budaya. Salah satu warisan yang terus hidup hingga kini adalah wastra, kain tradisional dengan motif khas dari tiap daerah. Begitu pun yang dilakukan oleh Kota Tarakan, Kalimantan Utara, yang turut menjaga identitas budayanya melalui batik bermotif lokal. Di tangan para pengrajin, kain-kain indah itu tidak hanya menjadi simbol warisan leluhur, tapi juga wujud kreativitas yang terus berkembang.
Salah satu sosok yang konsisten menjaga tradisi ini adalah Mersia, pengrajin asal Tarakan yang mendirikan Dua Moong Tenun. Lewat keterampilannya, ia menghadirkan tenunan batik khas Tarakan yang kian dikenal luas. Perjalanan usahanya pun tak lepas dari dukungan Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan yang aktif mendorong pengrajin lokal agar bisa terus tumbuh.
Berawal dari Kesukaan Menenun untuk Diri Sendiri
Kecintaan Mersia pada dunia tenun bermula dari hal sederhana. Saat diwawancarai tim Liputan6.com, ia menceritakan bahwa awalnya menenun hanya dilakukan untuk dirinya sendiri sekitar tahun 2008-2009.
“Awalnya hanya untuk digunakan sendiri, motif yang digunakan pun saat itu adalah motif daerah asal saya yaitu Nusa Tenggara Timur. Lalu seiring berjalannya waktu, mulai banyak peminatnya. Dari Dinas setempat juga memotivasi untuk mulai menenun dengan motif lokal Tarakan. Akhirnya saya mulai membuat kain tenun batik Tarakan sejak tahun 2015,” ungkap Mersia.
Sejak saat itu, Dua Moong Tenun perlahan tumbuh menjadi wadah kreatif yang tak hanya menghadirkan karya, tetapi juga berkontribusi dalam melestarikan budaya Tarakan.
Dukungan Pemerintah Kota Tarakan terhadap Pengrajin Lokal
Perjalanan Mersia tentu tidak mudah. Namun, dukungan dari Pemkot Tarakan menjadi energi penting yang membuat usahanya bisa bertahan dan terus berkembang.
“Dukungan dari Pemkot Tarakan jelas banyak. Misalnya saja branding, promosi, sampai pelatihan-pelatihan. Jadi saya yang tidak tahu apa-apa soal berjualan dibantu untuk branding dan juga promosinya agar semakin banyak dikenal orang,” lanjutnya.
Lebih jauh, Pemkot Tarakan juga menghadirkan sentra UMKM lokal, sebuah ruang khusus yang mempertemukan berbagai produk unggulan daerah. Mulai dari kuliner, kerajinan tangan, hingga batik khas Tarakan, semua bisa ditemui di sana.
“Biasanya kalau ada wisatawan atau tamu dari luar negeri, diarahkan untuk belanja di sentra ini karena semua lengkap ada. Jadi, sentra ini juga membantu kami untuk berjualan. Selain itu, kalau dari pemerintah atau dinas setempat juga sering beli produk kami sebagai hadiah kalau ada event-event tertentu,” jelasnya.
Tak hanya di pasar lokal, produk Dua Moong Tenun juga kerap mewarnai pameran di berbagai daerah. Salah satunya adalah keikutsertaannya di Parade Wastra Nusantara 2025, event tahunan Fimela.com yang berlangsung pada 8-10 Agustus 2025 di Mall Kota Kasablanka, Jakarta.
“Acaranya sangat luar biasa, sangat mendukung UMKM seperti kami. Semoga tenun-tenun batik kami juga semakin dikenal masyarakat luas,” tutur Mersia penuh harap.
Kisah Dua Moong Tenun menjadi bukti nyata bahwa wastra bukan sekadar kain. Di balik setiap motifnya, tersimpan filosofi, identitas, dan cerita dari sebuah daerah. Dengan pendampingan yang tepat, produk lokal seperti batik Tarakan tidak hanya mampu bertahan, tetapi juga bersaing di kancah nasional.
Dari sekadar hobi, karya Mersia kini menjadi bagian dari kebanggaan Tarakan. Dukungan Pemkot yang konsisten pun menunjukkan bahwa pelestarian budaya tidak bisa berdiri sendiri, melainkan butuh kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah.
Ke depan, diharapkan semakin banyak generasi muda Tarakan yang tertarik melanjutkan jejak para pengrajin, sehingga batik khas Tarakan terus hidup dan dikenal hingga mancanegara.