Liputan6.com, Jakarta - Pendakian Gunung Rinjani saat ini ditutup sejak 1 Agustus 2025 menyusul berbagai insiden kecelakaan yang melibatkan pendaki asing terjadi. Saat dibuka nanti, pendaki harus bisa beradaptasi dengan SOP pendakian Rinjani yang baru.
Melansir Antara, Sabtu, 2 Agustus 2025, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Balai Taman Nasional Gunung Rinjani kini sedang menggodok SOP baru sejak 1 hingga 10 Agustus 2025. Rencananya, SOP pendakian Gunung Rinjani baru berlaku mulai 11 Agustus 2025.
"Insyaallah SOP akan paralel dilaksanakan pasca-masa pemeliharaan jalur," ujar Kepala Dinas Pariwisata NTB Ahmad Nur Aulia di Mataram, Selasa, 29 Juli 2025, dilansir dari Antara, Sabtu, 2 Agustus 2025.
Pemprov NTB dan Balai TNGR telah menyusun masa pembenahan dan memverifikasi serta memvalidasi berbagai hal yang masuk SOP baru tersebut. Standar yang baru akan menetapkan standar pendakian untuk mengantisipasi insiden di jalur pendakian.
Dinas Pariwisata juga akan meningkatkan keterampilan untuk 371 porter dan pemandu yang mencari nafkah di Gunung Rinjani. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kemenpar terkait pelatihan pemandu yang akan dilaksanakan di masa libur.
"Selama ini kan kita kesulitan mencari pemandu dan porter kalau masa musim ramai atau high season di Rinjani, karena semua pada bawa tamu," ucapnya.
Pelatihan Para Pemandu Gunung Rinjani
Ahmad mengatakan dari 661 porter dan pemandu di Gunung Rinjani, 371 orang di antaranya belum diberikan sertifikasi pemandu. Dari 371 orang itu, 50 pemandu telah disertifikasi selama masa pemeliharaan jalur di Gunung Rinjani.
"Jadi masih ada tersisa sejumlah 321 orang dan 50 (orang) sudah kita berikan pelatihan. Sisanya di masa pemeliharaan itu kita gencarkan 1-10 Agustus," ujar Aulia.
Ia menerangkan bahwa ke-371 pemandu diberikan pengetahuan dasar terkait dengan penanganan penanganan kesehatan dasar dan keselamatan selama pelatihan berlangsung. Seluruh pemandu diberikan pemahaman tentang pelaksanaan penyelamatan secara dasar ketika terjadi insiden di Rinjani.
"Jadi, dalam pelatihan itu pemandu itu tidak ada menu untuk rescue dasar. Tapi kita sudah minta SAR memberikan berbagi tambahan ilmu untuk pemandu soal rescue dasar," katanya.
Sebelumnya, Kepala Balai TNGR Yarman mengatakan revisi SOP pendakian Gunung Rinjani bakal dilakukan bersama seluruh pihak, pemerintah daerah, termasuk pelaku pariwisata dan masyarakat sekitar Gunung Rinjani.
"Ini kita bicara tata kelola Rinjani usai kasus Juliana kemarin. Kami sampaikan ada beberapa evaluasi. Ada evaluasi SDM kami sendiri dan pelaku wisata, sarana termasuk SOP akan kita revisi bersama," ujarnya.
Pasang Undakan di Jalur Pendakian
Selain pelatihan para pemandu, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) bersama tim gabungan yang terdiri atas anggota Kodim 1615 Lotim dan Yon Zipur 18/YKR, Rinjani Squad, porter lokal, serta relawan, berinisiatif membuat undakan di jalur pendakian Gunung Rinjani. Deputi Pengembangan Destinasi dan Infrastruktur Kemenpar, Hariyanto menyatakan hal itu agar jalur mudah untuk dipijaki oleh pendaki serta meningkatkan keamanan bagi wisatawan yang berkunjung.
"Perbaikan jalur dilaksanakan dalam bentuk pembuatan undakan agar mudah untuk dipijaki oleh pendaki, bukan dengan pemasangan tangga buatan," katanya, dilansir Antara, Selasa, secara terpisah.
Hariyanto mengatakan perbaikan jalur di Gunung Rinjani berpusat pada titik-titik rawan, khususnya di jalur Pelawangan Sembalun–Danau Segara Anak. Utamanya jalur yang licin dan mudah selip.
Terkait dengan masyarakat yang membandingkan hal tersebut dengan China yang lebih dulu memasang eskalator di sejumlah pegunungan, Hariyanto mengatakan Pemerintah Indonesia lebih memilih menjaga kondisi alam tetap lestari.
"Sebagaimana kita ketahui, Gunung Rinjani merupakan gunung api yang aktif dan rawan longsor, sehingga tidak cocok untuk pemasangan tangga atau eskalator," kata Hariyanto.
Alasan Tak Pasang Eskalator di Rinjani
Menurut Hariyanto, pemasangan struktur buatan dengan skala besar seperti eskalator akan berdampak signifikan pada bentang alam, ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Selain itu, area pegunungan tersebut dikenal rawan longsor dan pergerakan tanah, terutama saat musim hujan atau aktivitas seismik.
Pembangunan infrastruktur berat seperti eskalator, sambung dia, akan sangat berisiko terhadap kerusakan dan membahayakan keselamatan pengunjung. Ia juga menjelaskan petualangan mendaki Rinjani dengan tantangan fisik yang ditawarkan oleh alam merupakan daya tarik tersendiri.
Pemasangan fasilitas modern seperti eskalator akan mengurangi esensi dari pengalaman mendaki gunung itu sendiri dan mengubah karakter Rinjani sebagai destinasi pendakian alam. "Balai TNGR juga berupaya untuk tetap menjaga autentisitas pengalaman para pendaki," ucapnya.
Selain pemasangan undakan, Kementerian Pariwisata juga berencana mengawasi dan mengendalikan Perizinan Berusaha Pengusahaan Sarana Jasa Lingkungan Wisata Alam (PB-PSWA) serta Perizinan Berusaha Penyediaan Jasa Wisata Alam (PB-PJWA). Ia menyatakan pengawasan perizinan usaha pariwisata itu sesuai kewenangan pemerintah pusat.