Liputan6.com, Jakarta - Event, termasuk di Indonesia, dinilai bukan semata perayaan, namun juga penggerak ekonomi. Dinamika penyelenggaraan acara terus bergulir di tengah berbagai tantangan, seperti ketidakpastian ekonomi global, efisiensi nasional, dan tuntutan keberlanjutan, menurut Deputi Bidang Pengembangan Penyelenggara Kegiatan Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Vinsensius Jemadu.
Merujuk itu, seberapa realistis sebenarnya pelaksaan green event di Indonesia? Ketua Umum Dewan Industri Event Indonesia (IVENDO), Irvan Mahidin Sukamto, mengatakan bahwa 3R: Reduce (Mengurangi), Reuse (Menggunakan Kembali), dan Recycle (Mendaur Ulang) sebenarnya telah digadang-gadang sejak 2019.
"Kami sudah mengurangi cetakan (yang berarti mengurangi limbah kertas). Semua sudah pakai soft copy, seperti di acara-acara seperti corporate meeting, itu sangat bisa dilakukan, meski skalanya lebih kecil dari event semacam konser," katanya di acara pelantikan jajaran Dewan Pengurus Pusat (DPP) IVENDO periode 2025–2029 di Jakarta, Selasa, 29 Juli 2025.
"Kami pun sudah pernah bekerja sama dengan lembaga lain untuk menghitung jejak karbon (sebuah acara)," ia menambahkan. "Itu akan kami terapkan juga ke anggota-anggota kami, terutama yang menyelenggarakan event besar."
Tantangan Penyelenggaraan Green Event
Irvan berkata, "Secara ekosistem, (green event) sebenarnya sudah dibentuk, tinggal penerapannya, karena memang kita juga tidak bisa melepaskan segala sesuatu yang green berarti bujet tambahan, dan tidak semua klien mau itu, karena dianggap beban."
"Jadi," ia menyambung. "Itu memang PR kami untuk mengedukasi, selain ke sesama anggota kami, informasi ini kami sampaikan juga ke klien-klien kami. Mungkin bisa dimulai dengan menyediakan tempat sampah tiga warna untuk memudahkan proses pilah sampah."
Klien dalam kategori multi-national company, kata Irvan, jadi yang terdepan terkait penyelenggaraan acara lebih ramah lingkungan, karena biasanya itu jadi bagian "komitmen perusahaan tersebut secara global." "Tinggal secara regional dan nasional, itu yang akan terus kami edukasi," ujar dia.
Selain dengan semangat green, acara berkelanjutan juga mengarah pada penerapan poin-poin lain dari Sustainable Development Goals (SDGs). "Maka itu, kami sekarang juga tengah mendorong acara yang ramah disabilitas," ucap Irvan.
Asa Naik Kelas
Selama masa jabatannya, Irvan mengatakan, target utamanya adalah sertifikasi gratis bagi anggota mereka. "Sekurang-kurangnya, kami menargetkan sekitar 500 sertifikasi yang akan disebar dalam beberapa waktu mendatang. Tidak akan bisa kalau selesai tahun ini saja," kata dia.
"Kemudian, kami pastinya juga akan menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk asosiasi, lalu sejumlah event di Indonesia maupun di luar negeri," imbuhnya. "Targetnya IVENDO naik kelas biar bisa diperhitungkan di kancah internasional."
Di skala nasional, Irvan menjanjikan, IVENDO akan punya sejumlah acara yang mereka rancang sendiri, jadi tidak sekadar jemput klien. "Itu akan kami lakukan dalam waktu dekat," sebutnya, kendati belum menyebutkan kapan waktu pastinya.
Merancang acara sendiri juga jadi cara merek terus bergerak di tengah efisiensi nasional. "Anggota kami, terutama yang kliennya kementerian/lembaga memang terdampak, jadi kami akan coba cari peluang-peluang lain dengan membuat event di daerah dengan berbasis kearifan lokal."
Pengkajian Menpar
Bulan lalu, Menteri Pariwisata (Menpar) Widiyanti Putri Wardhana mengaku sedang mengkaji laporan tentang 100 tenaga kerja pariwisata di Bali yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tahun ini. Salah satu penyebabnya diduga karena kunjungan wisata dari gelaran event di Bali menurun, awal tahun ini.
"Mengenai PHK, kami sedang mengkaji," kata Menpar Widiyanti usai membuka Bali and Beyond Travel Fair (BBTF) di Kabupaten Badung, Rabu, 11 Juni 2025, dilansir dari Antara.
Dinas Ketenagakerjaan Bali mendata sekitar 100 laporan PHK terhadap tenaga kerja pariwisata di Kabupaten Badung yang dikaitkan dengan turunnya agenda Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) dan konferensi yang biasa digelar pemerintah.
Menteri Pariwisata menyadari hal itu, ia memahami beberapa bulan terakhir terjadi penurunan okupansi di sektor pariwisata. Menpar Widiyanti mengakui hal ini terjadi karena penyesuaian pola penghematan anggaran pemerintah.
Namun, setelah Kementerian Dalam Negeri mengeluarkan kebijakan baru yaitu pemerintah daerah bisa melakukan pertemuan di hotel dan restoran, semestinya kondisi industri pariwisata menurut Menpar dapat membaik.