Liputan6.com, Jakarta - Industri kecantikan telah mengalami perubahan besar, dari rutinitas pembersihan tiga langkah jadi memprioritaskan skincare anti-aging di usia muda. Sebelumnya, produk perawatan kulit yang secara khusus diperuntukkan bagi kelompok lebih matang, seperti retinol, kini ditemukan di laci kecantikan Gen Z.
Apa yang mendorong tren ini? Apakah ini pilihan yang cerdas berdasarkan ilmu perawatan kulit atau sekadar hasil sampingan dari perubahan standar kecantikan dan sikap terhadap perawatan kulit? Meski menjanjikan keuntungan jangka panjang, produk-produk ini juga memerlukan penggunaan dan panduan yang cermat agar benar-benar efektif dan aman.
Melansir India Today, Jumat, 4 Juli 2025, obsesi masyarakat terhadap kulit cantik nan "awet muda" dan "bercahaya" telah menciptakan rutinitas perawatan yang proaktif. Dengan media sosial, rutinitas perawatan telah berubah jadi ritual pembuatan konten, kebiasaan yang dipamerkan pada publik, bukan hanya untuk perawatan pribadi.
Para influencer media sosial tanpa lelah mempromosikan dan menyebarluaskan trik "anti-penuaan." Mereka juga menyebarkan sorotan transformasi viral dan video rekomendasi produk yang tidak ada habisnya.
Tren Skincare Anti-aging untuk Anak Muda
"Saya mulai menggunakan produk anti-aging, seperti retinol sekitar usia 19 tahun, meski saya tidak terlalu sering menggunakannya. Saya lebih banyak dipengaruhi media sosial dan orang-orang di sekitar saya yang mulai fokus pada perawatan kulit," kata Maria yang berusia 21 tahun, yang berpikir bahwa produk anti-aging dapat menunda munculnya kerutan.
Amit Bhasin, dokter kulit dan pendiri PrivLux Skin & Wellness Clinic, menjelaskan, "Tren ini didorong tekanan pemasaran, di mana kemasan yang cantik, iklan viral, atau merek yang didukung selebritas (sering kali tanpa penelitian atau dukungan dermatologis) meyakinkan orang memulai perawatan yang mungkin tidak aman bagi mereka."
Ketika dr. Bhasin bertanya pada seorang pasien mengapa mereka membeli produk tertentu, jawabannya datang dengan cepat, "Karena saya menyukai kemasannya," atau "Saya melihat seseorang yang terkenal menggunakannya." "Pembelian impulsif semacam ini, yang didasarkan pada daya tarik estetika dan bukan sains, mengkhawatirkan," imbuhnya.
Ahli dermatologi, dr. Kiran Sethi, pendiri Isya Aesthetics, setuju, menyebut, "Orang-orang terbuai pemasaran, itulah sebabnya pemasaran ada. Pemasaran berhasil. Itulah sebabnya dokter dibutuhkan untuk menyaring berita."
Kulit di Usia 20-an
Sementara banyak orang berusia 20-an beralih ke produk anti-aging dengan harapan dapat memperbaiki tekstur kulit mereka, tidak semua orang menyadari bagaimana sebenarnya kulit mereka berfungsi pada usia tersebut.
Kulit di usia 20-an secara alami sudah kaya akan kolagen, bahan pembangun utama kulit, dan cenderung memiliki pergantian sel yang lebih cepat, itulah sebabnya dokter kulit sering merekomendasikan rutinitas yang minimal dan protektif daripada langsung menggunakan formula yang mengandung banyak bahan aktif.
"Anda masih memiliki kadar kolagen positif hingga usia 25 tahun dan penurunannya sekitar satu persen per tahun. Namun, penuaan yang terlihat biasanya terjadi di usia 30-an. Saya pikir, kita dapat mempertimbangkan produk anti-penuaan setelah usia 30 tahun," kata Dr. Sethi.
Aarushi, 27 tahun, mulai menggunakan retinol beberapa bulan lalu setelah pindah dari London ke India. Dia menyadari tanda-tanda awal jerawat komedo, dan ingin bertindak lebih awal. "Untuk mengatasi masalah ini, saya melakukan riset daring, lalu berkonsultasi dengan dokter kulit ibu saya dan membeli krim kecantikan Korea yang terkenal, yang tidak direkomendasikan dokter," katanya.
Jangan Pakai Terlalu Banyak Bahan Aktif
Arushi menggunakannya dua hingga tiga kali seminggu, hanya pada malam hari, dan sejauh ini hasilnya relatif baik. "Untungnya, saya belum merasakan efek negatif apapun sampai sekarang. Sejujurnya, saya belum melihat perubahan apapun di leher saya, tapi saya melihat perbedaan besar pada jerawat saya. Jerawat saya berkurang cukup banyak sejak saya mulai menggunakan retinol," katanya.
Banyak dokter kulit kini mengatakan bahwa penggunaan bahan aktif secara berlebihan di usia muda dapat lebih banyak menimbulkan kerugian daripada manfaat. "Saya melihat akibatnya setiap hari di klinik saya, luka bakar akibat bahan kimia, pigmentasi parah, penipisan kulit, atau hiperpigmentasi pascainflamasi (PIH), semuanya karena mereka 'merawat' diri dengan bahan aktif, seperti retinol, tanpa memahami cara menggunakannya," dr. Bhasin memperingatkan.
Dokter Sethi menambahkan, anak-anak muda menggunakan banyak bahan aktif dan menggabungkannya dengan rol dan guasha, membuat mereka mengalami kerusakan skin barrier yang mengakibatkan kulit sensitif, rentan rosacea, dan teriritasi.
"Penggunaan yang berlebihan akan berdampak sebaliknya dari tujuan untuk mendapatkan kulit yang cantik. Tanda-tanda penggunaan berlebihan meliputi kulit merah, meradang, kering, rentan berjerawat, dan sensitif," katanya.