Liputan6.com, Jakarta - Perang Israel Iran telah mengakibatkan disrupsi perjalanan udara, dengan belasan maskapai menunda maupun membatalkan penerbangan mereka. Alhasil, tidak sedikit turis yang terdampar di negara-negara terdampak, terutama di wilayah Timur Tengah.
Salah satunya, melansir The National, Minggu (22/6/2025), pemandangan di luar kantor Iraqi Airways di beberapa negara sudah "sangat familiar." Para pelancong yang marah dan putus asa ingin segera pulang, meneriaki para karyawan, keluarga yang menunggu selama berjam-jam, dan beberapa bahkan tidur di luar dengan harapan mendapatkan tiket.
"Situasinya benar-benar kacau," kata warga negara Irak Mujtaba pada outlet tersebut saat ia berdiri di luar kantor Iraqi Airways di Beirut pada Rabu malam, 18 Juni 2025. Bersama dua orang temannya, pria berusia 26 tahun tersebut berangkat ke Beirut pada awal Juni untuk merayakan Iduladha.
Mereka seharusnya kembali pada Senin, 16 Juni 2025. "Saya sudah berada di sini selama empat hari sekarang, bolak-balik," katanya. "Mereka menipu kami, ada keluarga yang kehabisan uang dan yang lainnya tidak punya apa-apa untuk dimakan."
Tuduhan Getok Harga
Banyak pelancong menuduh bahwa karyawan Iraqi Airways memanfaatkan situasi ini, dengan meminta harga tiket yang sangat tinggi. "Mereka meminta kami membayar sekitar 850 dolar AS (sekitar Rp14 juta) hanya untuk mendapatkan tempat duduk," kata Mujtaba.
Pejabat Iraqi Airways mengatakan bahwa mereka sedang menyelidiki klaim tersebut. Seorang pelancong lain di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA), yang meminta identitasnya dirahasiakan, menunggu selama tiga hari untuk mendapatkan tiketnya.
"Kekacauan terjadi selama beberapa hari terakhir, tapi berkat konsulat Irak dan karyawan kedutaan yang mengawasi proses hari ini, mereka dengan cermat memeriksa daftar dan berkoordinasi dengan Baghdad mengenai nomor dan nama," katanya.
Situasi ini semakin rumit dengan meningkatnya biaya transportasi darat, sehingga menyulitkan mereka yang berhasil kembali melalui jalur darat. Harga satu kursi di taksi dan SUV dari Amman ke Baghdad telah melonjak dari 50 dolar AS (sekitar Rp820 ribu) jadi antara 250─300 dolar AS (sekitar Rp4,1 juta─Rp4,9 juta).
Pindah-Pindah untuk Berlindung
Pengakuan lain datang dari sepasang turis, Karen dan Omri Mamon, warga negara Amerika-Israel, yang pergi ke Israel bulan lalu untuk menghadiri pernikahan saudara perempuan Omri. Mereka tidak tahu bahwa mereka akan menghabiskan liburan mereka dengan berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain, mencari tempat berlindung.
Seminggu setelah pernikahan, Israel melancarkan serangan mendadak ke Iran, dan rudal-rudal mulai beterbangan di langit, memaksa kedua wilayah udara ditutup. Sebagian besar penerbangan dari Bandara Ben Gurion di Tel Aviv dibatalkan, membuat banyak orang terlantar dan tidak dapat pulang.
"Malam pertama, kami pergi ke tempat penampungan tiga kali, dan sejak itu, kami hanya berpindah-pindah dari satu rumah ke rumah lain untuk mencari kamar yang aman. Kami telah berusaha mencari jalan keluar dari Israel dan kembali ke Florida sejak saat itu," kata Omri pada CNN.
Mamon mengatakan mereka pernah tinggal di Israel sebelumnya dan mengalami harus berlindung, "tapi kali ini berbeda." "Bomnya lebih besar, suaranya sangat keras. Anda mendengar bom di mana-mana," tambahnya.
Bagaimana dengan WNI?
Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono menyebut, ada 97 WNI yang telah dievakuasi dari kawasan terdampak perang Israel-Iran. "Sembilan puluh tujuh orang itu terdiri dari 93 WNI, tiga staf kedutaan, dan satu warga negara asing (warga negara Iran yang merupakan pasangan dari WNI)," ucapnya, lapor kanal News Liputan6.com, Sabtu, 21 Juni 2025.
"Alhamdulillah, (mereka sudah) melewati perbatasan Iran-Azerbaijan, dan sekarang sedang beristirahat di Baku," Menlu menambahkan. Ia menjelaskan, evakuasi dilakukan melalui jalur darat dengan waktu tempuh sekitar 16 jam.
"Alhamdulillah berjalan cukup aman dan lancar, mengingat situasi perbatasan yang agak (lebih) ramai daripada biasanya," ungkap Sugiono. Di waktu yang sama, pihaknya juga mengevakuasi empat WNI di wilayah Israel melalui Yordania.
"Kami berharap dukungan dan doa dari saudara-saudara sekalian agar proses evakuasi saudara-saudara kita bisa berjalan dengan lancar, dan situasi ini segera mereda," pungkasnya.