Liputan6.com, Jakarta - Berjudul "Mencari Semar," lakon terbaru Teater Koma membawa penonton pada pertemuan antara cerita wayang dan dunia masa depan. Ceritanya menampilkan Semar, panakawan bijak yang telah pensiun dari tugasnya sebagai penuntun ksatria.
Ia hidup damai, namun di tubuhnya tersimpan pusaka Jimat Kalimasada yang diyakini mampu menulis ulang takdir sebuah peradaban, sehingga banyak pihak berusaha mendapatkannya. Lakon ini ditulis dan disutradarai Rangga Riantiarno.
"Ceritanya terinspirasi lakon-lakon wayang Teater Koma sebelumnya, dipadukan dengan kemajuan teknologi yang mendekati kisah fiksi ilmiah," kata dia saat jumpa pers di Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Produksi pentas ini juga melibatkan Bakti Budaya Djarum Foundation. "Kami percaya bahwa seni memiliki kekuatan untuk menyentuh, menginspirasi, dan menjembatani generasi dalam mengenal kekayaan budaya bangsa," ujar Program Manager Bakti Budaya Djarum Foundation, Billy Gamaliel, di kesempatan yang sama.
Lima Agen dan Misi Menemukan Pusaka
Latar cerita "Mencari Semar" berada di Kekaisaran Nimacha, sebuah negeri futuristik yang kehidupan masyarakatnya diatur Perintah Utama. Perintah ini telah berkali-kali diubah, menimbulkan kekacauan dan ancaman kehancuran. Demi menyelamatkan negeri, lima agen ditugaskan mencari jalan keluar.
Dalam pencarian mereka, ditemukan catatan kuno tentang Jimat Kalimasada yang tersimpan di tubuh Semar. Pusaka itu diyakini mampu menulis ulang Perintah Utama, memulihkan keseimbangan kekaisaran, dan menyelamatkan masa depan. Namun untuk mengeluarkannya, Semar harus dibawa ke Ruang Putih, tempat ilusi yang dirancang untuk menarik jimat tersebut dari dalam tubuhnya.
"'Mencari Semar' adalah naskah panjang pertama yang saya tulis untuk Teater Koma, membayangkan dunia pewayangan tanpa bimbingan Semar yang telah lama pensiun," ujar Rangga.
Cerita ini bukan hanya soal pencarian benda sakti, tapi juga menggambarkan dilema moral Semar yang harus memilih antara mempertahankan kehidupannya yang damai atau kembali terlibat dalam urusan besar yang menentukan nasib banyak orang.
Panggung yang Ikut Bercerita
Selain alur cerita yang memikat, pentas "Mencari Semar" juga menonjol lewat tata panggung yang dirancang Deden Bulqini. Panggungnya tidak semata jadi latar, melainkan ikut berperan dalam alur cerita.
"Dengan bantuan teknologi proyeksi, elemen suara, dan tata cahaya yang dirancang menyatu, kami menghadirkan dimensi waktu yang tidak statis, sejalan dengan cerita tentang Semar yang terjebak dalam putaran waktu," tutur Deden.
Melalui teknologi proyeksi visual interaktif, tata cahaya dinamis, dan efek suara yang menyatu, suasana di panggung dapat berubah drastis sesuai adegan. Penonton dibawa menyelurusi ruang-ruang futuristik yang dingin hingga lanskap ilusi yang memukau.
Perpindahan ini dibuat seolah alami, sehingga penonton merasa benar-benar ikut berada di dalam cerita. Meski mengusung teknologi modern, Teater Koma tetap mempertahankan ciri khasnya melalui kostum penuh warna, nyanyian jenaka, tarian teatrikal, dan humor cerdas.
Kombinasi antara inovasi panggung dan kekayaan tradisi inilah yang menjadikan "Mencari Semar" berbeda, mengajak penonton menikmati pertunjukan dengan cara yang segar tanpa kehilangan kehangatan khas Teater Koma.
Jejak Panjang Teater Koma
Pentas lakon terbaru Teater Koma berlangsung pada 13 sampai 17 Agustus 2025. di Ciputra Artpreneur, Jakarta. Harga tiketnya dijual mulai dari Rp100 ribu.
Teater Koma telah hadir di dunia seni pertunjukan Indonesia sejak 1977 dan konsisten menampilkan dua produksi setiap tahun. Pada usia ke-48, mereka tetap menjaga semangat untuk berkarya. "Momentum ini kami jaga sebagai bagian dari perjalanan menuju ulang tahun ke-50 Teater Koma pada 2027," kata produser Teater Koma, Ratna Riantiarno.
Penonton Teater Koma kini datang dari tiga sampai empat generasi, menjadi bukti bahwa karya mereka mampu melintasi waktu dan selera. Dukungan dari publik jadi energi besar bagi kelompok teater ini untuk terus berinovasi tanpa meninggalkan akar budaya.
Dalam produksi Mencari Semar, Bakti Budaya Djarum Foundation jadi mitra dengan visi yang sejalan. Sejak 1992, mereka telah mendukung lebih dari lima ribu kegiatan budaya di Indonesia. Salah satunya adalah pelatihan membatik di Kudus yang membantu menjaga warisan batik tetap hidup di tengah perkembangan zaman.