Liputan6.com, Jakarta - Sekelompok aktivis bersepeda menuju KTT iklim terbesar di dunia, COP30, yang bakal berlangsung di Belem, Brasil, bulan depan. Perjalanan mereka sepenuhnya dilakukan tanpa naik pesawat, bermaksud mendorong transportasi lebih ramah lingkungan untuk acara tersebut.
Melansir Japan Today, Rabu (15/10/2025), ratusan pesepeda bersepeda melintasi Eropa dalam beberapa minggu terakhir. Mereka bertemu di Portugal, tempat sekelompok orang menaiki perahu layar menuju Brasil.
KTT ini diperkirakan akan menarik puluhan ribu negosiator, ilmuwan, dan aktivis, sementara pemerintah di bawah tekanan untuk menyepakati langkah-langkah yang lebih kuat guna melindungi Amazon dan menghapus bahan bakar fosil.
COP30 Bike Ride dimulai di Azerbaijan, tuan rumah KTT COP29 tahun lalu, dan telah menempuh jarak hampir delapan ribu kilometer melintasi Eurasia dalam 20 minggu. Lebih dari 600 pesepeda telah berpartisipasi dalam berbagai segmen perjalanan.
Cabang kedua dari inisiatif ini mencakup tambahan 1.800 kilometer melintasi Eropa utara dengan 200 pesepeda tambahan. Sementara itu, yang lainnya bersepeda melintasi wilayah Afrika timur dan selatan.
"Pesan utama yang ingin kami sampaikan pada para pemimpin dunia dan masyarakat umum adalah bersepeda harus dianggap sebagai pilihan serius untuk mengurangi emisi karbon terkait transportasi," kata penyelenggara dan peserta asal Belanda, Jolein Schorel.
Perjalanan Simbolis Sejak COP29
Schorel berkata, "Bersepeda juga lebih sehat, lebih murah, menyenangkan, dan salah satu pilihan yang paling layak untuk diterapkan jika kota-kota berinvestasi dalam infrastruktur."
Ia menyebut, proyek ini berkembang dari perjalanan simbolis menuju COP29 di Baku, di mana para pesepeda menyerahkan spanduk pada delegasi Brasil yang berjanji untuk mencapai COP30 dengan cara yang sama.
Perjalanan ini telah menyentuh hati komunitas yang mereka lewati. Di Zambia, anak-anak sekolah mendengarkan dengan saksama ketika para pesepeda menggambarkan perjalanan mereka melintasi ribuan kilometer dengan sepeda.
Berbicara pada AP, Schorel menceritakan apa yang didengarnya dalam panggilan telepon dari Enock Kitheka, salah satu pesepeda yang memimpin perjalanan melintasi Afrika.
"Seorang anak laki-laki hanya punya satu koin, dan dia berkata, 'Saya tidak punya banyak, tapi saya ingin mendukung perjalananmu. Mungkin cukup untuk membeli air." Itu sangat menyentuh,” katanya.
Berlayar Menuju COP30
Bagi Schorel, perjalanan ini sangat personal. "Bagi saya, sungguh istimewa melihat begitu banyak orang di seluruh dunia bekerja sama untuk mewujudkannya," katanya.
"Orang-orang bergabung dengan bersepeda, mengatur akomodasi, menghubungi pemerintah kota, dan semuanya saling berkoordinasi. Hal ini membuat perjalanan ini, baik internasional maupun lokal, sangat terhubung. Ketika kami tiba di sebuah kota, kami sering disambut dengan sangat hangat."
Setelah berminggu-minggu bersepeda melintasi Eurasia, mereka berlayar ke Brasil, alih-alih naik pesawat, menggarisbawahi janji mereka menghindari transportasi berbahan bakar fosil. Para peserta mengatakan, pendekatan mereka bertujuan menjangkau "hati, pikiran, dan tangan."
COP30 di Belem
Hati melalui kisah-kisah komunitas yang mereka temui, pikiran melalui proposal kebijakan praktis, dan tangan dengan menyelesaikan perjalanan tanpa membakar bahan bakar fosil.
Setibanya di Belem, para pesepeda dari berbagai cabang akan berkumpul kembali dan bersepeda bersama menuju kota gerbang Amazon. Mereka berencana menyampaikan tuntutan mereka pada para negosiator saat COP30 dibuka.
"Kami mungkin kelompok kecil, tapi suara kami—dan kayuhan kami—menunjukkan bahwa kami masih dapat memilih jalan yang berbeda," kata Schorel.
Berbeda dengan edisi-edisi sebelumnya, COP30 tidak mengusung satu tema utama atau sasaran tunggal, lapor CNA, seperti dirangkum kanal Global Liputan6.com. Meski begitu, negara-negara berkembang yang paling terdampak perubahan iklim tetap menuntut aksi nyata dan dukungan finansial dari negara-negara kaya yang selama ini jadi penyumbang emisi terbesar.