Liputan6.com, Jakarta Tragedi ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, memasuki hari kesembilan. Tercatat, ada sebanyak 167 orang menjadi korban dari peristiwa itu.
Dari total jumlah tersebut, terdapat 104 orang selamat, sedangkan 63 orang meninggal dunia. Basarnas secara resmi menutup operasi pencarian korban, Selasa (7/10/2025).
Liputan6.com mencoba merangkum tragedi musibah non alam ini mulai hari pertama ambruk bangunan musala ponpes Al Khoziny pada Senin 29 September hingga hari ini.
Ponpes Empat Lantai Ambruk di Sidoarjo
Bangunan empat lantai Pondok Pesantren Al-Khoziny di Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur, ambruk sekitar pukul 15.35 WIB, Senin (29/09). Sejumlah orang termasuk para santri menjadi korban, terjebak dalam reruntuhan.
Kepala Kantor SAR Surabaya selaku SAR Mission Coordinator (SMC) Nanang Sigit mengatakan, kejadian ini bermula saat dilakukan pengecoran di lantai empat sejak pagi. "Diduga fondasi tidak kuat sehingga bangunan dari lantai empat runtuh hingga lantai dasar," ujarnya.
Sebanyak 2 Tim Rescue Kantor Basarnas Surabaya yang terdiri dari 13 personel dikerahkan menuju Pondok Pesantren Al Khoziny.
Tim pertama yang tiba segera melakukan assessment awal di lokasi kejadian. Setelah melakukan asessment, tim SAR gabungan mendapati adanya tanda tanda dua korban dalam keadaan selamat dibawah reruntuhan.
"Jumlah korban semuanya belum diketahui secara pasti," tegasnya.
Tim kedua tiba dengan bantuan peralatan tambahan dan tim SAR gabungan langsung melakukan pembukaan akses dengan menggunakan peralatan ekstrikasi.
99 Orang Santri Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Berhasil Dievakuasi
Selasa (30/09/2025). Berdasarkan data sementara, terdapat 100 orang santri menjadi korban dalam peristiwa ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Kecamatan Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Dari jumlah tersebut, 99 orang berhasil diselamatkan, di mana delapan orang dievakuasi tim SAR gabungan dan 91 orang melakukan evakuasi mandiri setelah kejadian. Sementara itu, satu orang dilaporkan meninggal dunia.
"Hingga Selasa dini hari tadi, tim SAR gabungan berhasil mengevakuasi delapan orang korban dalam kondisi selamat dari reruntuhan," ujar Kepala Kantor SAR Kelas A Surabaya, Nanang Sigit, selaku SAR Mission Coordinator (SMC), Selasa (30/9).
Nanang menjelaskan bahwa tujuh korban pertama ditemukan dan dievakuasi pada Senin 29 September kemarin malam.
Korban pertama berhasil diselamatkan, pada Senin (29/9/2025) pukul 18.01 WIB, disusul korban kedua pada pukul 18.16 WIB. Selanjutnya, korban ketiga dievakuasi pukul 19.00 WIB, korban keempat pukul 19.16 WIB, korban kelima pukul 19.38 WIB.
"Korban keenam pukul 20.55 WIB, korban ketujuh pada pukul 22.01 WIB, dan korban kedelapan ditemukan pada pukul 01.58 WIB, dini hari tadi," ucap Nanang.
“Meski menghadapi kondisi reruntuhan bangunan yang tidak stabil dan banyaknya material di lokasi, tim SAR tetap berupaya mengevakuasi korban dengan mengutamakan keselamatan,” imbuh Nanang.
Kedelapan korban yang berhasil dievakuasi selanjutnya dibawa ke sejumlah rumah sakit di Sidoarjo, seperti RSUD Notopuro, RS Delta Surya, dan RSI Siti Hajar, guna mendapatkan perawatan medis sesuai kondisi masing-masing.
Nanang menambahkan, kendala utama dalam proses evakuasi adalah kondisi struktur bangunan yang rapuh serta timbunan material beton yang menyulitkan pergerakan tim.
"Meski demikian, operasi penyelamatan terus dilanjutkan dengan dukungan penuh berbagai unsur SAR," ujar Nanang.
Musala Ponpes Al Khoziny Sidoarjo Ambruk Diduga Akibat Cor Tidak Kuat Tahan Beban
Pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny KH Abdus Salam Mujib menyebut, penyebab ambruknya bangunan tersebut diduga penopang pengecoran tidak kuat menahan beban.
“Sepertinya penopang cor itu tidak pas, sehingga ambruk ke bawah,” ujarnya saat konferensi pers bersama sejumlah jurnalis di Sidoarjo.
Dia mengatakan, bahwa ambruknya bangunan terjadi ketika proses pengecoran lantai tiga baru saja selesai.
“Pengecoran itu dimulai sejak pagi dan selesai sekitar pukul 12 siang. Jadi ini pengecoran yang terakhir saja,” ucapnya.
Di memastikan bangunan tersebut belum ditempati santri lantaran masih tahap pembangunan.
"Bangunan baru tiga lantai, rencana nanti sampai empat lantai dengan atap dak. Lantai bawah memang sudah dipakai untuk salat, tapi lantai atas masih kosong,” ujarnya.
Meski begitu, saat insiden terjadi disebutkan ada jemaah salat Asar di lantai dasar bangunan tersebut. Namun KH Abdus Salam mengaku tidak mengetahui jumlah pastinya.
Dia mengungkapkan, pembangunan gedung dikerjakan secara bertahap. "Bagian atas bangunan rencananya akan digunakan untuk ruang kelas dan kegiatan santri, sementara lantai bawah sudah difungsikan sebagai musala," ujarnya.
Dia juga menekankan musibah ini harus diterima dengan penuh kesabaran. “Saya kira memang ini takdir dari Allah. Jadi semuanya harus bisa bersabar dan mudah-mudahan diberi ganti oleh Allah yang lebih baik, serta dibalas dengan pahala,” ucapnya.
Bangun Dulu, Izin Menyusul
Ambruknya bangunan tiga lantai Pondok Pesantren Al-Khoziny memunculkan perhatian serius dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sidoarjo terkait perizinan pembangunan rumah ibadah maupun pondok pesantren.
Bupati Sidoarjo, Subandi menegaskan, banyak pondok pesantren yang kerap membangun masjid maupun gedung tanpa terlebih dahulu mengurus Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau kini disebut Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Padahal, menurutnya, izin tersebut penting untuk memastikan standar konstruksi terpenuhi.
“Sering kali pondok itu langsung membangun dulu, izinnya baru menyusul. Mestinya sebelum membangun, semua perizinan, termasuk IMB, harus selesai lebih dulu supaya konstruksi sesuai standar,” ujarnya kepada jurnalis saat siaran langsung, Senin (29/9).
Bupati Subandi menambahkan, dari hasil pengecekan, bangunan ponpes yang ambruk tersebut ternyata belum mengantongi izin resmi. Kondisi ini diperparah oleh konstruksi yang tidak sesuai standar sehingga tidak mampu menahan beban saat pengecoran di lantai tiga.
Sebagai langkah tindak lanjut, Pemkab Sidoarjo berencana menyelesaikan persoalan perizinan bangunan pondok pesantren bersama pemerintah daerah dan pihak terkait.
“Kalau ada bangunan masjid atau pondok pesantren, harus diperhatikan dulu izinnya agar tidak terjadi hal serupa. Keselamatan warga, terutama dalam beribadah, harus menjadi prioritas,” ucap Bupati Subandi.
Saat ini, tim gabungan dari Pemkab Sidoarjo, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur telah melakukan mitigasi dan investigasi untuk mengetahui penyebab pasti runtuhnya bangunan.
Terkait pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban, Bupati Subandi mengatakan hal itu masih menunggu hasil investigasi.
“Kita tidak bisa menyalahkan siapa pun lebih dulu. Semua menunggu hasil mitigasi. Jika memang terbukti ada pelanggaran perizinan atau kelalaian, maka akan ada tindakan tegas berupa pembinaan daerah,” ujarnya.
Pemkab berharap kejadian ini menjadi pelajaran agar pembangunan fasilitas umum, khususnya di pondok pesantren, lebih memperhatikan aspek legalitas dan standar konstruksi demi keselamatan bersama.
Cerita Santri Lolos dari Maut Karena Buang Air Kecil
Muhammad Zahrawi (17) santri asal Bangkalan, Madura, lolos dari maut karena meninggalkan saf salat Ashar untuk ke kamar mandi.
Santri kelas 10 itu menceritakan, saat itu dia sudah bersiap mengikuti salat berjemaah di musala. Namun beberapa detik sebelum salat dimulai, ia keluar dari barisan jamaah karena ingin buang air kecil.
“Saya keluar saf untuk pipis. Saat saya sampai di kamar mandi pipis, tiba-tiba terdengar suara gemuruh keras dari arah musala," kata Zahrawi, Selasa (30/29).
Ketika ia kembali, pemandangan yang disaksikan sungguh memilukan. Musala sudah rata dengan reruntuhan bangunan, jemaah salat tertimbun beton.
“Saya sempat melihat tiga orang santri MTs meninggal tertimbun reruntuhan,” kata Zahrawi.
Menurut Zahrawi, sebelum kejadian, seorang santri yang membantu pembangunan sempat mengingatkan bahwa bangunan di atas mulai bergerak tidak stabil. Namun informasi tersebut tak sempat sampai ke pengurus, lantaran sebagian besar tengah melaksanakan salat Ashar.
Bangunan musala yang ambruk berada di lantai satu. Musibah ini dipicu ketidakmampuan struktur menahan beban bangunan baru yang tengah dibangun hingga lantai tiga. Diduga, beban cor dan material terlalu berat sehingga lantai dasar tidak kuat menopang.
Sejumlah korban berhasil dievakuasi, sementara puluhan lainnya masih dalam pencarian. Proses evakuasi diperkirakan membutuhkan waktu panjang, mengingat bangunan yang ambruk cukup besar, material berat, dan lokasi musala berada di bagian tengah kompleks pondok.
Tragedi ini meninggalkan duka mendalam, sekaligus menjadi pengingat betapa rapuhnya kehidupan. Zahrawi, yang selamat karena alasan sederhana, mengaku tak pernah menyangka hidupnya masih diselamatkan. “Saya masih diberi umur panjang, terima kasih Ya Allah,” ujarnya.
Tim SAR Gabungan Selamatkan 3 Santri Korban Reruntuhan Ponpes Al Khoziny
Tim rescue Kota Surabaya terus berupaya melakukan penyelamatan para santri korban reruntuhan bangunan di Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny, Sidoarjo. Bersama tim gabungan, proses evakuasi yang penuh tantangan di tengah medan sulit tersebut berhasil menyelamatkan sejumlah santri.
Kepala Dinas Pemadam Kebakaran dan Penyelamatan (DPKP) Kota Surabaya, Laksita Rini Sevriani, menjelaskan betapa sulitnya kondisi di lokasi. Tim harus menghadapi medan reruntuhan yang sempit dan berbahaya.
"Memang situasinya, kondisinya, sangat sulit. Dengan alat yang kita miliki, seperti kamera dan live detector memungkinkan teman-teman bisa memantau posisi dan kondisi para korban," kata Laksita Rini, Rabu (1/10).
Laksita Rini menjelaskan proses evakuasi dramatis beberapa santri yang berhasil diselamatkan, termasuk Yusuf, Haikal, dan Deni. Meskipun celah reruntuhan sangat kecil, jeritan anak-anak berhasil terpantau oleh tim.
"Alhamdulillah tim rescue bisa menyelamatkan. Kemarin yang awalnya kan ada Yusuf sama Haikal," jelasnya.
Ia menerangkan, Yusuf berhasil dievakuasi terlebih dahulu. Namun, evakuasi Haikal menghadapi kesulitan ekstrem karena posisi tubuhnya terjepit, tertutup oleh bordes atau material reruntuhan lain. Santri Deni juga berhasil diselamatkan.
Laksita Rini menambahkan bahwa proses evakuasi Haikal memakan waktu lama, meskipun tim sudah berupaya sejak hari sebelumnya.
Kondisinya yang terjepit dan terhalang jenazah temannya di depan memaksa tim gabungan, termasuk Basarnas, untuk memutar otak mencari cara aman untuk mengeluarkannya.
"Kondisi Haikal sangat sulit karena punggungnya terjepit dan tertutup bordes atau material reruntuhan lain. Namun, ia akhirnya berhasil diselamatkan. Saat dievakuasi, Haikal berada dalam status kuning, yang berarti masih memerlukan perawatan intensif di rumah sakit," terangnya.
Selain mengatasi bahaya reruntuhan, tim rescue juga berupaya keras menjaga kondisi psikologis korban. Komunikasi berkelanjutan dilakukan untuk memastikan korban tetap sadar dan membantu menentukan posisi mereka.
"Anak-anak (santri) banyak, dan masih ada teriak-teriakan. Tim mengajak santri berkomunikasi untuk memberikan dukungan moral, seperti sabar ya nak, serta memberikan semangat kepada anak-anak bahwa tim akan menolong," ungkapnya.
Tim juga sempat memberikan makanan dan minuman kepada korban, meskipun prosesnya sangat sulit karena kondisi korban yang hanya bisa menggerakkan tangan, seperti yang dialami Haikal.
Upaya ini dilakukan agar kesadaran para santri tetap terjaga. "Meskipun dengan tertatih-tatih, karena kalau bergeser korban sangat susah," ujarnya.
Laksita Rini mengakui bahwa perjuangan tim rescue ini adalah tantangan yang luar biasa. "Medannya cukup sulit dan ini memang tantangan yang sangat luar biasa bagi tim rescue. Mereka menyusup dengan cuma ketinggian berapa senti dengan satu kepala, sampai mepet-mepet dengan material," imbuhnya.
Meskipun demikian, tim harus bekerja ekstra hati-hati. Gempa yang terjadi pada Selasa (30/9/2025) malam, dikhawatirkan dapat menyebabkan pergerakan bangunan, membahayakan baik korban maupun jiwa para penyelamat.
"Dalam operasi gabungan ini, DPKP Surabaya mengerahkan dua tim rescue, yang masing-masing terdiri dari 6 hingga 8 personel, bekerja sama dengan Basarnas dan tim lainnya di berbagai sisi reruntuhan," pungkasnya.
Cerita Wali Santri Ponpes Al Khoziny, Dua Anaknya Lolos dari Maut
Robohnya Pondok Pesantren Al-Khoziny hingga saat ini masih terus dilakukan pencarian korban dengan menggunakan alat berat.
Ahmad Zabidi, warga Surabaya dua anaknya juga menjadi santri al Khoziny. Dua anaknya Itu, selamat dari tragedi tersebut.
Anaknya yang bernama Zidan, lanjut Zabidi, saat itu sedang salat di musala lama, sempat berlari ketika tersengat reruntuhan dan mengira gempa, namun Zidan terjebak bangunan yang sudah runtuh.
"Anak saya yang Zidan itu tidak bisa keluar, lalu dibuatkan lubang untuk jalan keluar oleh beberapa santri lainnya. Zidan pun selamat," ujar Zabidi, Sabtu (4/10).
Namun sebelum itu, Zidan juga sempat membantu santri-santri lainnya yang terjebak bangunan runtuh untuk keluar.
Tetapi, ketika baru bisa membatu lima santri, Zidan sempat menyampaikan permintaan maaf kepada santri-santri lainnya yang terkena reruntuhan bangunan, bahwa ia tidak bisa menolong lagi, karena harus pergi lantaran khawatir ada bangunan yang roboh lagi.
"Jadi anak saya minta maaf ke teman-temannya. Dia bilang, Sepurane Yo, Rek. Aku wes ga isoh nolong (maaf ya, aku tidak bisa menolong lagi," kata Zabidi menirukan anaknya.
Sementara berbeda lagi dengan anak Zabidi yang bernama Muhammad Ubaid Hamdani yang berusia 18 tahun.
Sebelum tragedi tersebut, kata Zabidi, Ubaid sempat ikut membantu proses pengecoran musala yang ambruk itu.
Karena mendengar adzan, Ubaid turun dari lantai 3 dan istirahat. Dan saat istirahat itulah bangunan mendadak ambruk dan dia pun lolos dari maut.
Terkait anaknya yang ikut mengecor, Ahmad Zabidi pun tak mempermasalahkan. Baginya itu dianggap sebagai ladang pahala dan berkah, mengingat Ahmad Zabidi saat kecil, juga pernah mondok dan ikut kerja bakti membangun gedung pondok.
"Enggak masalah, itu ladang pahala. Toh, yang ikut membantu ngecor itu enggak semua. Kalau masih kecil-kecil ya enggak boleh," tutup Zabidi.
Setelah terjadinya robohnya bangunan pondok pesantren al khoziny buduran sidoarjo, Zabidi mengaku tidak mengalami trauma.
"Jujur saja saya ingin mengembalikan dua anak saya ke pondok jika aktifitas pondok Al Khoziny sudah kembali normal," ujarnya.
Zabidi meyakinkan kepada anak-anaknya, bahwa pondok pesantren yang tahun depan sudah berusia satu abad ini, merupakan pondok pesantren yang baik.
"Saya memberikan pemahaman kepada kedua anak saya tentang lulusan pondok Al Khoziny yang sukses, bahkan pernah para kiai besar menimba ilmu di situ, seperti kiai Hasyim Asy'ari, kiai Abdul Wahab Chasbullah, yang saat itu dikenal sebagai Pondok Buduran," ucapnya.
Zabidi juga menyampaikan kepada anaknya, bahwa pondok pesantren ini merupakan tempat resolusi jihad untuk wilayah sidoarjo sebelum para santri dan ulama ikut perang 10 november ke Surabaya.
Keluarga Korban Desak Polisi Usut Tuntas Tragedi Al Khoziny
Hamida Soetadji warga asal Sedati, Sidoarjo mengaku cucu keponakannya yang bernama Mochamad Muhfi Alfian menjadi korban tragedi ambruknya bangunan musala Pondok Pesantren (Ponpes) Al Khoziny Buduran.
"Korban yang masih berusia 16 tahun itu dan duduk di bangku kelas 1 SMA sedang menimba ilmu agama di Ponpes Al Khoziny. Anak sulung pasangan Jayanti Mandasari dan Andre Wilis ini hingga hari kesembilan tragedi ini diduga masih belum ditemukan oleh tim SAR gabungan atau belum teridentifikasi oleh tim DVI," ujarnya kepada liputan6.com di Surabaya, Selasa (7/10).
Wanita yang akrab disapa Mimied ini mengaku kecewa karena kiai ponpes Al Khoziny hingga hari ini tidak menemui wali santri.
"Hanya pengurus ponpes yang pasang badan, bukak Pak kiainya. Mereka juga tidak melakukan pendataan maupun penyempurnaan data tambahan," ucapnya.
Mimied mengungkapkan bahwa manifes data santri harusnya sudah ada di database pengurus sejak santri baru masuk ke ponpes. "Namum kami tidak dibantu untuk penyempurnaannya data," ujarnya.
Mimied menyebut, Basarnas mencari sendiri data santri yang menjadi korban tragedi Al Khoziny. "Sementara data Basarnas yang diberikan kepada pengurus ponpes tidak sesuai atau tidak sinkron," ucapnya.
Mimied menceritakan, keluarganya termasuk korban sudah pindah tempat tinggal. Saat itu, korban masuk ke ponpes Al Khoziny itu sejak masih SMP.
"Kami sudah update data perpindahan alamat tempat tinggal dan sudah kita laporkan enam bulan yang lalu, tapi pengurus ponpes tidak pernah mengupdate data tersebut," ujarnya.
Makanya, lanjut Mimied, kemarin itu ada anggota Polsek yang datang ke alamat rumah lama yang berada di Jalan Mojo Surabaya, untuk mengkonfirmasi data yang belum terupdate itu.
"Padahal faktanya kami sudah pindah ke daerah Sedati, Sidoarjo. Dan update datanya sudah kita sampai kepada pengurus ponpes," ucapnya.
Mimied menyampaikan bahwa keluarganya berjuang sendiri termasuk mencari data, ada beberapa wali santri yang merasakan itu tapi tidak berani bersuara.
"Hanya pengurus ponpes yang menghubungi bapak korban Muhfi, bukan kiai intinya. Bahkan pengurus ponpes langsung melakukan pendekatan kepada wali santri dan mendoktrin. Sedangkan Pak kiai Inti masih takut bertemu dengan wali santri," ujarnya.
Mimied menyebut, indikasi kiai ponpes Al Khoziny takut bertemu wali santri adalah mereka sudah keliru dan mengakui ketika ada pengerjaan bangunan musala. "Masa dilantai atas masih pengecoran basah tapi dibawah digunakan untuk aktivitas salat," ucapnya.
"Pertanyaan seperti itu juga sudah pernah disampaikan orang tua korban Muhfi di grup WhatsApp wali santri dan tidak ada satu pun dari pengurus ponpes yang menjawab," imbuh Mimied.
Mimied mengatakan, pengurus ponpes dari awal sampai detik ini tidak ada yang mendampingi wali santri. Banyak dari wali santri yang mencari data tambahan untuk keperluan ante mortem dan post mortem.
"Data tambahan itu baru terjadi kemarin, harusnya hal tesebut dilakukan empat atau lima hari yang lalu. Data tambahan itu diperlukan untuk percepatan proses administrasi identifikasi," ujarnya.
"Korban Muhfi hingga hari kesembilan ini diduga belum ditemukan atau teridentifikasi oleh tim DVI. Hal itu apakah datanya kurang sehingga belum ditemukan kecocokan data di ante mortem dan post mortem," tambah Mimied.
Mimied menegaskan, keluarganya dari awal peristiwa sudah mempertanyakan terjadinya tragedi atau kekeliruan konstruksi bangunan musala Ponpes Al Khoziny.
"Keluarga berharap, mendorong dan mendesak pihak kepolisian khusunya Polda Jatim untuk melakukan pemeriksaan, karena tragedi ini sudah ada unsur pidananya," ucapnya.
"Dan tetap harus ada yang bertanggungjawab atas tragedi bencana non alam ini karena peristiwa ini tidak ambruk secara alami," pungkas Mimied.
Operasi Pencarian Korban Tragedi Al Khoziny Resmi Ditutup
Operasi SAR Runtuhnya Gedung Pondok Pesantren Al-Khoziny resmi ditutup pada hari kesembilan, Selasa (07/10). Operasi ini ditutup langsung oleh Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Mohammad Syafii.
Penutupan operasi SAR ini diputuskan setelah tidak ada lagi korban yang ditemukan setelah penemuan korban terakhir pada Senin (06/10) pukul 21.03 WIB kemarin. Ia juga menjelaskan bahwa pembongkaran material reruntuhan demi pencarian korban juga telah mencapai 100 persen.
“Atas dasar Undang Undang serta pertimbangan dan masukan dari semua pihak maka saya Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan selaku Search Coordinator, pada hari ini Selasa 7 Oktober 2025 dengan ini menyatakan Operasi SAR Kondisi Membahayakan Manusia Bangunan Runtuh atau Collapse Structure Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo ditutup," ujar Marsekal Syafii.
Pada tahap akhir pencarian, tim SAR melakukan pengecekan ulang dan memastikan lagi tidak ada tanda-tanda keberadaan korban.
Operasi SAR ditutup dengan data korban terakhir dalam kejadian ini tercatat ada 171 orang korban 104 orang selamat dan 67 korban meninggal dunia diantaranya termasuk 8 body part yang ditemukan.
Seluruh jenazah korban yang berhasil dievakuasi dari lokasi reruntuhan telah diserahkan kepada Tim DVI Polda Jawa Timur untuk dilakukan proses identifikasi.
Dalam apel penutupan ini, Kabasarnas juga memberikan apresiasi kepada seluruh instansi dan unsur SAR yang tergabung dalam proses pencarian sejak hari pertama.
Kabasarnas memberikan piagam penghargaan kepada perwakilan unsur SAR atas kerja keras dan kolaborasi selama operasi SAR ini.
“Selaku Kepala Basarnas, saya menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh unsur Tim Gabungan SAR Nasional yang telah bekerja tanpa kenal lelah” ucapnya.