Liputan6.com, Jakarta - Anda yang sedang berwisata ataupun hendak berwisata ke Jepang, wajib mewaspadai gelombang panas yang sedang mendera negara itu. Pasalnya, lebih dari 10 ribu orang di Jepang dilarikan ke rumah sakit akibat serangan panas selama seminggu pada Juli 2025.
Angka itu mencetak rekkor angka mingguan tertinggi sepanjang tahun ini. Selama tujuh hari sejak 21 Juli 2025, 10.804 orang dirawat di rumah sakit akibat sengatan panas, kelelahan akibat panas, dan gangguan lainnya, yang mengakibatkan 16 kematian di 14 prefektur di seluruh negeri, menurut Badan Penanggulangan Bencana dan Kebakaran.
Di antara mereka, 260 orang memerlukan rawat inap selama lebih dari tiga minggu, sementara 3.624 orang memerlukan perawatan jangka pendek di fasilitas medis. Dari mereka yang dibawa ke rumah sakit, 55,6 persen berusia 65 tahun ke atas.
Mengutip Kyodo, Rabu (30/7/2025), data resmi menunjukkan bahwa suhu mencapai lebih dari 35 derajat celcius di ratusan titik pengamatan pada Selasa, 29 Juli 2025. Suhu di 318 dari 914 titik pengamatan di seluruh negeri mencapai lebih dari 35°C hingga pukul 15.00, waktu setempat, angka tertinggi sejak data perbandingan tersedia pada 2010.
Bahayakan Pekerja Luar Ruang
Suhu tertinggi baru tercatat di 37 lokasi, termasuk Gujo di Prefektur Gifu di Jepang tengah, yang mencapai 39,8°C. Karena suhu panas ekstrem diperkirakan akan terus berlanjut di seluruh negeri setelah Rabu, 30 Juli 2025, pihak berwenang mengimbau masyarakat untuk tetap terhidrasi dan menggunakan AC dengan benar.
Gelombang panas sebenarnya sudah terdeteksi sejak awal Juli 2025 dengan suhu melonjak ke titik tertinggi tahun ini di Tokyo. Situasi itu meningkatkan mereka yang harus bekerja di luar ruangan rentan terkena sengatan panas. Peringatan sengatan panas pun dikeluarkan di 30 dari 47 prefektur di Jepang, tertinggi tahun ini, setelah negara itu mengalami Juni terpanas yang pernah tercatat.
Panas ekstrem, yang menjadi hal biasa di Jepang pada musim panas, telah berubah menjadi bahaya besar di tempat kerja. Hal itu mendorong pemerintah untuk meluncurkan peraturan keselamatan kerja mulai bulan lalu yang mewajibkan perusahaan untuk menerapkan langkah-langkah perlindungan terhadap sengatan panas.
Jaket Ber-AC untuk Pekerja Konstruksi
Perusahaan kini diwajibkan untuk memastikan karyawan mengenakan pakaian yang memungkinkan udara masuk dengan mudah, memasang langit-langit untuk menghalangi sinar matahari, dan menyediakan ruang istirahat ber-AC atau tempat berteduh. Di sebuah lokasi konstruksi apartemen di Tokyo, yang suhunya melebihi 35 derajat Celcius untuk pertama kalinya tahun ini pada Senin, 7 Juli 2025, para pekerja Daito Trust Construction mengenakan jaket tebal ber-AC yang dilengkapi kipas pendingin di punggung mereka saat bekerja.
Jaket itu dibuat khusus, dikembangkan perusahaan bersama produsen perlengkapan konstruksi. Jaket itu menggunakan efek termoelektrik untuk meningkatkan pendinginan dan telah didistribusikan kepada 1.500 pekerja.
"Saat saya memakai rompi ini, saya tidak terlalu berkeringat, jadi saya tidak kehilangan kekuatan fisik," kata Atsushi Mizutani, seorang pekerja konstruksi berusia 47 tahun.
Pekerja konstruksi sangat berisiko terkena sengatan panas. Mereka menyumbang hampir 20 persen kematian atau penyakit akibat sengatan panas di tempat kerja pada 2023, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan.
Gelombang Panas di Jepang Makan Korban Jiwa
Jumlah keseluruhan kasus sengatan panas di tempat kerja meningkat lebih dari dua kali lipat pada tahun tersebut dibandingkan satu dekade lalu.
"Dulu, kami tidak memakai jaket ber-AC atau semacamnya dan tidak banyak kasus orang pingsan (akibat sengatan panas) seperti sekarang," kata Takami Okamura (57) yang telah menjadi pekerja konstruksi selama 34 tahun.
"Dalam beberapa tahun terakhir, jaket ber-AC dan barang-barang serupa sudah menjadi kebutuhan, yang membuat saya menyadari betapa panasnya cuaca saat ini."
Gelombang panas pada awal musim panas yang memecahkan rekor melanda sebagian besar wilayah Jepang pada Juni 2025 menyebabkan empat orang meninggal. Mereka diduga terkena serangan panas (heatstroke).
Menyikapi kondisi ini, pemerintah Jepang mengeluarkan peringatan publik. Selain itu, lebih dari 500 tempat penyejuk sementara didirikan di wilayah-wilayah yang terdampak. Layanan darurat mendesak masyarakat, terutama para lansia, untuk tetap berada di dalam ruangan, rutin mengonsumsi cairan, dan menghindari aktivitas di luar ruangan yang tidak perlu.