Liputan6.com, Jakarta - Perawatan wajah dan kulit menggunakan skincare sudah jadi kebutuhan penting seiring bertambahnya usia. Pemakaian skincare dirasa makin penting karena cuaca Indonesia yang tak menentu.
Kondisi ini membuat seseorang harus pandai dalam memilih skincare sesuai dengan jenis kulitnya. Sekarang ini banyak pilihan produk skincare, baik dari brand lokal maupun internasional. Semua menawarkan keunggulan dengan formula mumpuni sebagai penunjang perawatan kecantikan dan estetika agar penampilan lebih menarik.
Banyak yang kemudian tergiur membeli produk skincare baru, terlebih dengan harga terjangkau yang ditawarkan. Sebagian orang pun penasaran dengan skincare tersebut, sehingga rela mengganti produk untuk perawatan kulit.
Namun, apakah aman kalau kita sering gonta-ganti skincare? Menurut dokter kulit sekaligus edukator skincare dr. Giovanni Abraham, seseorang boleh saja ganti produk perawatan kulit, terutama yang masih tergolong basic skincare atau perawatan dasar yang digunakan secara teratur untuk menjaga kesehatan kulit.
Tak Boleh Sembarangan Ganti Skincare
"Kalau basic skincare kayak serum-serum gitu boleh langsung ganti," terangnya, seperti dikutip akun TikTok @dr.giovanniabraham, Minggu, 25 Mei 2025.
Namun, untuk berganti skincare tidak boleh sembarangan. Harus bertahap, tidak boleh secara langsung mengganti semua basic skincare. "Tapi gantinya gak boleh sembarangan. Pertama, harus adaptasi, gak boleh langsung semua," imbuhnya.
Misalnya diawali dengan mengganti sunscreen, tidak disarankan langsung disusul dengan mengubah basic skincare lainnya seperti serum, toner maupun moisturizer. Bertahap satu-satu, misalnya kamu ganti sunscreen yaudah ganti sunscreen aja," sambungnya.
Kalau sebuah produk memang cocok untuk kulit tentu penggunaan skincare bisa diteruskan. Namun jika yang terjadi justru sebaliknya, maka penggunaan skincare baru tersebut mesti dihentikan agar tidak menimbulkan masalah baru. Jadi , pengguna skincare harus memahami efek penggunaan produk skincare sebelum memutuskan untuk menggantinya
"Jangan langsung ganti serum, krim bersamaan nanti kamu gak tau mana yang cocok mana yang enggak," tuturnya.
Menyaring Penggunaan Bahan Kosmetik
Sementara itu, skincare yang mengangkat aspek keberlanjutan akan jadi tren dunia kecantikan dalam tiga tahun mendatang, merujuk talkshow Future Beauty Talk 2025. Mendukung itu, herbal dan tanaman asli Indonesia dinilai memiliki potensi sebagai bahan produk kecantikan berkelanjutan.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) pun ikut mendorong regulasinya. Deputi 2 BPOM, apt. Mohamad Kashuri, mengungkap bahwa pihaknya berperan penting dalam menyaring penggunaan bahan kosmetik aman, apalagi produk kosmetik. berbahaya sempat membuat gempar masyarakat dan mencoreng nama produsen lokal.
Terkait skincare berkelanjutan, Kashuri mengatakan, Indonesia memiliki sekitar 30 ribu spesies tanaman, yang merupakan terbesar kedua di dunia setelah Brasil. "Yang memberi manfaat itu kurang lebih 9.600-an (tanaman), khasiat sebagai obat, kalau khasiat sebagai kosmetik, tentu lebih banyak lagi," papar Kashuri di Jakarta, Rabu, 30 April 2025.
Mendukung aspek sustainability dari proses produksi, BPOM berharap industri dapat menghasilkan nol karbon emisi. Selain itu, produsen diajak mengurangi limbah kimia dan menggunakan kemasan yang bisa didaur ulang, sehingga dapat mendukung ekonomi sirkular.
Mengevaluasi Industri Kecantikan
Di tingkat distribusi, BPOM terus mengedukasi masyarakat untuk menukar kemasan yang sudah tidak dipakai. Untuk itu, pihaknya juga telah mengeluarkan regulasi bagi kosmetik yang bisa dibeli dengan kemasan ulang. "Jadi konsumen membawa atau menukarkan wadah dan beberapa industri sudah melakukan itu," imbuhnya lagi.
Meski industri kecantikan mengarah ke tren berkelanjutan, tapi masih sedkit pemilik brand yang menerapkannya secara sirkular. "Sangat sedikit, meski tahun 2023, kami pernah memberi penilaian terhadap industri kosmetik yang sustainable dan beberapa kami beri award," sebut Kashuri, menambahkan bahwa yang mendapat penghargaan saat itu adalah ParagonCorp.
Ke depannya, BPOM mengaku akan kembali mengevaluasi dan menilai industri kecantikan dan brand yang mendukung aspek keberlanjutan. Kendati hingga kini, pihaknya belum memiliki data terkait produk kecantikan berkelanjutan.
"Yang jelas, selalu saja ada yang melaporkan kaitan pemanfaatan sustainability, ada saja yang bertambah, tentu kategori industrinya besar," tutupnya.