Liputan6.com, Jakarta - Visa turis baru segera diluncurkan untuk memudahkan perjalanan antarnegara di Timur Tengah. Ada enam negara yang berpartisipasi dalam kebijakan visa Turis GCC Grand Tours, dikenal pula sebagai Visa Turis Terpadu atau Visa Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) Terpadu, yakni Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab.
Dilansir dari Euro News, Jumat, 25 Juli 2025, fungsi visa itu mirip dengan Schengen di Eropa. Turis bisa menjelajahi beberapa negara dalam satu perjalanan hanya dengan satu izin. Kebijakan itu disepakati pada 2023.
Sementara belum berlaku, wisatawan saat ini diwajibkan mengajukan visa terpisah untuk setiap negara. Dengan sistem baru, warga negara non-GCC dapat memilih untuk mengajukan visa satu negara atau multi-negara. Visa terpadu ini akan diakses melalui satu portal yang berarti meringankan beban administratif pengunjung.
Agar memenuhi syarat, tujuan kunjungan Anda harus wisata, kunjungan singkat, atau bertemu keluarga dan teman. Visa ini tidak berlaku untuk pekerjaan atau kunjungan jangka panjang. GCC belum mengonfirmasi masa berlaku visa ini, tetapi diperkirakan berkisar antara 30 hingga 90 hari.
Kapan Mulai Berlaku?
Biayanya juga belum diumumkan, tetapi pihak berwenang mengatakan opsi multi-negara baru ini akan menjadi alternatif yang hemat biaya dibandingkan enam visa terpisah yang ada saat ini bagi mereka yang ingin mengunjungi semua negara anggota. Visa Turis Terpadu diperkirakan akan diluncurkan pada akhir 2025 atau awal 2026.
Bagaimana cara mengajukan Visa Turis Terpadu Teluk?
Sistem ini belum aktif, tetapi setelah diluncurkan, prosesnya akan sepenuhnya daring melalui portal khusus. Wisatawan perlu memberikan informasi pribadi dan detail perjalanan mereka, termasuk tujuan kunjungan, tanggal perjalanan, dan rencana perjalanan yang direncanakan, seperti detail transportasi antar negara.
Mereka kemudian akan diminta untuk memilih visa untuk satu negara atau beberapa negara Teluk. Pemohon perlu mengunggah berbagai dokumen, yang kemungkinan mencakup salinan paspor yang masih berlaku, foto bergaya paspor, bukti akomodasi, asuransi perjalanan, bukti dana yang cukup untuk membiayai perjalanan, dan tiket pulang atau perjalanan selanjutnya yang dikonfirmasi ke tujuan non-GCC.
Setelah disetujui, visa akan diterbitkan melalui email. Wisatawan juga diharapkan untuk membawa salinan cetaknya selama perjalanan.
Biaya Tambahan Pengajuan Visa AS
Beda lagi dengan Amerika Serikat (AS). Alih-alih meringankan, negara Paman Sam itu berencana mewajibkan setiap turis asing untuk membayar 'biaya integritas visa' minimal USD250 (sekitar Rp4,1 juta). Dengan demikian, pengunjung internasional harus merogoh kocek lebih dalam untuk mengurus visa.
Kebijakan baru itu tercantum dalam undang-undang kebijakan domestik pemerintahan Donald Trump yang baru-baru ini disahkan. Biaya tambahan itu akan berlaku bagi semua pengunjung yang diwajibkan memiliki visa non-imigran untuk memasuki Amerika Serikat, mencakup pelancong rekreasi dan bisnis, pelajar internasional, dan pengunjung sementara lainnya.
Mengutip CNN, Selasa, 22 Juli 2025, pada tahun fiskal 2024, AS telah menerbitkan hampir 11 juta visa non-imigran, menurut data Departemen Luar Negeri. Turis dan pelancong bisnis dari negara-negara yang tergabung dalam Program Bebas Visa, termasuk Australia dan banyak negara Eropa, tapi tidak dengan Indonesia, tidak diwajibkan memiliki visa untuk masa tinggal 90 hari atau kurang.
Turis asing akan diwajibkan membayarnya saat visa diterbitkan dan tidak akan ada bebas biaya. Pelancong yang mematuhi ketentuan visa mereka dapat memperoleh penggantian biaya setelah perjalanan selesai, menurut ketentuan tersebut.
Aturan Rinci Belum Ada
Pengacara imigrasi Steven A. Brown, seorang mitra di Reddy Neumann Brown PC yang berbasis di Houston, menyebut biaya yang disebutkan dalam kebijakan baru tersebut sebagai "uang jaminan yang dapat dikembalikan," dalam sebuah unggahan baru-baru ini. Namun, ia menyatakan mekanisme untuk mendapatkan pengembalian dana masih belum jelas.
"Mengenai tujuan biaya ini, sulit untuk dikatakan," kata Brown dalam sebuah email kepada CNN. "Umumnya, biaya imigrasi dimaksudkan untuk menutupi biaya adjudikasi atau penerbitan," tetapi ia mencatat bahwa ketentuan penggantian biaya dapat berarti pengembalian semua biaya yang diperoleh. "Dalam dunia yang ideal, tidak akan ada overstay atau pelanggaran visa."
Departemen Keamanan Dalam Negeri, lembaga yang memberlakukan biaya baru ini, belum memberikan rincian spesifik tentang proses pengembalian dana atau aspek lain dari peluncuran kebijakan tersebut.
"Biaya integritas visa memerlukan koordinasi lintas lembaga sebelum diterapkan," kata seorang juru bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri dalam sebuah pernyataan kepada CNN.