Liputan6.com, Jakarta - Hingga Rabu (16/7/2025), sudah 21 perusahaan atau usaha yang beroperasi di kawasan Puncak, Bogor, dikenakan sanksi oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Delapan dari 21 perusahaan yang bermasalah itu baru saja dicabut izin lingkungannya.
Sekretaris Utama (Sestama) KLH/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Rosa Vivien Ratnawati menyatakan puluhan perusahaan yang dikenai sanksi administratif itu dianggap ikut memicu banjir bandang yang terjadi di Puncak, Kabupaten Bogor, dalam dua waktu berbeda.
Pertama pada 2 Maret 2025, bencana banjir dan longsor terjadi di Kecamatan Cisarua. Kedua bencana banjir dan longsor pada 5--9 Juni 2025 yang terjadi di Kecamatan Megamendung dan Cisarua. Akibat bencana tersebut, tiga orang tewas, satu hilang, dan tujuh desa rusak. Dampaknya juga terasa sampai Bekasi dan Jakarta.
"Kalau kita lihat, pelanggarannya itu ada dua hal, tiga lah. Satu kerusakan, yang satu pelanggaran terhadap izin. Nah yang pelanggaran izin ini, ada yang kegiatan tanpa izin lingkungan, tapi ada juga kegiatan berizin namun dampaknya negatif terhadap lingkungan hidup," kata Vivien dalam jumpa pers di Jakarta.
Mayoritas perusahaan beroperasi di lahan PTPN 2. Modus perusahaan yang berizin adalah memiliki izin lingkungan atau Amdal di lahan yang juga memiliki izin Amdal. Artinya, terjadi tumpang tindih izin.
Daftar Perusahaan yang Dicabut Izin Lingkungannya
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20/2014 tentang Administrasi Pemerintahan, sambung Vivien, dikatakan bahwa keputusan itu bisa dicabut apabila ada cacat wewenang, ada cacat prosedur, dan atau substansi.
"Dengan dasar hukum seperti itu, maka Bapak Menteri melakukan tindakan hukum, yaitu yang pertama adalah pencabutan terhadap delapan persetujuan lingkungan yang sudah dikeluarkan," katanya.
Karena persetujuan lingkungan dikeluarkan oleh Pemkab Bogor, Bupati Bogor diperintahkan untuk menertibkan ke delapan perusahaan yang kini kehilangan izin lingkungan. Kepala Biro Hukum dan Kerja Sama KLH Turyawan Ardi menerangkan lantaran izin lingkungan dicabut, peizinan lainnya yang sudah keluar juga jadi gugur.
"Karena untuk mendapatkan izin yang lain itu, salah satu persyaratan yang utamanya adalah memiliki izin lingkungan. Begitu sudah dicabut oleh Pak Menteri, berarti yang lain gugur. Kalau sudah gugur, seperti layaknya bangunan-bangunan yang lain, bangunan tanpa izin, di pemda penertibannya," ia menerangkan.
Perintah pencabutan izin lingkungan kepada Bupati Bogor itu, imbuh Vivien, berlaku dengan tenggat waktu maksimal 30 hari kalender dari sejak surat resmi dikeluarkan. "Surat resminya April," kata dia.
Daftar 21 Perusahaan yang Dikenai Sanksi
Direktur Sanksi Administrasi LH Ari Prasetia menyebutkan delapan perusahaan yang dicabut izin lingkungannya itu meliputi:
1. PT Pinus Foresta Indonesia yang bergerak di wisata agro
2. PT Jelajah Handal Lintasan (JSI Resort) yang bergerak di usaha hotel, restoran, dan wisata offroad
3. PT Jaswita Lestari Jaya Wisata di bidang akomodasi
4. PT Eigerindo Multi Produk Industri di bidang ekowisata
5. PT Karunia Puncak Wisata di bidang glamping dan kafe
6. PT Pesona Indah Nusantara di bidang factory outlet
7. PT Bumi Nini Pangan Indonesia di bidang eco leisure dan glamping
8. PT Pancawati Agro di bidang rest area dan cottage
Sebelumnya, KLH lebih dulu memberi sanksi pada 13 perusahaan di Puncak, Bogor, yang mayoritas bergerak di bidang usaha pariwisata. Mereka dikenai sanksi paksaan pemerintah berupa perintah pembongkaran dan pemulihan lahan lantaran usaha mereka tidak berizin lingkungan sama sekali. Mereka adalah:
1. CV Mega Karya Nugraha, membangun kedai kopi, mess, gudang, gazebo, arealglamping, dan lain-lain;
2. PT Tiara Agro Jaya, membangun kantor, mess karyawan, gazebo, area camping, campervan, kafe, glamping, dan sarana pendukung lainnya;
3. PT Banyu Agung Perkasa, membangun kafe serta sarana pendukung lainnya;
4. PT Taman Safari Infonesia, melakukan kegiatan pertanian untuk pakan satwa;
5. CV Sakawayana Sakti, membangun areal glamping, cabin penginapan, restoran, kantor, aula, kolam renang, lapangan sepak bola, dan sarana pendukung lainnya;
Tepis Tudingan Kriminalisasi Usaha
6. PT Pelangi Asset Internasional, membangun restoran, gudang, dan area kebun;
7. PT Farm Nature and Rainbow, melakukan kegiatan pertanian, membangun rumah tinggal, pusat persemaian (greenhouse), gudang, tempat istirahat pegawai, dan sarana pendukung lainnya;
8. CV Al Ataar, membangun kantor, resto, aula, bangunan penginapan, serta sarana pendukung lainnya;
9. PT Panorama Haruman Sentosa, membangun restoran, kafe, dan sarana pendukung lainnya;
10.PT Bobobox Aset Manajemen, membangun kabin penginapan, gudang, dan sarana pendukung lainnya;
11. PT Prabu Sinar Abadi, melakukan kegiatan pertanian hortikultura sayuran dan umbi, pembangunan tempat pengemasan, gazebo, tempat penyimpanan pupuk, dan sarana pendukung lainnya;
12. CV Regi Putra Mandiri, membangun kafe, kolam renang, penginapan, kantor, glamping, lapangan futsal, dan sarana pendukung lainnya;
13. Sdr. Juan Felix Tampubolon, melakukan kegiatan pertanian, membangun saung, dan kandang hewan peliharaan.
Atas pemberian sanksi administratif tersebut, Vivien menyatakan pihaknya tidak bermaksud mematikan bisnis. Keputusan diambil semata untuk melindungi lingkungan hidup.
"Kami ingin kegiatan perusahaan itu pro terhadap lingkungan hidup. Tidak menimbulkan banjir, tidak menimbulkan kerusakan, oleh karena itu tindakan administratif lah yang dilakukan oleh Menteri Lingkungan Hidup," kata dia.
"Kami juga menyampaikan tidak ada kriminalisasi usaha sama sekali, nggak ada. Kami hanya melakukan penegakan hukum lingkungan ini adalah untuk penyelamatan ekologis.," imbuh Vivien.