Liputan6.com, Jakarta - Ketenaran Uniqlo sebagai brand fesyen versatile dengan item basic yang mudah dipadupadankan ternyata tidak hanya menarik pembeli, tetapi juga pencuri ke toko mereka. Jumlah kasusnya terus bertambah hingga membuat brand itu kewalahan.
Uniqlo terus meningkatkan langkah-langkah pencegahan, seperti pelatihan tambahan kepada karyawann untuk membantu mereka mengenali pencuri dan memasang lebih banyak kamera pengawas. Namun, cara itu ternyata belum membuat para pencuri kapok. Kini, mereka mengambil langkah lebih tegas.
Pihak Uniqlo memutuskan untuk mengambil tindakan hukum sekeras mungkin terhadap pencuri setelah mereka tertangkap. Perusahaan induk Fast Retailing mengumumkan bahwa mereka tidak hanya akan menuntut secara pidana, tetapi juga akan menempuh jalur hukum perdata.
Dikutip dari Japan Today, Jumat, 12 Juli 2025, rencana itu diumumkan di situs Fast Retailing bulan lalu, "Kelompok Fast Retailing terus melakukan berbagai upaya pengelolaan toko agar menciptakan lingkungan yang membuat pelanggan dapat berbelanja dengan rasa aman."
"Namun dalam beberapa tahun terakhir, insiden pencurian di toko terus terjadi. Mengingat situasi ini, selain menuntut hukuman pidana yang tegas terhadap pencuri, kami juga akan mengajukan tuntutan perdata untuk meminta ganti rugi atas barang-barang yang dicuri serta semua kerugian lainnya yang diderita oleh Grup Fast Retailing."
Dugaan Kerugian yang Ditimbulkan Akibat Pencurian
Meskipun tidak disebutkan secara khusus tentang pencurian dalam pernyataan tersebut, Uniqlo telah menjadi korban setidaknya dua aksi pencurian yang telah direncanakan dalam skala besar dalam beberapa waktu terakhir. Pertama terjadi pada Februari 2024. Kasus itu melibatkan empat warga negara Vietnam.
Mereka kemudian ditangkap di Fukuoka setelah mencuri di salah satu cabang Uniqlo di kota tersebut. Kepada polisi, mereka mengaku sengaja datang ke Jepang untuk mencuri.
Pada bulan yang sama, tiga pencuri yang juga seluruhnya berasal dari Vietnam ditangkap karena serangkaian insiden pencurian di toko Uniqlo. Para penyelidik memperkirakan kerugian akibat tindak pencurian dua kelompok itu mencapai 32 juta yen (lebih dari Rp3,5 miliar) dari puluhan toko.
Selama ini, kasus pencurian tersebut ditangani dengan hukum pidana. Ketika seseorang pencuri tertangkap, korban tidak perlu mengeluarkan biaya secara langsung untuk tuntutan pidana.
Korban cukup memanggil polisi, polisi datang kepada korban, kemudian sistem peradilan pidana pemerintah yang akan mengambil alih penyelidikan dan jika memang ada pelanggaran, akan menuntut dan menghukum pelaku kejahatan.
Berani Keluar Biaya Tambahan
Jika Uniqlo ingin lebih mengamankan tokonya dengan menggunakan kebijakan untuk menggugat secara perdata, berarti akan ada biaya dan/atau upaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh Uniqlo. Korban pencurian nantinya harus menangani prosesnya sendiri.
Jadi, jika Uniqlo ingin menambahkan tuntutan perdata di atas tuntutan pidana terhadap seseorang yang mencuri, kemungkinan besar mereka harus menyewa pengacara dari luar dan akan memakan biaya lebih untuk membayarnya. Meskipun secara teori bisa saja ditangani oleh tim hukum internal Fast Retailing, tetap saja kemungkinan besar tim hukum internal mereka lebih menguasai hukum bisnis, korporasi, atau akuntansi dibandingkan hukum yang berkaitan dengan pencurian.
Setelah berbicara lebih dengan pihak Uniqlo, Fast Retailing tampaknya akan bersedia menanggung biaya yang dibutuhkan nantinya. Cara itu dikhawatirkan menggerus pemasukan Fast Retailing karena pendapatan mereka dipakai untuk mengganti biaya pengadilannya.
Meski begitu, pihak Fast Retailing bersikukuh melanjutkan rencana mereka. Niat utamanya adalah untuk memaksimalkan konsekuensi dari pencurian toko yang sering dihadapi oleh Uniqlo. Dengan cara ini, mereka berharap bisa membantu dan lebih mencegah para pencuri yang menargetkan toko-toko seperti Uniqlo, GU, dan merek lain yang bernaung dalam grup Fast Retailing.
Kasus Hukum Sebelumnya
Hasil laporan menyatakan grup Fast Retailing bersedia menanggung biaya yang diperlukan Uniqlo. Hal itu diyakini bisa membuat situasi toko lebih tenang. Mereka percaya bahwa dengan bantuan Fast Retailing akan membantu lebih fokus dalam memberikan fasilitas dan pelayan bukanlah kasus hukum pertama yang dihadapi Uniqlo.
Sebelumnya, brand itu menggugat Shein di Jepang, menuduh pengecer China tersebut meniru desain tas Round Mini Shoulder mereka yang populer. Shein dituntut untuk segera menghentikan penjualan "produk imitasi" dan memberi kompensasi atas kerugian yang ditimbulkan, kata Fast Retailing, perusahaan yang menaungi UNIQLO.
Melansir TIME, Rabu, 17 Januari 2024, tas bahu yang dijual seharga 1,5 ribu yen (sekitar Rp159 ribu) di Jepang ini jadi hit global. Karena itu, UNIQLO telah memperingatkan konsumen tentang produk palsu dan item serupa yang dijual secara online.
Fast Retailing bergabung dengan saingannya, Hennes & Mauritz AB, dalam menuntut Shein atas pelanggaran hak cipta di Hong Kong. Litigasi yang bertujuan mengurangi "ancaman yang ditimbulkan" retailer China ini telah berlangsung sejak 2021.