Liputan6.com, Jakarta - Bertajuk "Residency Program," PINTU Incubator memperkenalkan agenda baru di tahun ke-4 pelaksanaannya dalam perpanjangan kerja sama dengan Institut Français d'Indonésie (IFI). Program ini memungkinkan desainer muda Prancis berinteraksi langsung dengan kekayaan budaya Indonesia.
Di edisi perdana, dua desainer Prancis: Kozue Sullerot dan Priscille Berthaud, berhasil lolos kurasi. Kini, mereka tengah menjalani program residensi di Tegal, Jawa Tengah, untuk mendalami batik, serta di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), demi berkenalan lebih jauh dengan tenun.
Atase Kebudayaan Prancis untuk Indonesia, Charlotte Esnou, menyebut bahwa pihaknya membuka lamaran untuk program residensi tersebut. "(Dalam mengurasi peserta), kami harus melihat portofolio, pengalaman, dan sejauh mana mereka ingin mengekplorasi kerajinan tangan Indonesia," katanya saat jumpa pers di Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Dua peserta program residensi, kata Charlotte, datang dari sekolah-sekolah mode bergengsi di Prancis. Jadi, pihaknya pun meminta pendapat para pakar, sekaligus pengajar di sana, tentang kemampuan mereka, selain juga mewawancarai mereka langsung.
Mengeksplorasi Wastra Indonesia
Priscille disebut baru saja menyelesaikan studi S2 desain mode di École Duperré, sementara Kozue merupakan seniman tekstil, sekaligus mahasiswa Master di ENAMOMA. "Mereka sekarang sedang berada di daerah, terjun langsung belajar dengan para perajin, jadi Kozue di Tegal, Priscille di Lombok, makanya tidak bisa hadir hari ini," imbuh Co-initiator PINTU Incubator, sekaligus Founder LAKON Indonesia, Thresia Mareta, di kesempatan yang sama.
Mengapa dua wilayah itu dipilih sebagai bagian dari Residency Program PINTU Incubator? Thresia menjawab, "Program residensi ini membuat mereka magang di LAKON Indonesia. Kami punya sumber daya di dua tempat tersebut, jadi kami mulai dari sana."
Dari tiga bulan program residensi, mereka kini baru menjalaninya selama hampir sebulan. "Golnya adalah setelah tiga bulan program residensi, mereka membuat koleksi lintas budaya yang terdiri dari enam looks yang nantinya dipresentasikan di LAKON Store dan Premiere Classe Paris," ungkap Thresia.
Banyak Belajar untuk Menembus Pasar Global
Tidak hanya jadi showcase, koleksi dua desainer Prancis itu akan diproduksi untuk dijual di Indonesia. "Ini adalah program yang benar-benar untuk desainer yang punya portofolio, pengalaman, jadi produk yang mereka buat akan diproduksi, lalu dijual," sebut Thresia.
Menurutnya, ini adalah win win program untuk kedua negara: Indonesia dan Prancis. "Bila kita memang ingin menembus pasar global, kita harus banyak belajar, salah satunya dari para desainer muda Prancis, karena salah satu kekurangan kita (brand fesyen Indonesia) adalah desainnya terlalu lokal, jadi susah dapat buyer luar (negeri)," bebernya.
Sejauh ini, Thresia melihat perbedaan signifikan dalam pengolahan material wastra Indonesia antaradua peserta program residensi dengan jenama dalam negeri secara umum. "Cara mereka bekerja berbeda. Cara mereka membuat kain yang mereka inginkan berbeda dari kita biasanya," kata dia, kendati tidak menjelaskan lebih lanjut di mana letak perbedaannya.
Kurasi PINTU Incubator 2025
Thresia berkata, semangat eksplorasi dan menimba ilmu jadi dua hal utama yang bisa diteladani dari dua peserta program residensi PINTU Incubator. "Dalam berkarya, kita terkadang butuh back to basic, melihat lagi fondasinya, apa yang ternyata terlewat untuk bisa berkarya dengan lebih baik," ujar dia.
Di sisi lain, pihaknya tengah mengurasi dua dari delapan merek fesyen lokal yang akan diboyong ke Prancis, seperti tahun-tahun sebelumnya. Delapan jenama fesyen Indonesia itu tengah mengikuti proses inkubasi bersama tim PINTU Incubator. "Hasil kurasinya akan diumumkan sekitar akhir bulan ini," sebut Thresia.
Sementara itu, PINTU Incubator mengumumkan enam brand yang akan tampil di JF3 Fashion Festival 2025, yaitu CLV, Dya Sejiwa, Lil Public, Nona Rona, Rizkya Batik, dan Denim It Up. Mereka akan mempresentasikan koleksi dalam show kolaboratif bertajuk "Echoes of the Future by PINTU Incubator featuring École Duperré" pada Minggu, 27 Juli 2025.
Tampil di JF3
Kolaborasi ini juga akan melibatkan tiga siswa dari École Duperré Paris: Pierre Pinget, Bjorn Backes, dan Mathilde Reneaux. Melalui koleksi bersama yang akan ditampilkan, para desainer dari Indonesia dan Prancis akan merayakan perpaduan antara nilai-nilai tradisional dan semangat inovasi.
Chairman JF3 dan Co-initiator PINTU Incubator, Soegianto Nagaria, turut menyoroti perjalanan PINTU sebagai bagian dari komitmen jangka panjang JF3 dalam membina industri mode Indonesia. "Selama lebih dari dua dekade, JF3 terus mendorong pertumbuhan talenta muda, mengembangkan bisnis fesyen, mengangkat perajin dan karya tangan tradisional, serta membuka peluang kolaborasi lintas industri dan lintas negara," ungkapnya.
"Konsistensi ini mencerminkan komitmen kami untuk membangun ekosistem yang hidup dan berkelanjutan. Kami tidak hanya merayakan kreativitas, kami berinvestasi di dalamnya dan mengarahkannya ke pasar nyata, serta eksposur global,” imbuhnya.
PINTU, sebut Thresia, merupakan program jangka panjang. "Kami terus melakukan perubahan-perubahan yang relevan untuk mendorong brand fesyen lokal tidak hanya jadi raja di negeri sendiri, namun juga keluar ke pasar global," tandasnya.