Liputan6.com, Jakarta - Popularitas monstera sebagai tanaman hias ternyata masih bertahan hingga kini. Ketua Asosiasi Perhimpunan Florikultura Indonesia (PFI) Friesia Sutjiati mengungkapkan harga jenis monstera bahkan masih ada yang lebih dari Rp100 jutaan per daun. Apa sih yang membuatnya masih bertahan di liga papan atas tanaman hias di Indonesia?
Menurut perempuan yang akrab disapa Icha itu, salah satu alasannya adalah variasi yang terus dikembangkan. Memanfaatkan mutasi genetik, monstera yang berasal dari Thailand itu tampil dengan beragam variasi warna daun sehingga tidak monoton.
"Yang tren tujuh tahun lalu itu yang hijau polos. Kalau sekarang itu, yang warnanya aneh-aneh. Tanaman itu kan bisa bermutasi, nah ini mutasinya tuh yang belang. Awal-awal tuh dia bermutasi belangnya putih sama kuning. Dulu harganya juga mahal banget, Rp5 juta per daun," terangnya kepada Lifestyle Liputan6.com, ditemui di peluncuran FLOII Expo 2025 di Depok, Rabu, 9 Juli 2025.
Saat ini, varietasnya berkembang semakin banyak. Warnanya bermacam-macam, ada yang belangnya kuning terang, ada yang agak oranye, hingga yang teranyar adalah warna silver atau keperakan. Jenis terakhir adalah varietas Monstera termahal saat ini.
"Ini si Devil Monster. Satu daun waktu aku beli Rp125 juta," ujar Kai, rekan Icha.
Mengapa Jenis Devil Monster Langka?
"Jadi memang, semakin ada yang baru, semakin trennya bertahan. Dia salah satu kolektornya dan memang masih jarang banget," imbuh Icha.
Di Indonesia, kolektor Devil Monster disebut baru tiga orang. Kelangkaan Devil Monster salah satunya disebabkan tanaman itu termasuk slow grower alias tanaman yang tumbuhnya lambat. Warna putih yang dihasilkan akibat kandungan klorofil (zat hijau) pada daunnya sangat sedikit.
"Semakin dikit hijaunya, semakin lama dia pertumbuhannya karena klorofilnya semakin sedikit. Tapi mungkin banget, someday, 3--4 tahun lagi, dia harganya turun," Icha menjelaskan.
Saat itu terjadi, bisa saja varietas baru Monstera kembali ditemukan. Dengan begitu, popularitasnya makin panjang. Selain Monstera, Syngonium, Anturium, dan Varigata juga masih menjadi favorit pecinta tanaman hias di Indonesia.
Sementara dari jenis bunga, Icha menyebut banyak kolektor yang memburu Warszewiczia coccinea yang merupakan bunga nasional negara Trinidad dan Tobago. "Kesukaan Ibu Risma (mantan Mensos) juga. Itu masih mahal banget. Ukuran 1,5 meter harganya sekitar Rp4,5 juta," sebutnya.
Ingin Spesies Endemik Indonesia Lebih Dikenal
Dari sederet jenis tanaman hias yang jadi favorit kolektor, Icha menyebut mayoritas adalah produk impor. Sementara, spesies endemik Indonesia masih belum terlalu dikenal di dalam negeri. Padahal, banyak tanaman endemik Indonesia dikenal di luar negeri.
"Yang lebih suka tuh kolektor-kolektor luar, makanya mereka bawa sana. Kadang malah diperkenalkan sebagai tanaman sana. Sedih banget," ujarnya.
Salah satunya jenis paku-pakuan dan tanaman daun Hemaloma. "Ada yang langka-langka yang sebenarnya diambilnya dari Indonesia, tapi akhirnya diperkenalkan di Vietnam," imbuh dia.
Jika sudah demikian, pihaknya harus mengkurasi lagi tanaman hias endemik Indonesia yang akan dipromosikan kepada kolektor lokal. Pasalnya, tanaman tersebut seringkali sudah turun harganya karena jumlahnya sudah melimpah.
"Kalau udah kayak gitu agak susah ketolong. Udah enggak bisa kita bagusin lagi karena di sini harganya mungkin Rp100 ribu, di sana udah tinggal berapa dolar," sambung dia.
Sementara, ajang pameran tanaman berskala internasional, FLOII Expo 2025, akan digelar pada 23--26 Oktober 2025 di Hal 5, ICE BSD City, Tangerang. Dalam penyelenggaraan tahun ke-4, Dyandra Event Solutions selaku penyelenggara mengusung tema The Botanical Futures.
FLOII Expo 2025
Tak hanya pameran florikultura dengan tanaman hias sebagai bintang utama, pameran itu membuka kesempatan menjadi ruang pertumbuhan ekosistem hortikultura yang mencakup pula tanaman herbal, tanaman pangan, lanskap, serta inovasi dan seni botani. Tujuannya adalah menjadikan tanaman hidup sebagai bagian dari gaya hidup.
Karena itu, target pengunjung pameran ini bukan hanya kolektor dan pegiat tanaman, tetapi juga masyarakat luas yang ingin mulai terhubung kembali dengan alam.
"FLOII tahun ini menjadi bukti bahwa industri tanaman terus bergerak dan berkembang. Tanaman bukan sekadar elemen dekoratif, tapi juga bagian dari solusi untuk kesehatan, kualitas udara, pangan sehat, dan ruang hidup yang lestari," kata Ratih F Kurnia, Sales & Marketing Vice President Dyandra Event Solutions dalam jumpa pers di Depok, Rabu, 9 Juli 2025.
Lewat tema yang diusung, pihaknya ingin menyadarkan publik tentang peran penting tanaman dalam menjaga keberlanjutan hidup, bukan hanya untuk hari ini, tapi juga untuk generasi mendatang. Kampanye #DimulaiDariSatu: Satu Tanaman untuk Masa Depan pun diluncurkan melengkapi acara.