Mama Culla, Kenalan dengan Maskot Baru LSF dengan Filosofi Badak Jawa

6 hours ago 3

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Sensor Film (LSF) berupaya meningkatkan literasi tontonan dengan meluncurkan maskot "Mama Culla," Iklan Layanan Masyarakat (ILM), dan Telop (sisipan penggolongan usia penonton dalam film) yang telah diperbarui.

Menggandeng Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI) di acara peluncuran, ini merupakan bagian dari komitmen LSF untuk membangun Gerakan Bioskop Sadar Sensor Mandiri (GBSSM). GBSSM merupakan turunan dari program prioritas yang lebih luas, yaitu Gerakan Nasional Budaya Sensor Mandiri (GNBSM).

Gerakan tersebut bertujuan memperkuat budaya literasi film dan mendorong masyarakat untuk melakukan sensor mandiri dengan menyediakan berbagai sumber informasi terkait film yang akan tayang. Tujuannya jelas: melindungi anak-anak dari tontonan yang tidak sesuai usia mereka, sekaligus menuntut kesadaran orang dewasa untuk aktif memilah tontonan berdasarkan klasifikasi usia.

Ketua LSF, Naswardi, mengatakan bahwa sesuai amanat Undang-Undang No. 33 Tahun 2009 tentang Perfilman, tugas LSF adalah meneliti, menilai, dan mengklasifikasikan film. Berbeda dengan era sebelum 2009, di mana sensor diartikan sebagai pemotongan atau pemburaman gambar, proses sensor kini adalah meneliti, menilai, dan mengklasifikasikan film ke dalam kategori usia penonton: semua umur, 13+, 17+, atau 21+.

"Kami para pengusaha bioskop, para pembuat film, LSF, pemerintah, dan para penonton, kita semua memiliki peran yang sangat penting dalam membangun ekosistem perfilman," kata Naswardi dalam rilis pada Lifestyle Liputan6.com, Senin, 15 Desember 2025.

"Semoga dengan peluncuran ketiga hal ini, LSF dapat semakin relevan, adaptif, dan komunikatif. Kami percaya bahwa menjaga kualitas tontonan bukan hanya tugas LSF saja, tapi kita semua sebagai masyarakat yang sadar akan pentingnya konten yang sehat dan mendidik," imbuhnya.

Maskot Baru LSF dengan Filosofi Badak Jawa

Inovasi utama dalam peluncuran ini adalah perkenalan Maskot "Mama Culla," yang merupakan akronim dari MAsyarakat sensor MAndiri, Sadar, dan Cerdas untuk MemiLah-Memilih Film sesuai Klasifikasi UsiA. Maskot ini digambarkan sebagai sosok ibu milenial yang dekat dengan kehidupan sehari-hari masyarakat.

Mama Culla terinspirasi dari filosofi induk badak Jawa yang dikenal protektif dan bijaksana dalam melindungi anaknya. Satwa endemik Indonesia yang dilindungi dunia ini merepresentasikan nilai-nilai budaya sensor mandiri, seperti kekuatan, kekokohan, dan kecepatan.

Maskot tersebut berfungsi sebagai wajah edukasi tontonan yang ramah dan lucu, namun tetap membawa pesan penting tentang kebijaksanaan dalam memilih konten film. Naswardi berharap kampanye sensor mandiri ini tidak hanya terbatas di bioskop, tapi juga menjangkau ruang publik lain, termasuk melalui kerja sama dengan Over The Top (OTT) dan di media sosial.

Penyegaran Telop dan ILM Melalui Kolaborasi Kreatif Lokal

Selain maskot, LSF juga meluncurkan sisipan penggolongan usia penonton dalam film alias Telop dan ILM yang dikemas ulang agar lebih segar, menarik, dan menghibur. Penyegaran ini dicapai melalui kolaborasi dengan berbagai Intellectual Property (IP) dan studio kreatif lokal.

"Dengan melibatkan Pionicon, Lola Amaria Production, Nikita Willy/NWIP Studio, Fan Cincang, Sinopal, Mak-Mak Metik, dan Si Juki, mulai 1 Januari, masyarakat dapat menikmati Telop dan ILM yang tidak hanya formalitas, tapi juga menarik, lebih segar, dan menghibur," kata Naswardi.

Telop baru melibatkan empat IP lokal, dengan masing-masing karakter disesuaikan dengan klasifikasi usia penonton, sehingga lebih mudah diingat. Karakter Funcican digunakan untuk telop klasifikasi usia Semua Umur, karakter Si Nopal untuk klasifikasi usia R13 (Remaja 13+), karakter Emak-Emak Matic untuk klasifikasi usia D17 (Dewasa 17+), dan karakter Si Juki untuk klasifikasi usia D21 (Dewasa 21+).

Dukungan GPBSI dan Komitmen Perluasan Akses Literasi

Peluncuran program baru itu mendapat sambutan positif dari Gabungan Pengusaha Bioskop Seluruh Indonesia (GPBSI). Albert Tanoso, perwakilan GPBSI, menyampaikan harapannya agar gerakan budaya sensor mandiri dapat membantu meningkatkan kesadaran, terutama di kalangan para ibu muda.

Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi antar-pihak dalam ekosistem perfilman nasional. "Semoga dengan peluncuran ketiga hal ini, LSF dapat semakin relevan, adaptif, dan komunikatif," kata Albert.

Komitmen LSF tidak berhenti pada peluncuran di bioskop. Pihaknya berjanji akan terus berupaya memperbaiki indeks kualitas literasi tontonan dengan menghadirkan konten literasi di berbagai ruang publik.

Konten literasi ini akan disebarluaskan tidak hanya di bioskop, namun juga di fasilitas transportasi umum, platform OTT, media sosial, dan media lain untuk memastikan kemudahan akses bagi masyarakat.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |