Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) mengambil langkah tegas dan sistematis dalam menangani indikasi kerusakan lingkungan akibat aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya. Kawasan ini merupakan jantung keanekaragaman hayati laut dunia dan tergolong sebagai Kawasan Strategis Nasional Konservasi (KSKK).
KSKK bahkan diatur berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Nasional Kawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati Raja Ampat. "Kami tidak akan membiarkan satu inci pun kerusakan di wilayah yang menjadi rumah bagi 75 persen spesies karang dunia dan ribuan spesies endemik," tegas Menteri Lingkungan Hidup Hanif dalam rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Minggu (8/6/2025).
"Penegakan hukum dan pemulihan lingkungan menjadi komitmen utama kami," sambungnya.
Menurut Hanif, Raja Ampat merupakan kawasan yang sangat istimewa. Lautannya adalah pusat dari segitiga karang dunia dengan lebih dari 553 spesies karang (75 persen dari seluruh spesies dunia), 1.070 spesies ikan karang, dan 699 jenis moluska.
Di darat, terdapat 874 spesies tumbuhan (9 endemik), 114 spesies herpetofauna (5 endemik), 47 spesies mamalia (1endemik), dan 274 spesies burung (6 endemik). Potensi wisata alam ini telah menjadi tujuan wisata kelas dunia.
KLH Kawal 4 Perusahaan Pertambangan
Namun, berdasarkan laporan masyarakat dan media, terdapat kegiatan pertambangan nikel yang mengancam ekosistem kawasan Raja Ampat. Menindaklanjuti hal itu, KLH telah melakukan pengawasan langsung pada 26–31 Mei 2025 di empat perusahaan antara lain PT GN, PT ASP, PT KSM, dan PT MRP.
Pengawasan menemukan kegiatan di luar izin kawasan. Izin lingkungan akan ditinjau kembali dan proses hukum akan dilakukan atas pelanggaran kehutanan.
PT GN berkegiatan di Pulau Gag yang seluruhnya masuk dalam kawasan hutan lindung dan termasuk kategori pulau kecil. Persetujuan lingkungannya akan ditinjau kembali dan KLH akan memerintahkan pemulihan atas dampak ekologis yang terjadi.
Selain itu persetujuan lingkungan PT KSM akan ditinjau kembali karena berkegiatan di pulau kecil. Atas terjadinya perambahan Kawasan hutan akan dilakukan penegakan hukum pidana.
Untuk PT ASP diketahui beroperasi di Pulau Manuran dan Waigeo. Setelah ditelusuri ditemukan adanya pencemaran akibat settling pond yang jebol dan kegiatan di kawasan suaka alam. Disebutkan bahwa KLH memerintahkan peninjauan ulang izin lingkungan dan melakukan penegakan hukum pidana serta gugatan perdata.
Kegiatan di Luar Izin Kawasan Dihentikan
Adapun PT MRP menjalankan eksplorasi di Pulau Manyaifun dan Batang Pele tanpa dokumen lingkungan dan tanpa Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH). Kegiatannya dihentikan dan langkah hukum akan ditempuh.
KLH juga akan menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Papua Barat Daya berbasis Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang menempatkan perlindungan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai prioritas. Penanganan ini berlandaskan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil.
Hanif menegaskan Raja Ampat adalah simbol kekayaan alam Indonesia dan dunia. KLH memastikan bahwa seluruh izin dan aktivitas usaha harus selaras dengan perlindungan ekosistem serta hukum yang berlaku.
Langkah yang sama dilakukan oleh Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kehutanan yang menyelidiki lebih lanjut soal aktivitas penambangan nikel di Raja Ampat Papua. Pihaknya menemukan tiga perusahaan yang diketahui melakukan aktivitas pertambangan.
Langkah-langkah Hukum
Dirjen Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa Kementerian Kehutanan di bawah Menhut berkomitmen untuk melindungi kawasan Raja Ampat dari aktivitas yang dapat menyebabkan kerusakan hutan dan lingkungan. Raja Ampat merupakan wilayah dengan nilai ekologis dan nilai budaya yang tinggi untuk itu perlu kita jaga dan lindungi bersama.
"Kami akan segera melakukan pengawasan dan langkah-langkah hukum yang terukur, melalui 3 (tiga) instrumen hukum yaitu administratif, pidana dan perdata," papar Dwi Januanto.
Ia menambahkan, "Langkah awal yang kita lakukan adalah penerapan instrumen hukum administratif melalui kegiatan pengawasan kehutanan dan secara paralel kita juga terus mengumpulkan bukti-bukti melalui kegiatan Pulbaket untuk menyiapkan langkah instrumen hukum lainnya."
"Kami sampaikan terima kasih atas atensi tinggi dan dukungan publik dalam memainkan peran kontrol sosial, untuk penyelamatan ekosistem sumber daya alam di kawasan-kawasan hutan termasuk di wilayah Raja Ampat," tutupnya.