Digugat Pengadilan, Brand Mewah Italia Loro Piana Diduga Eksploitasi Buruh

2 months ago 74

Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Milan telah mengajukan tuntutan terhadap Loro Piana, label pakaian eksklusif yang dimiliki oleh konglomerasi mewah LVMH, atas dugaan eksploitasi pekerja dalam rantai pasoknya. Keputusan ini menambah daftar panjang rumah mode yang terjerat dalam penyelidikan pelanggaran hak buruh.

Melansir laman The Irish Times dalam laporan The Financial Times, Selasa (15/7/2025), Loro Piana menjadi merek kelima yang diawasi secara ketat dalam skandal ini. Dalam putusan yang dikeluarkan, pengadilan menyatakan bahwa Loro Piana telah mensubkontrakkan produksi pakaian, termasuk jaket, kepada Evergreen Fashion Group, sebuah perusahaan yang dimiliki oleh entitas Tiongkok.

"Produksi pakaian tersebut telah dilakukan dalam konteks eksploitasi buruh," ujar pengadilan dalam pernyataannya. Sebagai bagian dari sanksi, Loro Piana akan berada di bawah administrasi kehakiman selama satu tahun.

Seorang administrator yang ditunjuk oleh pengadilan akan mengawasi operasional merek tersebut untuk memastikan perbaikan dalam rantai pasoknya. Meskipun demikian, Loro Piana tidak sedang dalam penyelidikan kriminal, dan perintah tersebut dapat dicabut jika perusahaan mematuhi persyaratan hukum sebelum batas waktu 12 bulan. 

Pihak Loro Piana Enggan Berkomentar

Loro Piana, dikenal dengan produk jumper kasmirnya yang dijual lebih dari 1.000 Euro atau setara Rp19 jutaan dan celana jin seharga mendekati 700 Euro atau setara Rp13,3 juta, menolak mengomentari putusan tersebut. Merek ini telah menjadi bagian dari LVMH sejak 2013, ketika konglomerasi mewah terbesar di dunia itu mengakuisisinya.

Frédéric Arnault, putra pendiri LVMH, Bernard Arnault, baru-baru ini diangkat menjadi kepala eksekutif rumah mode yang berbasis di Milan ini pada bulan Maret. Keputusan pengadilan ini terjadi di tengah meningkatnya pengawasan terhadap praktik ketenagakerjaan dalam industri mewah Italia.

Selama beberapa tahun terakhir, jaksa Milan telah menyelidiki rantai pasok industri ini setelah investigasi media mengungkapkan berbagai kasus malpraktik ketenagakerjaan di perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh warga negara Tiongkok di wilayah Lombardy dan Tuscany. Permintaan yang meningkat untuk barang-barang mewah selama era pandemi telah mendorong banyak merek untuk mensubkontrakkan produksi mereka.

Merek LVMH Lainnya yang Pernah Tersangkut Kasus Serupa

Sebelumnya, merek-merek seperti Dior dari LVMH, Armani dari Italia, dan Alviero Martini telah berhasil mematuhi perintah administrasi kehakiman mereka sebelum batas waktu 12 bulan. Sementara itu, Valentino, yang sebagian sahamnya dimiliki oleh konglomerat mewah Prancis lainnya, Kering, juga dikenakan perintah serupa pada Mei 2025

Kasus ini menyoroti tantangan yang dihadapi industri mewah dalam menjaga reputasi mereka di tengah tuntutan pasar yang terus berkembang dan meningkatnya kesadaran akan hak-hak buruh. Dengan pengawasan ketat dari pengadilan, Loro Piana kini harus membuktikan komitmennya untuk memperbaiki praktik rantai pasoknya dan kepatuhan terhadap standar ketenagakerjaan yang adil berkelanjutan.

Sebelumnya sekitar setahun lalu, citra Dior sebagai label fesyen mewah dipertaruhkan setelah upaya hukum di pengadilan mengungkapkan dugaan label tersebut terkait dalam kasus eksploitasi pekerja. Anak perusahaan Italia dari raksasa brand mewah Prancis LVMH yang membuat tas tangan merek Dior dikabarkan ditempatkan di bawah administrasi pengadilan selama setahun sejak 10 Juni 2024.

Perusahaan Mengharuskan Kerja Shift 15 Jam

Mengutip Kbizoom, Sabtu, 22 Juni 2024, pengadilan di Milan, Italia, menunjuk seorang komisaris khusus untuk mengawasi divisi produksi tas tangan Dior di bawah LVMH, Manufacturers Dior SRL. Perusahaan ini terus beroperasi selama periode tersebut.

Langkah itu menyusul penyelidikan yang dilakukan oleh kantor kejaksaan Milan terhadap praktik perburuhan ilegal di industri barang mewah. Penyelidikan mengungkapkan bahwa subkontraktor dari Tiongkok yang memproduksi tas untuk Dior mengharuskan beberapa karyawannya bekerja dalam shift 15 jam secara ilegal.

Tas Dior PO312YKY yang diproduksi selama shift ini dijual ke Dior seharga 53 euro (sekitar Rp933 ribu). Tas tersebut dijual secara eceran di toko Dior seharga 2.600 euro (sekitar Rp45,8 juta).

Jaksa telah menyelidiki praktik perburuhan ilegal di industri fesyen mewah selama 10 tahun terakhir. Investigasi pada 2024 menemukan bahwa imigran ilegal di bengkel dekat Milan bekerja sepanjang malam, tinggal, dan makan di tempat kerja, dan bekerja bahkan pada hari libur. Selain itu, dipastikan bahwa mereka mengoperasikan mesin dengan perangkat keselamatan dilepas.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |