Liputan6.com, Jakarta - Saat membuat paspor, petugas imigrasi biasanya akan menanyakan negara tujuan dan keperluannya kepada pengaju. Momen wawancara pembuatan paspor tersebut terekam dalam konten yang diunggah Kantor Imigrasi Jakarta Selatan (Kanim Jaksel) dengan akun @kanimjaksel pada Kamis, 17 Juli 2025.
Tampak seorang petugas imigrasi mewawancarai seorang perempuan pemohon paspor. Ketika ditanya petugas, perempuan tersebut mengaku baru pertama kali membuat paspor dan berencana pergi ke Pakistan karena ingin bertemu pacarnya yang ia kenal via Facebook.
"Berarti belum pernah ketemu sama sekali? Kamu juga baru pernah ke Pakistan ya," tanya petugas imigrasi yang diiiyan oleh perempuan tersebut.
Perempuan itu mengaku hanya pernah berkomunikasi melalui lewat pesan singkat dan panggilan video langsung. Hal yang mengagetkan, orangtua perempuan tersebut tidak tahu bahwa akan pergi ke luar negeri. "Karena disuruh pacar saya nggak boleh bilang pak," kata perempuan tersebut.
"Enggak boleh bilang? terus kamu percaya sama pacar kamu?" tanya petugas dengan nada rendah. "Percaya Pak," jawab perempuan itu lagi.
Transfer Uang ke Pacar untuk Pembelian Tiket
Petugas imigrasi lantas menanyakan lebih lanjut tempat tinggal dan tiket pesawat ke Pakistan. Awalnya, ia bertanya siapa yang membeli tiket ke Pakistan. Perempuan itu lantas menjawab bahwa pacarnya yang akan membelikan tiket.
Ia mengatakan sudah mentransfer Rp5 juta kepada pacarnya untuk membeli tiket. Dari berbagai informasi itu, petugas imigrasi meyakini bahwa pemohon paspor bisa jadi korban penipuan berkedok cinta (love scamming).
"Kalau saya lihat, ini ada kemungkinan arahnya untuk penipuan. Saya sebagai petugas imigrasi, sering kali menemui hal-hal seperti ini. Biasanya ini modus-modus penipuan. Saya sarankan, coba cross-check lagi," ucap petugas imigrasi.
Ia menginformasikan bahwa pola klasik seperti ini sering ditemukan dalam modus love scamming, yang bahkan dapat mengarah pada eksploitasi dan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Permohonan paspor tersebut ditolak oleh petugas imigrasi karena dinilai berpotensi menyalahgunakan paspor sekaligus memiliki tujuan keberangkatan yang tidak jelas.
Imbauan Imigrasi
Love scamming itu nyata. Imigrasi turut berperan dalam mencegah dan mengawasi potensi korban yang dimanfaatkan untuk tujuan ilegal. Imigrasi hadir untuk melindungi, mendeteksi, menggali, dan mencegah WNI jadi korban penipuan berkedok apapun yang berkaitan dengan kepergian ke luar negeri.
"Masyarakat dihimbau untuk selalu waspada terhadap penipuan yangmenjurus terhadap potensi adanya Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO. Pastikan semua dokumen dan rencana perjalanan jelas dan resmi," pesan Kanim Jaksel.
Mengutip kanal News Liputan6.com, 5 Juli 2025, Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menjelaskan skema penipuan "Love Scamming" yang dilakukan oleh pelaku kejahatan dan wajib diwaspadai oleh masyarakat agar tidak terkena model penipuan ini.
"Korban awalnya akan berkenalan dengan pelaku melalui akun Instagram yang sudah mencatut foto dan nama dari orang lain," kata Kepala Subdirektorat (Kasubdit) IV Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Metro Jaya, AKBP Herman Edco Simbolon saat ditemui di Jakarta, Jumat 4 Juli 2025.
Skema Penipuan Love Scamming
Herman menjelaskan, setelah berkenalan kemudian secara intensif pelaku memulai obrolan ringan dengan korban. "Di sinilah modus operandi 'Love Scaming' tadi digunakan oleh pelaku dengan membuat si korban percaya dan yakin dan mempunyai hubungan kedekatan walaupun tidak pernah bertemu," katanya.
Setelah semakin akrab, pelaku mulai mengarahkan untuk berkomunikasi melalui pesan WhatsApp (WA) secara personal. "Jadi melalui WhatsApp kemudian setelah intens sehari-hari mereka sering berkomunikasi. Mulailah pelaku menawarkan bisnis online," katanya.
Dalam kasus ini pelaku mulai mengajak mengikuti aplikasi Bigood, e-commerce yang ada di China. Kemudian, pelaku mulai mengirimkan tautan atau "link" untuk meminta korban mengunduh aplikasi palsu yang telah disiapkan pelaku.
Karena korban sudah percaya dengan pelaku, korban akhirnya berinvestasi yang awalnya mendapatkan keuntungan. "Namun setelah korban melakukan investasi dengan jumlah besar, pelaku memutus komunikasi dengan korban," kata Herman.