Liputan6.com, Jakarta - Sebuah kuil di Jepang barat daya disorot warga Jepang. Itu dipicu keputusan pengelola kuil untuk mengenakan biaya masuk hanya kepada wisatawan asing.
Mengutip Japan Today, Jumat, 18 Juli 2025, sejak Mei 2025, Kuil Nanzoin yang berlokasi di Prefektur Fukuoka, yang terkenal dengan patung Buddha berbaring sepanjang 41 meter, mengenakan biaya masuk sebesar 300 yen (sekitar Rp32 ribu) kepada pengunjung asing. Alasannya, uang itu diperlukan untuk mengatasi tindakan-tindakan yang mengganggu.
Sebuah papan bertuliskan "pengunjung" dalam bahasa Inggris berdiri di pintu masuk area, di sekitar salah satu patung terbesar di dunia. Itu adalah tempat turis asing mengantre untuk membayar di loket penerimaan.
Tidak semua orang asing dikenakan biaya masuk. Berdasarkan keterangan pada papan pengumuman, mereka yang memiliki bukti tinggal dalam jangka waktu panjang di Jepang untuk bekerja atau belajar akan dibebaskan dari biaya masuk kuil.
Staf atau petugas keamanan mengonfirmasi secara lisan. Mereka mengajukan pertanyaan seperti "Apakah Anda dari Jepang?" sebelum mengarahkan mereka untuk melewati antrean tanpa menunggu.
Perilaku Wisatawan Asing yang Tak Patut
Kakujo Hayashi, biksu kepala Kuil Nanzoin, menyebut angka kunjungan tamu asing semakin meningkat sejak Jepang mencabut pembatasan COVID-19. Peningkatan jumlah wisatawan itu berdampak negatif pada kuil, seperti semakin banyaknya sampah berserakan di area kuil.
Belum lagi perilaku pengunjung yang di luar batas. Beberapa tamu terlihat membawa dan mengonsumsi minuman keras, dan juga menyalakan kembang api di lingkungan kuil yang seharusnya dijaga kesakralannya.
Fasilitas kamar mandi pun sering disalahgunakan, sehingga mengganggu kenyamanan dan kebersihan tempat ibadah tersebut.
Hayashi yang berusia 72 tahun mengatakan, "Kami ingin seseorang bertanggung jawab atas biaya tambahan untuk kebersihan dan keamanan." Ia juga menambahkan, "Ini bukan diskriminasi."
Namun, seorang ahli menilai langkah pembedaan perlakuan pada wisatawan asing tersebut 'kurang jelas'. Perdebatan mengenai kebijakan harga untuk wisatawan asing, yang sekarang jumlahnya sudah mencapai rekor tertinggi, makin ramai menjelang pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat pada Minggu, 20 Juli 2025.
Kunjungan Wisman ke Jepang Pecahkan Rekor
Sebelumnya, Jepang mengumumkan 21,5 juta kunjungan wisata asing pada paruh pertama 2025. Itu adalah rekor tertinggi menurut data pemerintah pada Rabu, 16 Juli 2025, dengan permintaan perjalanan tetap kuat bahkan di luar musim puncak.
Angka kunjungan wisman selama enam bulan pertama tahun ini melampaui rekor tahun lalu yang tercatat 17,78 juta kunjungan, menurut Organisasi Pariwisata Nasional Jepang. Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) pada Juni 2025 mencapai 3,38 juta, naik 7,6 persen dari tahun sebelumnya dan merupakan jumlah tertinggi sepanjang sejarah untuk bulan tersebut.
Berdasarkan negara dan wilayah, Korea Selatan menjadi penyumbang kunjungan wisatawan mancanegara tertinggi pada paruh pertama tahun ini dengan 4,8 juta orang, diikuti China dengan 4,7 juta, dan Taiwan dengan 3,3 juta. Semua pasar melampaui angka mereka dari tahun sebelumnya, dengan Tiongkok mengalami peningkatan signifikan sebesar 53,5 persen.
Lonjakan wisman ini telah menciptakan berbagai tantangan bagi Jepang, termasuk overtourism yang memengaruhi kualitas hidup penduduk lokal di destinasi-destinasi populer.
Jepang selama ini giat menarik kedatangan orang asing untuk mendongkrak ekonominya yang lesu. Namun, kini muncul persepsi bahwa jumlah mereka sudah terlalu banyak, sehingga memicu pembentukan satuan tugas baru di tengah memanasnya persaingan jelang pemilu nasional besok.
Pembentukan Satuan Tugas Khusus Tangani Orang Asing
Menjelang pemilu majelis tinggi, isu ini mengemuka dalam perdebatan politik. Salah satunya dipicu oleh partai kecil yang mendorong kebijakan "Japanese first", mirip dengan retorika nasionalis Donald Trump. Demikian seperti dilansir CNN.
Perdana Menteri Shigeru Ishiba meluncurkan satuan tugas, yang secara resmi diberi nama Kantor Promosi Masyarakat Hidup Berdampingan Secara Harmonis dengan Warga Negara Asing, tersebut pada Selasa, 15 Juli 2025. Dia menyebut pembentukan satuan tugas ini dilatarbelakangi tindakan kriminal atau perilaku mengganggu yang sejumlah warga asing dan penyalahgunaan berbagai sistem pemerintah.
Ishiba menggambarkan satuan tugas ini sebagai pusat komando yang mengoordinasikan kebijakan untuk warga negara Jepang dan warga negara asing.
"Beberapa bidang yang akan menjadi fokus meliputi imigrasi, pembelian lahan oleh warga asing, serta kasus warga asing yang menunggak pembayaran iuran layanan publik," ujar Ishiba.
Dia berjanji akan menindak tegas siapa pun yang tidak mematuhi aturan. Belum ada rincian yang lebih konkret, namun pemerintah mengatakan bulan lalu bahwa mereka berencana merevisi kebijakan agar melarang turis dan penduduk asing yang menunggak tagihan medis untuk mendapatkan visa atau kembali ke Jepang.