Lombok - Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB), membantah investor proyek kereta gantung di Gunung Rinjani kabur. Ia menyatakan, investor pembangunan kereta gantung menuju Gunung Rinjani dari Desa Karang Sidemen Kecamatan Batukliang Utara masih menunggu kajian perizinan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal).
"Investor kereta gantung tetap ingin melakukan pembangunan, hanya saja saat ini masih menunggu kajian Amdal," kata Kepala Dispar Lombok Tengah Lalu Sungkul di Lombok Tengah, Selasa, 22 Juli 2025, lapor Antara.
Pembangunan kereta gantung telah dicanangkan sejak 2013 dan groundbreaking sudah dilakukan sekitar dua tahun lalu. "Investor tidak pernah pergi dari Lombok karena kantornya ada di Gunung Sari-Lombok Barat," katanya. "Mereka telah membayar Rp5 miliar untuk jaminan, dalam hal pemanfaatan hutan."
Ia menyambung, jika validasi Amdal sudah dituntaskan pihak ketiga yang mengurus, pihaknya meyakini, investor akan segera melakukan pembangunan. Di satu sisi lain, pihaknya juga menyampaikan kendala terkait pembangunan karena adanya perubahan, meski tidak dijelaskan detail perubahan yang dimaksud.
Diklaim Memberdayakan Masyarakat
Sungkul berkata, "Kereta gantung ini satu-satunya bisnis yang tidak merusak alam, karena dia hanya menggunakan satu tiang pancang yang tingginya 35 meter. Kami berharap, ini menjadi jawaban dari masyarakat yang melakukan aktivitas illegal logging, jadi ada kesibukan (kerjaan lain) nantinya dengan adanya kereta gantung ini."
Ia mencontohkan, di setiap kampung di Swiss hampir ada kereta gantung, karena di wilayah itu adalah pegunungan dan kereta gantung sangat digemari masyarakat dan wisatawan. "Kalau kereta gantung di Gunung Rinjani, investasi mencapai triliunan rupiah, kisaran sampai Rp15 trilun sama akomodasi," ujar dia.
Dia bertemu pihak investor yang mempertanyakan kenapa mereka dianggap kabur padahal posisinya menunggu validasi. "Mereka tidak kabur," tegasnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Lombok Tengah menyatakan rencana pembangunan kereta gantung dari jalur pendakian Lombok Tengah menuju kawasan Gunung Rinjani batal. "Kabar dari investor hilang, jadi batal," kata Kepala Bapperida Lombok Tengah Lalu Wiranata di Lombok Tengah, 4 Juli 2025, lapor Antara.
Kabar Sebelumnya
"Alasan batal kami tidak tahu. Kemungkinan alasan internal perusahaan," kata Wiranata. Ia mengatakan, pemerintah daerah telah melaporkan hal tersebut pada Pemerintah Provinsi NTB, agar mencarikan investor lain, sehingga pembangunan kereta gantung tersebut bisa terwujud.
"Kami berharap supaya dicarikan investor baru," imbuhnya. Ia mengatakan, pembangunan kereta gantung diharapkan dapat memperkuat pengembangan pariwisata Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika. Selain itu, destinasi wisata tersebut bisa meningkatkan kunjungan wisatawan asing maupun domestik di Lombok Tengah.
"Kami tetap mendukung pembangunan itu," sebut dia. Ia mengatakan, jika terbangun, kereta gantung itu tidak hanya jadi sumber pendapatan asli daerah (PAD), namun berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat maupun usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). "Dampak ekonomi pasti ada. Semoga bisa terwujud," harapnya.
Lokasi pembangunan kereta gantung Rinjani berada di kawasan hutan lindung di Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang Utara, Kabupaten Lombok Tengah. Total luas lahan yang digunakan untuk kereta gantung tersebut mencapai 500 hektare dengan panjang jalur kereta mencapai 10 kilometer yang nantinya juga dilengkapi fasilitas pendukung lain.
Balai TNGR Didemo
Baru-baru ini, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) didemo buntut rencana pengadaan seaplane dan area glamping di kawasan tersebut. Proyek tersebut dianggap tidak sesuai prinsip pelestarian alam dan semangat keberlanjutan yang digaungkan Rinjani.
Menanggapi itu, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani merilis pernyataan melalui situs webnya, menulis, "Kami memfasilitasi proses permohohan izin dengan berpedoman pada Peraturan Menteri LHK Nomor 3 Tahun 2021 dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.8/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2019, serta kesesuaian zonasi dan ruang (berada di zona pemanfaatan dan ruang usaha)," seperti dikutip Jumat, 11 Juli 2025.
Hingga kini, kata Balai TNGR, permohonan perizinan PT SPI berada pada tahap pemenuhan persyaratan Izin Lingkungan (UKL UPL) yang kewenangannya di bawah Kementerian Lingkungan Hidup. "Aspek kelestarian lingkungan dikaji lebih detail pada dokumen Izin Lingkungan," sebut mereka.
"Bila dinilai tidak memenuhi standar kelestarian lingkungan, izin lingkungan tidak diterbitkan dan permohonan izin tidak dapat diproses ke tahap selanjutnya. Pada prinsipnya, Balai TNGR tetap memprioritaskan prinsip kehati-hatian demi kelestarian kawasan dan kemanfaatan ekonomi bagi masyarakat melalui proses perizinan berusaha."