Hari Kebaya Nasional 2025, Warisan yang Hidup dan Menghidupi

1 month ago 51

Liputan6.com, Jakarta - Bakti Budaya Djarum Foundation kembali menyuarakan gerakan pelestarian kebaya melalui sebuah film pendek #KitaBerkebaya. Di momen Hari Kebaya Nasional 2025, yang akan jatuh besok, Kamis, 24 Juli 2025, mereka membawa pesan bahwa kebaya bukan sekadar simbol nostalgia, namun warisan yang terus hidup.

"Setelah karya sinematografi tahun lalu yang lebih artsy, menyoroti kebaya sebagai busana sehari-hari di luar kota besar, karya tahun ini, brainstorm-nya lumayan panjang, karena kami mau ada benang merah," kata Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation, Renitasari Adrian, saat jumpa pers di Jakarta, Selasa, 22 Juli 2025.

"Bukan sekadar perayaan Hari Kebaya Nasional secara seremonial, tapi bagaimana membuat sesuatu yang mengalir untuk kebaya terus hidup dan bisa menghidupi," imbuhnya. Renita menyebut, selain melestarikan warisan budaya, memakai kebaya berarti menghidupi para pekerja di dalam ekosistem tersebut.

"Mulai dari tukang kain, tukang jahit, sampai pedagang (kebaya), semua bisa merasakan dampak ini. Apalagi, (pemakaian) kebaya biasanya dipadukan dengan wastra, jadi makin banyak UMKM di daerah yang bisa dihidupi," ujarnya.

Kebaya di Kota Besar

Sutradara #KitaBerkebaya, Bramsky, mengungkap melalui video bahwa cerita film pendek ini memperlihatkan konferensi perempuan yang memperjuangkan eksistensi kebaya. "(Film pendek ini) cukup memberi tantangan tersendiri bagi saya, karena saya bisanya garap video bernuansa kebudayaan dan Jawa, tapi konsep kali ini lebih ke gen Z dan perkotaan," sebutnya.

Film pendek ini, kata dia, jadi ajakan anak muda untuk berkebaya, menjadikannya sebagai busana sehari-hari untuk turut menjaga ekosistem kebaya itu sendiri. "Bagaimana itu (ekosistem kebaya) bisa terus hidup di era sekarang," tuturnya.

Film pendek ini memang menyampaikan beragam ekspresi tentang kebaya. Melalui sudut pandang perempuan, karya ini menelusuri dinamika kebaya sebagai bagian dari perjalanan dan transformasi perempuan Indonesia.

Lebih dari sekadar busana, kebaya ditampilkan sebagai identitas budaya yang relevan, bahkan di era modern, dengan potensi besar untuk dikenakan dalam berbagai aktivitas, baik dalam konteks keseharian maupun dalam forum berskala nasional hingga internasional.

Keberagaman Perempuan Indonesia dan Kebaya

Tidak kurang dari 250 perempuan terlibat dalam produksi film ini. Mereka berasal dari berbagai komunitas, seperti Kebaya Menari, Abang None Jakarta, Putra Putri Batik, Lestari Ayu Bulan dari Bali, serta para peserta program Intensif Musikal Budaya dari berbagai daerah.

Film ini juga didukung sejumlah nama besar di dunia seni dan hiburan Indonesia, yakni Maudy Ayunda, Maudy Koesnaedi, Tara Basro, Dian Sastrowardoyo, Eva Celia, Raihanun, Titi Radjo Padmaja, Andien, dan Lutesha. Fashion stylist, Hagai Pakan, mengatakan bahwa visual film pendek ini merupakan representasi keberagaman perempuan Indonesia, dengan cara berkebaya yang lebih variatif.

"Ini terutama bagaimana kebaya hadir di kota besar dan bagaimana perempuan kota besar berkebaya sehari-hari," ucapnya di kesempatan yang sama. "Sejak awal, saya sudah mengatakan bahwa bentuk styling-annya akan editorial, lebih fashion. Mba Renita request colorful, jadi begitulah tampilannya, melambangkan kebhinekaan Indonesia yang begitu berwarna."

Hagai menyebut, #KitaBerkebaya memperlihatkan bentuk kebaya yang eksis di Indonesia, seperti labuh, noni, kutubaru, dan kartini. "Kemudian, aku dandanin sesuai karakter masing-masing, karena styling itu bagaimana pemakainya nyaman, jadi bisa pull it off look-nya," ujar dia.

Kebaya Favorit

"Ada kalanya kebaya tidak dipakai dengan wastra, dan tetap keren," ia menambahkan. Berbeda dari karya sinematografi tahun lalu, tahun ini, selain koleksi vintage desainer, ia juga memadankan beberapa produk jenama lokal yang fokus mengedepankan kebaya.

"Ada Menggah Agung, Nona Srikaya, dan Mera and Jenar," ia menyebutkan beberapa brand lokal yang dimaksud. Di kesempatan yang sama, Titi Radjo Padmaja bercerita, baginya, kebaya berdampak ke attitude yang baik. "Kalau pakai kebaya tuh maunya bicara yang halus, yang santun, lakunya jadi lebih baik dan bisa jadi contoh," katanya menambahkan bahwa jenis kebaya favoritnya adalah kutubaru.

Sementara itu, Andien mengatakan bahwa ia menyukai berbagai macam kebaya, tapi "yang penting colorful." "Aku pribadi suka yang potongannya longgar, jadi suka dengan kebaya labuh," ungkapnya.

Maudy Ayunda, yang juga menyebut kutubaru sebagai kebaya favoritnya, mengatakan bahwa kebaya tidak hanya bisa dipakai dalam konteks tradisional. "Kita bisa ambil esensi kebaya, di-customize dengan kepribadian kita, dan itu merupakan cara kita berekspresi. Kebaya harus jadi simbol sejarah yang melekat dengan citra perempuan Indonesia modern," tandasnya.

Karya sinematografi #KitaBerkebaya dapat disaksikan melalui YouTube Indonesia Kaya mulai besok, Kamis, 24 Juli 2025.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |