Liputan6.com, Jakarta - Menyusul klaim Presiden Amerika Serikat Donald Trump soal Coca-Cola akan mengganti pemanis untuk produknya, Coca-Cola mengonfirmasi akan merilis minuman soda berbahan gula tebu. Pemanis itu untuk menggantikan sirup jagung fruktosa tinggi yang selama ini dipakai.
Dalam laporan pendapatannya pada Selasa, 22 Juli 2025, perusahaan mengungkapkan bahwa sebagai "bagian dari agenda inovasi yang berkelanjutan", pada musim gugur nanti akan meluncurkan "produk yang terbuat dari gula tebu AS" sebagai bagian dari rangkaian produknya. Beberapa versi Coca-Cola sudah menggunakan gula tebu, termasuk Coca-Cola yang dijual di Meksiko.
"Penambahan ini dirancang untuk melengkapi portofolio inti perusahaan yang kuat dan menawarkan lebih banyak pilihan untuk berbagai kesempatan dan preferensi," ujar Coca-Cola dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNN, Rabu (23/7/2025).
Lewat panggilan telepon dengan para analis, CEO James Quincey meyakini minuman tersebut "akan menjadi pilihan yang bertahan lama bagi konsumen" dan mencatat bahwa Coca-Cola menggunakan gula tebu di beberapa minuman lain yang dijual di AS, termasuk limun dan kopi."Jadi, kami pasti ingin menggunakan seluruh pilihan pemanis yang tersedia jika ada preferensi konsumen," ujarnya.
Tak Akan Berhenti Gunakan Sirup Jagung
Meski begitu, perusahaan mengungkapkan bahwa mereka tetap akan terus menggunakan sirup jagung fruktosa tinggi dan tidak akan mengubah resep andalan minuman soda mereka. Nantinya, perusahaan akan membuat produk terpisah yang mengandung gula tebu.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, Robert F. Kennedy, Jr., menentang penggunaan siru jagung fruktosa tinggi sebagai pemanis minuman cola Amerika. Ia menyebut pemanis itu sebagai "formula yang membuat Anda obesitas dan diabetes" dalam episode podcast Dr. Jordan Peterson pada September 2024.
Sirup jagung adalah pemanis yang umum dan murah, itulah sebabnya Coca-Cola beralih ke pemanis buatan bertahun-tahun lalu. Namun, soda yang mengandung gula - baik yang dibuat dengan gula tebu maupun sirup jagung - tidak menyehatkan, kata para ahli kesehatan.
"Konsumsi gula berlebih dari sumber mana pun membahayakan kesehatan," ujar Eva Greenthal, ilmuwan kebijakan senior di Center for Science in the Public Interest, sebuah kelompok advokasi konsumen nirlaba, kepada CNN. "Untuk membuat pasokan pangan AS lebih sehat, pemerintahan Trump harus berfokus pada pengurangan gula, bukan variasi gula."
Gula Lebih Mahal dari Sirup Jagung
Sementara itu, pesaingnya, PepsiCo, tidak membuat perubahan besar. Namun, soda prebiotik yang baru diumumkan mengandung gula tebu, begitu pula merek Poppi yang baru saja diakuisisi.
"Gula lebih mahal di AS dibandingkan di banyak belahan dunia lainnya, jadi saya rasa ada diskusi dengan pemerintah, mungkin tentang bagaimana kita bisa membuat gula lebih terjangkau di AS, bagaimana kita bisa memiliki strategi pertanian yang mungkin dapat mengurangi biaya gula, dan yang akan memfasilitasi banyak transisi bagi kami dan seluruh industri," ujar CEO PepsiCo, Ramon Laguarta, di CNBC pekan lalu.
Mengutip People, Kamis, 17 Juli 2025, John Bode, Presiden dan CEO Corn Refiners Association, mengkritik langkah ini. "Mengganti sirup jagung fruktosa tinggi dengan gula tebu tidak masuk akal," ujar Bode. Ia menambahkan bahwa perubahan ini bisa menghilangkan ribuan pekerjaan manufaktur makanan di AS, menekan pendapatan pertanian, dan meningkatkan impor gula asing, tanpa manfaat gizi yang jelas.
Gula, Bisa Jadi Teman dan Lawan
Penggunaan gula tebu juga menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap kesehatan masyarakat. Meskipun banyak yang percaya bahwa gula tebu lebih alami, kedua pemanis ini mengandung kalori yang serupa dan dapat berkontribusi terhadap masalah kesehatan seperti obesitas dan diabetes jika dikonsumsi berlebihan.
Mengutip kanal Health Liputan6.com, rasa manis pada makanan atau minuman bisa dihasilkan oleh gula maupun pemanis non-gula alias pemanis buatan. "Jika berbicara tentang gula, maka akan berhubungan dengan diabetes. Sedangkan produk pemanis non-gula berhubungan dengan sistem imun," kata dosen patologi anatomik di Fakultas Kedokteran (FK) Unair, Dr. dr. Willy Sandhika, MSi., SpPA(K) mengutip laman Universitas Airlangga (Unair), Kamis, 26 Juni 2025.
Menurut dokter spesialis patologi anatomi itu, dari segi imunologi, gula bisa menjadi kawan dan bisa pula menjadi lawan. "Jika peruntukannya adalah pada orang yang kekurangan kalori, gizi buruk, gula bisa menjadi teman. Bagi yang sudah berlebihan akan menimbulkan berbagai macam penyakit," jelasnya.
Takaran konsumsi pemanis juga tergantung pada siapa yang mengonsumsinya. "Jika masih anak-anak, bagus memakan gula. Jika sudah tua seharusnya diet bebas gula. Tetapi perlu ditekankan bahwa, diet bebas gula artinya juga tanpa pemanis buatan," ujarnya.