Liputan6.com, Jakarta Hubungan interpersonal seharusnya menjadi sumber kebahagiaan dan dukungan, namun tidak semua interaksi berjalan demikian. Toxic relationship, atau hubungan beracun, adalah jenis interaksi yang secara konsisten menyebabkan dampak negatif pada kesejahteraan mental, emosional, bahkan fisik individu yang terlibat.
Hubungan ini ditandai oleh ketidakseimbangan kekuatan serta perilaku yang merugikan salah satu pihak, di mana satu pihak mendominasi dan menekan pihak lainnya.
Sayangnya, banyak individu yang terjebak dalam hubungan semacam ini sering kali tidak menyadari sifat beracunnya. Mereka bahkan menganggap perlakuan yang didapatkan adalah hal yang normal atau bentuk ekspresi kasih sayang.
Pemahaman yang minim tentang batasan sehat dalam sebuah hubungan menjadi salah satu pemicu utama mengapa seseorang tetap bertahan dalam kondisi yang merugikan. Mengenali ciri-ciri toxic relationship menjadi sangat krusial untuk melindungi diri dan kesehatan mental.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tanda-tanda Anda terjebak dalam hubungan beracun yang sering tidak disadari, dilengkapi dengan penjelasan ilmiah dari para ahli di bidang psikologi.
Selalu Dikontrol oleh Pasangan
Salah satu ciri paling menonjol dari toxic relationship adalah adanya kontrol berlebihan dari satu pihak terhadap pihak lainnya. Pasangan mungkin memaksakan kehendaknya dan membuat Anda merasa bersalah jika tidak menuruti keinginannya.
Contoh konkretnya bisa berupa pertanyaan terus-menerus tentang keberadaan Anda atau kemarahan yang meledak jika pesan tidak segera dibalas.
Menurut psikolog klinis Catalina Lawsin, perilaku ini mengindikasikan ketidakseimbangan kekuatan dalam hubungan, di mana satu pihak mendominasi dengan mengabaikan kebutuhan pasangannya.
Lillian Glass, seorang pakar psikologi dan komunikasi, mendefinisikan toxic relationship sebagai hubungan di mana salah satu pihak berusaha memiliki kontrol yang jauh lebih besar terhadap pihak lain. Kontrol ini tidak hanya terbatas pada aktivitas fisik, tetapi juga mencakup kontrol emosional dan psikologis yang merusak.
Sulit Menjadi Diri Sendiri
Ketika Anda selalu berada di bawah kendali pasangan, kemampuan untuk menjadi diri sendiri akan terkikis secara perlahan. Anda mungkin merasa terpaksa untuk selalu bersikap sesuai keinginan pasangan, bukan berdasarkan keinginan atau nilai-nilai pribadi Anda.
Bahkan, Anda akan berpikir berkali-kali sebelum berpendapat karena takut apa yang diucapkan akan menjadi kesalahan di mata pasangan.
Hubungan yang toksik dapat menyebabkan seseorang kehilangan identitas diri, merasa tertekan, dan mengalami stres kronis. Kondisi ini sering kali membuat individu mengabaikan kebutuhan pribadi mereka.
Mereka mungkin melepaskan kebiasaan perawatan diri yang biasa dilakukan, seperti hobi, aktivitas sosial, atau bahkan menjaga kesehatan fisik demi menyenangkan pasangan.
Kehilangan diri sendiri dalam sebuah hubungan adalah tanda bahaya yang serius. Ini menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak mendukung pertumbuhan pribadi, melainkan justru menghambat dan membatasi potensi individu.
Tidak Mendapat Dukungan dan Sering Dikritik
Dalam toxic relationship, setiap pencapaian atau keberhasilan Anda sering kali dianggap sebagai bentuk kompetisi, bukan sesuatu yang patut dirayakan. Pasangan mungkin tidak senang jika Anda berhasil melakukan sesuatu yang seharusnya membuat mereka bangga.
Alih-alih dukungan, Anda justru mendapatkan perkataan kasar dan kritik yang tidak membangun. Hubungan yang sehat seharusnya didasarkan pada keinginan bersama untuk melihat satu sama lain sukses dalam semua bidang kehidupan.
Kurangnya dukungan dan saling pengertian adalah ciri utama hubungan toksik, seperti yang diungkapkan oleh Lillian Glass. Kritik yang terus-menerus dan tidak konstruktif dapat merusak harga diri dan motivasi.
Psikolog Nurul Kusuma Hidayati, menjelaskan bahwa toxic relationship ditandai dengan tidak adanya saling mendukung dan justru munculnya persaingan. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang tidak aman secara emosional, di mana individu merasa selalu dihakimi dan tidak dihargai.
Komunikasi yang Tidak Sehat
Komunikasi dalam hubungan toksik sering kali didominasi oleh sarkasme, kritik pedas, dan penghinaan, bukan saling menghormati. Salah satu tanda yang mudah dikenali adalah tindakan mendiamkan ketika sedang marah, atau yang dikenal sebagai silent treatment. Ini adalah bentuk manipulasi emosional yang bertujuan untuk menghukum atau mengontrol pasangan.
Kurangnya komunikasi yang sehat adalah salah satu faktor utama penyebab hubungan menjadi beracun. Kekerasan emosional, seperti membentak, menghina, atau merendahkan harga diri, sering terjadi dalam pola komunikasi yang buruk ini. Ini menciptakan lingkungan di mana satu pihak merasa tidak aman untuk mengungkapkan pikiran atau perasaannya.
Pola komunikasi seperti ini tidak memungkinkan adanya penyelesaian masalah yang konstruktif. Sebaliknya, hal ini justru memperburuk konflik dan memperdalam luka emosional, membuat hubungan semakin tidak sehat dan penuh ketegangan.
Cemburu yang Berlebihan dan Posesif
Rasa cemburu yang berlebihan atau tanpa alasan jelas adalah tanda lain dari toxic relationship. Kecemburuan ini sering kali diikuti dengan perilaku posesif, seperti mengekang, menyita ponsel, atau bahkan melabrak orang yang dicemburui.
Perilaku ini sering digunakan sebagai alasan untuk membatasi interaksi Anda dengan orang lain, termasuk teman dan keluarga. Kecemburuan yang berlebihan adalah salah satu ciri umum hubungan toksik yang dapat berkembang menjadi bentuk kontrol.
Perilaku posesif berupaya untuk selalu mengetahui secara mendetail semua tindakan yang dilakukan oleh pasangan dan mengatur segala aktivitasnya. Akibatnya, salah satu pihak merasa tidak diberikan kebebasan dan ruang pribadi.
Pembatasan interaksi sosial ini bertujuan untuk mengisolasi korban dari sistem pendukung mereka. Hal ini membuat korban semakin bergantung pada pasangan dan lebih sulit untuk keluar dari hubungan yang merugikan tersebut.
Sering Dibohongi atau Tidak Jujur
Dalam toxic relationship, pasangan sering kali berbohong dan menutupi banyak hal dari Anda. Ketidakjujuran ini bisa berupa hal-hal kecil hingga masalah besar yang fundamental bagi hubungan.
Ironisnya, Anda mungkin juga merasa terpaksa untuk tidak jujur karena takut pasangan marah atau ingin menghindari konflik yang tidak perlu.
Kejujuran adalah salah satu pondasi utama hubungan yang sehat dan saling percaya. Ketidakjujuran yang terus-menerus menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak didasari oleh integritas dan transparansi. Hal ini merusak kepercayaan dan menciptakan keraguan yang konstan.
Lingkungan yang penuh kebohongan dan ketidakjujuran akan membuat Anda merasa tidak aman dan tidak dihargai. Ini menghambat perkembangan hubungan yang tulus dan sehat, serta menciptakan siklus ketidakpercayaan yang sulit diputus.
Mengabaikan Kebutuhan Pribadi dan Merasa Bersalah
Salah satu dampak paling berbahaya dari toxic relationship adalah ketika Anda mulai mengabaikan kebutuhan pribadi demi pasangan. Anda mungkin mengikuti apa pun yang pasangan inginkan, bahkan jika itu bertentangan dengan keinginan atau kenyamanan Anda sendiri. Selain itu, Anda juga sering merasa bersalah atas hal-hal yang sebenarnya bukan salah Anda, karena manipulasi emosional dari pasangan.
Menurut psikolog klinis Catalina Lawsin, mengabaikan kebutuhan diri sendiri demi pasangan adalah gejala hubungan toksik yang mengindikasikan ketidakseimbangan kekuatan. Korban toxic relationship cenderung kehilangan harga diri, kebahagiaan, dan kebebasan. Mereka sering menyalahkan diri sendiri atas masalah dalam hubungan, meskipun itu adalah hasil dari perilaku pasangan.
Kondisi ini membuat individu merasa terjebak dan tidak berdaya. Mereka kehilangan kemampuan untuk memprioritaskan diri sendiri, yang pada akhirnya dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik secara keseluruhan.
Kekerasan dalam Hubungan
Toxic relationship dapat berkembang menjadi berbagai bentuk kekerasan, tidak hanya fisik. Ini meliputi kekerasan verbal (cacian, makian, kata-kata tidak sopan), psikologis (membuat tertekan, minder, depresi), dan ekonomi (mengontrol keuangan atau melarang bekerja). Kekerasan ini adalah bentuk pelecehan yang merusak martabat dan kesejahteraan individu.
Lee (2018) menyatakan bahwa hubungan toksik ditandai dengan adanya kekerasan dari salah satu pasangan. Kekerasan ini sering kali tidak disadari karena tidak tampak secara langsung, namun dampaknya bisa sangat besar. Hal ini dapat menimbulkan perasaan putus asa dan hilangnya rasa emansipasi pada korban.
Dalam kasus yang ekstrem, toxic relationship dapat berujung pada kekerasan psikologis dan terkadang fisik, yang dapat memiliki konsekuensi tragis. Penting untuk mengenali tanda-tanda ini dan mencari bantuan profesional jika Anda atau seseorang yang Anda kenal mengalaminya.
Dampak pada Kesehatan Mental
Berada dalam toxic relationship secara terus-menerus dapat menyebabkan dampak serius pada kesehatan mental. Anda mungkin sering merasa cemas, stres, dan bahkan depresi. Penurunan harga diri dan perasaan terjebak adalah hal yang umum. Anda mungkin juga merasa seperti 'berjalan di atas kulit telur' karena konflik yang meledak-ledak dan tidak terduga.
Dampak toxic relationship bisa berlangsung lama, mempengaruhi kesehatan mental dan fisik seseorang secara signifikan. Penelitian menunjukkan bahwa hubungan beracun dapat memicu gangguan kecemasan, depresi, dan penurunan harga diri yang parah. Stres kronis yang dialami juga dapat menyebabkan gangguan tidur dan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
Kesehatan mental yang terganggu akibat hubungan toksik memerlukan perhatian serius. Mencari dukungan dari profesional kesehatan mental atau orang terdekat sangat penting untuk memulai proses pemulihan dan membangun kembali kesejahteraan diri.
Mengisolasi Diri dari Lingkungan Sosial
Salah satu taktik manipulatif dalam toxic relationship adalah pasangan membatasi lingkup pertemanan Anda. Ini membuat Anda berjarak dan kesulitan berkomunikasi serta beradaptasi dengan teman-teman lama. Anda mungkin mulai merasa jauh dari keluarga dan teman-teman Anda, karena pasangan menciptakan hambatan untuk interaksi sosial.
Pembatasan aktivitas sosial merupakan bentuk pelecehan emosional yang sering kali tidak disadari oleh korban. Taktik ini bertujuan untuk membuat korban semakin bergantung pada pasangan dan kehilangan dukungan dari luar. Ini dapat menghambat perkembangan jati diri individu dan membuat mereka terbiasa dengan pola buruk yang berdampak tidak baik pada diri sendiri.
Isolasi sosial ini membuat Anda merasa sendirian dan tidak memiliki tempat untuk berbagi atau mencari bantuan. Ini adalah tanda bahaya besar yang menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak sehat dan merugikan.
Hanya Satu Pihak yang Berusaha
Dalam hubungan yang toksik, sering kali hanya satu pihak yang berusaha keras untuk menjaga keutuhan hubungan. Anda mungkin selalu berupaya untuk memperbaiki masalah, berkompromi, dan memberikan yang terbaik, tetapi pasangan tampak tidak peduli atau tidak menunjukkan usaha yang setara. Ini menciptakan ketidakseimbangan yang melelahkan secara emosional.
Hubungan yang sehat membutuhkan usaha dan komitmen dari kedua belah pihak, tidak berat sebelah. Jika hanya satu pihak yang terus-menerus berjuang dan berkorban, ini adalah tanda adanya masalah yang tidak sehat. Kondisi ini menunjukkan bahwa ada ketidaksetaraan dalam investasi emosional dan komitmen terhadap hubungan.
Kesadaran akan ciri-ciri toxic relationship ini sangat penting untuk menjaga kesehatan mental dan fisik Anda. Jika Anda menemukan diri Anda dalam situasi ini, penting untuk segera mengambil keputusan yang tepat demi kesejahteraan diri Anda.
People Also Ask
1. Apa itu toxic relationship?
Hubungan toksik adalah interaksi interpersonal yang secara konsisten menyebabkan dampak negatif pada kesejahteraan mental, emosional, atau fisik individu yang terlibat.
2. Bagaimana ciri-ciri utama seseorang terjebak dalam toxic relationship?
Ciri utamanya meliputi selalu dikontrol, sulit menjadi diri sendiri, kurang dukungan, komunikasi tidak sehat, cemburu berlebihan, dan sering dibohongi.
3. Apa saja dampak kesehatan mental dari toxic relationship?
Dampaknya bisa berupa stres, kecemasan, depresi, penurunan harga diri, dan perasaan terjebak karena konflik yang meledak-ledak.
4. Mengapa banyak orang sulit menyadari terjebak dalam hubungan toksik?
Sering kali, korban menganggap perlakuan yang didapatkan sebagai hal normal, atau termanipulasi oleh pasangan hingga merasa bersalah atas hal yang bukan kesalahannya.
5. Apa yang harus dilakukan jika merasa terjebak dalam toxic relationship?
Jawaban: Penting untuk mengenali tanda-tanda, mencari dukungan dari teman, keluarga, atau profesional, dan segera mengambil keputusan demi menjaga kesehatan mental dan fisik.