Liputan6.com, Jakarta - Menteri Lingkuhan Hidup (MenLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyebut bahwa hampir seluruh sungai di Jakarta tercemar dalam kadar sedang sampai berat. Secara khusus, 13 sungai utama di Jakarta, kata MenLH, tercemar relatif berat.
"Salah satu penyebabnya adalah limbah industri," kata dia saat ditemui di Jakarta, Kamis, 10 April 2025. Maka itu, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) menggelar acara diskusi bersama para pelaku kawasan industri di Jabodetabek dan Karawang untuk mengajak menata kembali proses pembuangan air limbah.
MenLH berkata, "Saya mencoba mencermati, mungkin masih ada kelemahan-kelemahan instrumen dalam peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan waktu itu, tapi secara prinsip, voluters buying principle jadi hal yang kemudian ditekankan dalam Undang-Undang (Nomor) 32 Tahun 2009 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup)."
Artinya, Hanif menjelaskan, siapapun yang menyebabkan pencemaran lingkungan, ia akan dimintai pertanggungjawaban untuk menyelesaikannya. MenLH menyinggung soal pemasangan alat-alat kontrol dan pembangunan instalasi pengolahan air limbah komunal sebagain bagian dari intervensi dalam meningkatkan kualitas air.
"Kita masih menjadikan sungai sebagai halaman belakang rumah kita, tempat membuang air limbah, bahkan sampah juga masuk ke sungai-sungai," ia menambahkan. Dalam arahan, disebutkan bahwa pengelola kawasan industri wajib memiliki Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL).
Juga, wajib mengesahkan RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) dan RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) rinci usaha dan/atau kegiatan dalam kawasan. Dokumen itu nantinya harus diperiksa pengelola kawasan industri pada pelaku usaha yang membuang dan/atau memanfaatkan air limbah.
Alat Pemantau Kualitas Air
Pengelola kawasan industri juga wajib memasang dan mengoperasikan alat pemantau kualitas air secara terus menerus dan dalam jaringan. Diakui Hanif bahwa beban pengelolaan air limbah di kawasan industri begitu berat.
"Makanya, perlu ada tenaga teknis yang berkompetensi terhadap itu. Kemudian, apakah tenaga teknis ini mengemban masih-masih tecan, atau keroyokan, itu bisa kita diskusikan bersama-sama," ujar MenLH. "Yang penting niatnya untuk lebih serius meningkatkan kualitas air sungai yang jadi buangan air limbah."
Di kesempatan yang sama, Hanif juga membahas limbah Bahan Beracun dan Berbahaya (B3), yang dianggap sebagai "hal krusial" untuk diperhatikan. "Pelaksanaan pengelolaan limbah B3 semestinya sudah ada dalam izin pemrosesan limbah B3, sehingga sudah sangat detail."
Jangan sampai, kata MenLH, perusahaan, termasuk dalam kawasan industri, tidak punya izin pemrosesan limbah B3, sementara dokumen lingkungannya ada. Tidak ketinggalan, Hanif juga membahas pengelolaan sampah di kawasan industri yang sebenarnya bisa jadi "sumber daya."
Pengelolaan Sampah sampai Pemantauan Kualitas Udara
Pengolahan sampah dilakukan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan sesuai karakteristik limbah, entah waste to energy, waste to fertilizer, waste to animal feed, maupun waste to material. "Mengelola sampah memang harus selesai di tingkat pengelola kawasan (industri)," kata MenLH.
Menggenapi bahasan, Hanif juga menyenggol soal kualitas udara. "Pada akhir April atau awal Mei, kita akan sama-sama memasuki musim kemarau, yang mana berkaca pada yang sudah-sudah, itu membuat kita harus lebih mencermati kualitas udara di Jabodetabek," katanya.
Saat musim kemarau, Hanif menjelaskan, aerosol yang terbentuk dari polutan-polutan di udara tidak bisa turun, karena tidak ada hujan. Itu akhirnya terjebak di gedung-gedung dan jalan-jalan, yang kemudian menyebabkan penurunan kualitas udara di Jakarta dan sekitarnya.
Pemantauan kualitas udara di setiap kawasan industri di Jabodetabek, kata MenLH, akan dimandatkan melalui Keputusan Menteri, mengingat belum ada Peraturan Menteri yang mengatur hal tersebut. "Kami akan meminta SPKU (Stasiun Pemantauan Kualitas Udara) dibangun di semua kawasan industri. Tapi yang paling utama sebenarnya kesediaan mereka (pelaku usaha kawasan industri) mengonversi (bahan bakar) dari batu bara jadi gas," bebernya.
Sanksi Sesuai Permen LHK
Bila kualitas udara Jakarta nantinya begitu buruk di musim kemarau, MenLH berjanji, pihaknya akan meminta pengurangan aktivitas kawasan industri. "Kita harus sama-sama ngerem dulu sambil konversi ke gas," ia menyebut.
"Kawasan industri rata-rata tumbuhnya agak cepat. Satu kawasan bisa berisi lebih dari 100 tenant. Jadi kadang-kadang mengawasi yang bergerak cepat ini tidak sederhana. Pendekatan hukum tidak selalu efektif bila dilihat dari sisi ekonomi yang kini sedang kita upayakan bersama."
Hanif juga menginformasikan penerbitan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) No. 14 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Pengawasan dan Sanksi Administratif Bidang Lingkungan Hidup. "Pelanggaran-pelanggaran lingkungan dapat dikenakan denda sebesar penerimaan negara bukan pajak," tuturnya.
"Secara teknis," MenLh melanjutkan. "Formulasinya adalah seberapa besar pencemarannya dikalikan tarifnya, itu maksimal Rp3 miliar untuk 30 dari ke belakang."
Sebelum menuntun, KLH akan melakukan berbagai pendekatan. Namun, bila peringatan-peringatan itu tidak diindahkan, mereka berjanji melakukan pendekatan hukum untuk menjaga kualitas lingkungan.
"Jadi, kami benar-benar akan melakukan langkah-langkah persuasif dan komunikatif lebih awal dengan sangat intens, sebelum kami, mohon izin, melakukan langkah-langkah pendekatan hukum sesuai mandat Undang-Undang (Nomor) 32 Tahun 2009," ungkap Hanif.