Liputan6.com, Pererenan - Memanfaatkan ruang Labyrinth Convention Center di kawasan Nuanu, Pererenan, Bali, Art & Bali 2025 digelar selama tiga hari, pada Jumat--Minggu, 12--14 September 2025. Total 17 galeri yang dikurasi secara internal berpartisipasi di debut pameran seni tersebut.
Lev Kroll, CEO Nuanu Creative City, menyatakan bahwa event tersebut merupakan medium untuk lebih memperkenalkan seniman lokal Indonesia, khususnya dari Bali, ke audiens internasional. Ia menilai selama ini keberadaan para seniman Indonesia kurang dikenal dunia.
"Salah satu hal yang kami ingin lakukan adalah fokus pada seniman Indonesia, tetapi juga menarik perhatian internasional sebesar-besarnya. Kami ingin Bali, khususnya Nuanu, bisa menjadi pintu untuk mengenalkan keragaman budaya Indonesia dan para senimannya," kata Kroll dalam jumpa pers di Bali, Jumat, 12 September 2024.
Ia menyebut ruang yang ada di Nuanu ibarat kanvas bagi para seniman untuk berkreasi. Kehadiran mereka, kata Kroll, dinilai mampu memberi warna dengan beragam perspektif dan pendekatan yang lebih konstruktif menanggapi isu yang ada, termasuk politik, sosial, dan lingkungan.
Di sisi lain, pihaknya juga terbuka untuk membantu komunitas seniman lokal yang kesulitan menampilkan karyanya dengan dana sosial yang dimiliki.
"Bila Anda punya rekomendasi komunitas mana yang perlu dibantu, khususnya yang berada di sekitar sini, mohon beritahu tim kami. Aku yakin kami akan senang sekali bertemu dan berbincang. Ini juga menjadi kesempatan kami untuk menjadi tetangga yang baik," kata Kroll.
Digodok 7 Bulan
Art & Bali mengusung tema Bridging Dichotomy. Direktur Art & Bali Kelsang Dolma menerangkan lewat tema tersebut, pihaknya ingin menjembatani seni yang berakar dari tradisi dengan modernitas yang bersandar pada teknologi.
"Jika kita tahu ujungnya, kita sedang mencari masa depan, dan bagi kami, masa depan sebenarnya adalah kembali ke asalnya. Itulah kenapa jembatan itu menjadi tempat di mana kita bisa memasuki platform untuk keduanya, tradisi dan modern," tutur Kelsang.
"Jadi, ini bukan ruang yang kita mencoba untuk mengatasi perbedaan, tapi mencoba bagaimana mereka bisa berdampingan," imbuhnya.
Lewat Art & Bali, pihaknya ingin menghadirkan pameran seni berbeda dari biasanya. Walau tetap menyediakan ruang untuk berjualan, ajang tersebut lebih bertujuan untuk menjadi perayaan seni bagi para pelaku dan pengamat seni yang datang. Pondasi itu menjadi pegangan mereka untuk event-event Art & Bali berikutnya.
Padukan Galeri Lama dan Baru
Selama tujuh bulan, timnya bekerja keras mengkurasi galeri yang berpartisipasi. Mayoritas sekitar 70 persen adalah dari Indonesia, khususnya Bali, tetapi juga ada yang berasal dari Yogyakarta dan luar negeri, termasuk Singapura, Jepang, dan Korea Selatan.
Kelsang mengungkapkan tidak ada batasan usia saat kurasi galeri dilakukan. Pihaknya terbuka dengan beragam galeri untuk membuat akses pengunjung lebih inklusif dan menjangkau lebih banyak segmen muda sehingga tak segan memadukan galeri yang legendaris dan galeri baru.
Santrian Art Gallery, misalnya, termasuk dalam jajaran galeri lama yang sudah berpengalaman selama dua dekade dengan karya yang ditampilkan didominasi fine art. Sementara, Art Agenda yang memiliki ruang pamer di Singapura dan Jakarta terbilang baru dengan fokus mengangkat karya-karya seni kontemporer.
"Jadi, praktik seni kontemporer akan menjadi masa depan bagi kita, tapi apa yang dimaksudkan ya akan menjadi penentu Art & Bali," katanya.
Terapkan Praktik Berkelanjutan
Selain pameran seni, pihaknya secara paralel juga menggelar pameran terkurasi yang tahun ini diawali oleh Terra Nexus. Dikuratori Mona Liem, pameran new media art itu menampilkan lebih dari 30 artis dari Indonesia dan luar negeri. Mayoritas menghadirkan karya instalasi yang imersif, tetapi juga memberi ruang bagi fine art untuk ikut dipajang.
Seiring dengan komitmen Nuanu untuk menerapkan prinsip keberlanjutan lingkungan, Art & Bali juga mencoba menjalankan program yang lebih selaras dengan alam. Salah satunya pemilihan material untuk dinding pamer dengan menghindari penggunaan kayu lapis dan gypsum yang jadi standar.
"Mungkin banyak dari Anda tidak tahu bahwa material itu akan langsung dihancurkan begitu pameran berakhir," katanya yang berarti berakhir dengan sampah.
Pihaknya memilih bahan lain yang lebih tahan lama, seperti besi galvanisir dan papan MDF, yang bisa dipakai berulang selama sekitar 10 tahun. Belum lagi penggunaan solar panel sebagai sumber energi di Nuanu yang lebih ramah lingkungan.