Liputan6.com, Jakarta - Sparks Fashion Academy (SFA) menghadirkan semangat baru di Fashion Nation 2025 dalam rangka ulang tahun ke-12 mereka. Bertema "Urban Ethnology," presentasi mode ini menampilkan karya kreatif yang memadukan nilai budaya lokal dengan sentuhan modern.
Founder, sekaligus CEO Sparks Fashion Academy, Floery D. Mustika, menegaskan pentingnya fesyen sebagai wujud ekspresi budaya dan identitas. "Fashion bukan hanya tentang tren. Ini adalah cara kita mengekspresikan nilai, budaya, dan masa depan. Perayaan 12 tahun SFA jadi momen revolusi besar buat kami," ujarnya di Jakarta, Minggu, 21 September 2025.
Di runway Fashion Nation edisi ke-14, SFA tidak hanya memperkenalkan fasilitas baru, tapi juga menghadirkan program-program yang lebih relevan dengan kebutuhan industri mode yang semakin dinamis.
Kolaborasi bersama Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) memperkuat upaya inklusif untuk memberdayakan UMKM, sekaligus mendukung lahirnya desainer muda berdaya saing. Runway SFA dibagi dalam empat sequence: Emerging Brand, Urban Future, The New Wave, serta segmen khusus UMKM binaan YDBA.
Koleksi di Fashion Nation 2025
Masing-masing menghadirkan koleksi berbeda, mulai dari eksplorasi modern etnik, paduan denim, layering kreatif, hingga sustainable fashion. Emerging Brand menampilkan karya segar dari nama-nama baru, seperti Berto Yosua, Fiorellya by Dwee, Mierto by Mira Jooe, Laila Ghani, serta Sausan Official.
Sementara itu, Urban Future menghadirkan kreativitas busana siap pakai dari Cute Monster by Sophia x Nindhita, Elgreen Sporty Wear by Lanny Gunawan, serta Pipit Suhermi. Adapun The New Wave jadi wadah eksplorasi siswa SFA yang menampilkan ide-ide eksperimental penuh keberanian.
Tidak ketinggalan, karya UMKM binaan Astra menonjolkan semangat sustainable fashion dengan label, seperti Nola Marta, Edith House, Maheswari, Okainku, dan Artoes Official. Konsep yang dihadirkan para desainer sangat beragam. Ada Modern Ethno yang memadukan detail tradisional dengan gaya urban.
Koleksi Berbasis Denim Berto Yosua
Kemudian, Avant Garde Cultural yang berani, serta Experimental Creation yang menonjolkan teknik manipulasi kain modern. Semua menunjukkan bahwa mode Indonesia mampu menghadirkan karya autentik sekaligus relevan dengan pasar internasional.
Sorotan utama jatuh pada karya Berto Yosua yang menampilkan koleksi berbasis denim. Ia memilih warna biru klasik, abu-abu, serta biru tua sebagai palet utama, yang dipadukan dengan detail thermal fire dan aksen metal.
Berto menyebutkan bahwa koleksinya memang dibuat untuk lintas kesempatan. "Saya pikir ini sangat berfungsi. Selain bisa dipakai di store, ini juga bisa dipakai meeting, ke mall dengan teman-teman, bahkan di hari jadi," jelasnya.
Ia menambahkan, pemilihan warnanya dilakukan secara cermat agar fleksibel untuk berbagai gaya. Lebih jauh, Berto menegaskan bahwa karyanya tidak hanya soal estetika, tapi juga misi personal.
Komitmen SFA
"Inspirasinya, aku lebih memikirkan bagaimana caranya bisa menginspirasi banyak orang. Dengan karya aku yang mungkin saat ini hampir 10 tahun. Untuk mengembangkan bisnisnya juga lebih sustainable business," ungkap Berto.
Koleksi ini dipresentasikan bersama muse istimewa, Miss Grand Indonesia 2025, yang semakin menambah daya tarik dan memperkuat narasi glamor dari rancangannya. Floery menekankan fase ini sebagai "momen revolusi besar" bagi SFA.
Lebih dari sekadar pendidikan, pihaknya ingin memastikan lulusannya mampu terjun langsung ke dunia nyata dengan bekal keterampilan dan jejaring yang kuat. Dengan dukungan lintas pihak, SFA berharap bisa melahirkan desainer dan fashionpreneur yang bukan hanya kreatif, tapi juga siap membawa wajah baru mode Indonesia ke tingkat global.