Liputan6.com, Jakarta - Insiden kecelakaan saat mendaki Gunung Rinjani di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) yang dialami Juliana Marins ternyata berbuntut panjang. Pihak keluarga kabarnya ingin menggugat otoritas Indonesia terkait secara hukum.
Menanggapi hal itu, pihak Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) pun angkat suara. Kepala Balai TNGR Yarman mengatakan tim gabungan pencarian dan penyelamatan (SAR) sudah melakukan yang terbaik dari mulai informasi awal insiden itu sampai akhirnya lima hari korban baru bisa dibawa naik dari jurang.
"Berbagai upaya sudah kami lakukan semaksimal mungkin (untuk menyelamatkan Juliana)," ujarnya saat ditemui di Kantor Gubernur NTB, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Kamis, 3 Juli 2025, lapor Antara.
Yarman menuturkan kendala utama yang dihadapi tim penyelamat saat itu adalah keadaan alam dan topografi tebing yang terjal. Meski kondisi lingkungan tidak bersahabat, tim SAR sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkan Juliana.
Sejauh ini, keluarga sudah mengizinkan ahli untuk melakukan autopsi kedua pada jenazah Juliana segera setelah tiba di Brasil. Mengutip CNN Brasil, dikutip Kamis, 3 Juli 2025, Sekretariat Negara Kepolisian Sipil Rio de Janeiro, melalui Departemen Umum Kepolisian Teknis-Ilmiah (DGPTC), melaporkan bahwa autopsi terhadap Juliana telah selesai pada Rabu pagi, 2 Juli 2025, waktu setempat.
Selanjutnya, jenazah diserahkan untuk diambil keluarga. Autopsi kedua dilakukan dua orang ahli forensik dari Kepolisian Sipil setempat dan disaksikan seorang ahli medis dari Kepolisian Federal, serta seorang asisten teknis yang mewakili keluarga.
Korban Terperosok ke Jurang
Juliana Marins terjatuh saat mendaki Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025. Posisi korban yang awalnya terjatuh ke kedalaman 200 meter, semakin terperosok hingga kedalaman 600 meter.
Usai lima hari berselang pada 25 Juni 2025 pukul 13:51 WITA, tim SAR gabungan baru bisa mengangkat jenazah korban dari dasar jurang menggunakan peralatan manual dengan tali yang ditarik pakai teknik lifting. Faktor cuaca dan kondisi jurang menjadi hambatan utama tim pencarian dan penyelamatan untuk mengevakuasi Juliana dari dalam jurang Puncak Cemara Nunggal di Gunung Rinjani.
Analisa Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan cuaca yang berubah cepat dari cerah ke badai di Gunung Rinjani adalah fenomena alam lumrah terjadi akibat kecepatan angin yang lebih tinggi daripada di dekat permukaan. Di samping itu, udara yang bergerak menuju ke puncak gunung mengalami efek pendinginan dan membentuk formasi awan-awan orografis akibat bentuk topografi gunung.
"Kami dapat informasi jam 06:30 WITA dan sekitar jam 08:00 WITA, tim evakuasi sudah jalan. Kondisi lapangan dan cuaca menjadi halangan," terang Yarman.
Buka Posko Darurat Dekat Puncak Rinjani
Pihak TNGR juga membuka opsi bangun posko kedaruratan atau emergency shelter yang berada dekat dengan puncak Gunung Rinjani. "Ke depan mungkin kami membuat satu pos, seperti antara puncak dengan Plawangan IV posisi strategis," kata Kepala Balai TNGR Yarman di Mataram, Kamis, 3 Juli 2025.
Yarman menyebut, jumlah posko kedaruratan saat ini hanya ada dua unit di Gunung Rinjani yaitu Resort Sembalun dan Pos II. Jarak Resort Sembalun ke lokasi puncak sekitar 10 jam, sedangkan jarak Pos II ke puncak sekitar delapan jam.
Jika posko kedaruratan dibangun di Plawangan IV, maka waktu tempuh ke puncak bisa menjadi lebih singkat menjadi hanya tiga jam. Pos Plawangan IV merupakan pintu masuk utama untuk menuju puncak Gunung Rinjani melalui jalur Sembalun.
Pos Plawangan IV adalah tempat populer bagi para pendaki untuk mendirikan tenda dan menikmati pemandangan ketika matahari terbit. "Petugas kami ada di Pos II yang terdekat saat ini, mereka melakukan patroli rutin. Kalau memang idealnya perlu ada satu shelter di Plawangan," ujar Yarman.
Pembangunan Shelter Diapresiasi
Gunung Rinjani yang memiliki ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut (mdpl) adalah gunung berapi tertinggi kedua di Indonesia. Gunung yang secara administratif masuk ke dalam tiga wilayah kabupaten tersebut menjadi salah satu tujuan favorit bagi para pendaki dan pecinta alam dari seluruh dunia karena keindahannya.
Balai TNGR mencatat jumlah setoran Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) Gunung Rinjani senilai Rp14,7 miliar pada 2023, kemudian jumlahnya meningkat menjadi Rp22,5 miliar pada 2024. Efek berganda ekonomi dari kegiatan pendakian di Gunung Rinjani menyentuh angka Rp109 miliar.
Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Statistik (Diskominfotik) NTB Yusron Hadi mengapresiasi upaya Balai TNGR yang ingin membangun posko kedaruratan dekat puncak Gunung Rinjani. "Shelter di Plawangan memperpendek waktu untuk penanganan supaya lebih cepat. Di sana (harus) tersedia peralatan, tali, dan sebagainya," kata Yusron menyudahi.