Liputan6.com, Jakarta - Pohon-pohon sawit yang tumbuh di lahan seluas 401 hektare di Hutan Konservasi Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) mulai ditebang Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH), Minggu, 29 Juni 2025. Anggota satgas itu terdiri dari TNI, Kejaksaan, Kemenhut (Ditjen Gakkumhut dan Ditjen KSDAE), BPKP, BIG dan Polda Riau.
Penebangan dilakukan sebagai bagian dari upaya menghutankan kembali lahan yang telah dialihfungsikan sebelumnya oleh warga. Penebangan dilakukan secara sukarela oleh masyarakat sebagai buah dari pendekatan persuasif yang dilakukan Satgas PKH.
Prosesnya dimulai Satgas PKH sejak 22 Mei 2025, dengan edukasi, sosialisasi, relokasi mandiri, pemasangan plang, dan portal kawasan. Salah satu warga, NS, ikut mengembalikan 401 hektare lahan TNTN untuk kebun sawit. Ia juga memulangkan secara mandiri para karyawannya.
Ia menyatakan bahwa Ditjen Gakkum Kehutanan dan Ditjen KSDAE sejak awal memproses, menyelidiki, memanggil para pemilik lahan di TNTN. Sejak 10 Juni 2025, negara secara sah menguasai TNTN untuk selanjutnya kondisinya dipulihkan.
"Tinggal sekarang kita melakukan proses percepatan pemulihan dalam TNTN," kata Wadan Satgas PKH Brigjen Dody Triwinarno dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, beberapa waktu lalu.
Sertifikat Kebun Sawit di Tesso Nilo Segera Dicabut
Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid memastikan segera mencabut sertifikat perkebunan lahan sawit yang diduga ilegal di dalam kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Riau. Pencabutan itu dilakukan karena lahan perkebunan sawit tersebut terbukti berada di dalam kawasan hutan yang telah ditetapkan sebagai habitat gajah sumatra.
"Kita cabut (sertifikatnya), kalau itu kawasan hutan, kita cabut sertifikatnya," kata Nusron dikonfirmasi mengenai hal itu seusai rapat kerja dengan Komisi II DPR RI di Jakarta, Selasa, 1 Juli 2025.
Nusron menyebut pihaknya tidak akan menunggu proses verifikasi ulang karena pengecekan lokasi sudah dilakukan dan hasilnya menunjukkan pelanggaran. "Ndak (dicek lagi), akan kita cabut (sertifikatnya), udah kita cek," ujarnya.
Langkah tegas itu merupakan bentuk komitmen Kementerian ATR/BPN dalam menjaga kawasan konservasi dan menertibkan penggunaan lahan secara ilegal. Kendati demikian, Nusron tidak memberikan keterangan lebih lanjut mengenai hal tersebut.
Rumah bagi Gajah Sumatera dan Harimau Sumatera
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memastikan tidak ada pembiaran segala bentuk aktivitas ilegal di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN), Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, dan terus melindungi kawasan konservasi itu.
"Kami tegaskan kembali bahwa tidak ada ruang bagi aktivitas ilegal di kawasan pelestarian alam. Tindakan-tindakan tegas akan terus diambil untuk memulihkan, melindungi, dan mengelola Taman Nasional Tesso Nilo," kata Direktur Konservasi Kawasan Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut Sapto Aji Prabowo di Jakarta, Rabu, 11 Juni 2025.
Dia mengatakan pemerintah secara konsisten menjalankan berbagai langkah tegas dan komprehensif untuk melindungi kawasan pelestarian alam itu, yang merupakan habitat penting bagi satwa kunci seperti gajah sumatra (Elephas maximus sumatranus) dan harimau sumatera (Panthera tigris sondaica).
Tesso Nilo dahulu merupakan kawasan Hutan Produksi Terbatas dan Hutan Tanaman Industri yang kemudian ditetapkan sebagai Taman Nasional sejak 2004, dengan luasan yang kini mencapai 81.793 hektare. Kawasan itu memiliki nilai penting sebagai perwakilan ekosistem hutan dataran rendah yang kaya keanekaragaman hayati dan merupakan salah satu benteng terakhir bagi spesies langka di Sumatera.
Krisis Hutan di Tesso Nilo
Selama ini, TNTN menjadi sasaran perambahan hutan. Kayu alam dibabat lalu diganti dengan pohon sawit, baik dilakukan perorangan, gerombolan, dimodali cukong yang rata-rata diduga tidak berasal dari Riau. Berdasarkan data, kawasan yang luasannya mencapai 81 ribu hektare saat ditetapkan sebagai taman nasional kini tinggal 12 ribu hektare tutupan hutannya, walau Sapto mengungkapkan angka lebih tinggi, sekitar 24 persen atau sekitar 19.000 ha yang masih berupa hutan.
Selebihnya menjadi perkebunan sawit, pemukiman bahkan sudah berdiri dusun dan pedesaan yang diakui pemerintah daerah setempat. Terlepas dari itu, TNTN dulunya merupakan kawasan hutan produksi terbatas yang masuk dalam areal konsesi Hak Pengusahaan Hutan (HPH) PT Inhutani IV.
Data dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, ketika itu tutupan hutan alamnya dalam kondisi baik. Di dalamnya diketahui ada sekitar 360 jenis flora tergolong dalam 165 marga dan 57 satwa untuk setiap hektarenya.
TNTN juga dikenal sebagai habitat bagi beraneka ragam jenis satwa liar langka. Selain gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) dan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), hutan itu juga habitat berbagai jenis primata, 114 jenis burung, 50 jenis ikan, 33 jenis herpetofauna dan 644 jenis kumbang.