Liputan6.com, Jakarta - Ada-ada saja ulah pendaki Tiongkok berusia 27 tahun ini. Ia merepotkan petugas penyelamat karena dua kali harus dibantu turun dari Gunung Fuji hanya dalam kurun waktu seminggu.
Ia adalah mahasiswa China yang saat ini tinggal di Jepang. Pada Selasa, pria itu mencapai puncak Gunung Fuji dengan ketinggian 3.776 meter sebelum mengalami penyakit ketinggian. Polisi Prefektur Shizuoka, Senin, 28 April 2025, dikutip dari CNN, Selasa (29/4/2025), mengatakan pria itu dibantu petugas penyelamat turun ke bawah.
Pada Sabtu, 26 April 2025, ia harus diselamatkan lagi setelah kembali ke gunung untuk mengambil barang-barangnya, termasuk telepon seluler yang dia tinggalkan saat dibawa turun petugas beberapa hari sebelumnya. Dia diselamatkan dari ketinggian lebih dari 3.000 meter (9.842 kaki), setelah merasa tidak enak badan lagi.
"Nyawanya tidak dalam bahaya," menurut polisi.
Pria itu melakukan pendakian ganda di gunung paling terkenal di Jepang di luar musim pendakian resmi, yang berlangsung dari 10 Juli hingga 10 September. Menurut situs web resmi Gunung Fuji, semua jalur ke puncak ditutup dan sebagian besar tanda jalur telah dihapus, dengan semua pondok, toilet, dan pos pertolongan pertama juga ditutup untuk musim libur.
Kepadatan dan masalah lainnya mendorong pejabat di Prefektur Shizuoka dan Yamanashi - yang berbagi Gunung Fuji - untuk memberlakukan aturan baru menjelang musim pendakian 2025. Di antara langkah-langkah yang diumumkan pada Maret 2025 adalah persyaratan untuk membayar 4.000 yen (sekitar Rp471 ribu) untuk izin mendaki.
Angka itu dua kali lipat harga pada 2024, tahun pertama pajak turis wajib diterapkan di gunung. Sebelum itu, ada sumbangan opsional yang disarankan sebesar 1.000 yen per orang.
Aturan Pendakian Gunung Fuji pada 2025
"Dengan sangat mempromosikan langkah-langkah keamanan komprehensif untuk mendaki Gunung Fuji, kami akan memastikan bahwa Gunung Fuji, harta karun dunia, diturunkan kepada generasi mendatang," kata Koutaro Nagasaki, Gubernur Prefektur Yamanashi, tahun lalu.
Meningkatnya jumlah orang di gunung bukanlah satu-satunya masalah. Beberapa pendaki membutuhkan perawatan medis karena mengenakan perlengkapan yang tidak pantas seperti sandal jepit dan sandal jepit atau tidak membawa perlengkapan yang tepat atau cukup air.
Merespons hal itu, Prefektur Shizuoka - titik awal untuk tiga dari empat jalur Gunung Fuji - telah menambahkan langkah lebih lanjut. Pendaki yang berpotensi harus mengikuti kelas singkat tentang keselamatan pendakian dan aturan setempat, kemudian lulus ujian singkat untuk memastikan mereka memahami informasinya.
Aturan lainnya meliputi kuota. Pendaki juga harus memesan slot secara daring, karena kuota pendakian dibatasi untuk 4.000 pengunjung per hari.
Pembatasan lain akan diberlakukan untuk waktu di gunung. Gunung akan ditutup dari pukul 14.00 hingga 03.00 setiap hari untuk siapa pun yang tidak menginap di pondok. Pondok pendakian ini terletak di sepanjang jalur Fuji dan tersedia untuk disewa bagi orang-orang yang memilih untuk menginap semalam daripada mencoba menyelesaikan seluruh pendakian dalam satu hari.
Imbauan untuk Masyarakat Antisipasi Meletusnya Gunung Fuji
Sebelumnya, pemerintah Jepang mengeluarkan panduan mitigasi untuk menghadapi potensi letusan Gunung Fuji. Meskipun tidak ada tanda-tanda letusan akan segera terjadi, Gunung Fuji tetap menjadi ancaman bagi penduduk sekitar karena statusnya sebagai gunung berapi aktif.
Mengutip laman CNN, Sabtu, 29 Maret 2025, letusan terakhir Gunung Fuji terjadi 318 tahun lalu, yang dikenal sebagai letusan Hoei. Panduan ini menekankan pentingnya masyarakat untuk berlindung di rumah dan memastikan persediaan kebutuhan pokok cukup untuk dua minggu.
Toshitsugu Fujii, profesor di Universitas Tokyo, menegaskan bahwa langkah-langkah ini disusun dengan mempertimbangkan kemungkinan letusan eksplosif berskala besar. "Letusan serupa dengan letusan Hoei dapat menyebabkan hujan abu vulkanik yang meluas, mempengaruhi wilayah ibu kota dan sekitarnya secara signifikan," ujar Fujii dalam konferensi pers pada 21 Maret 2025.
Pemerintah memprediksi letusan besar dapat menghasilkan sekitar 1,7 miliar meter kubik abu vulkanik, dengan sekitar 490 juta meter kubik di antaranya diperkirakan akan menumpuk di jalan, gedung, dan area lainnya. Akibatnya, langit akan tertutup abu vulkanik hitam, membuat area perkotaan gelap gulita bahkan di siang hari.
Taksiran Dampak Ekonomi Jika Gunung Fuji Erupsi
Sebagai langkah antisipasi, panduan dasar menyarankan penduduk untuk tetap tinggal di rumah atau tempat penampungan lainnya. "Penting untuk menjaga persediaan yang cukup secara teratur," kata Fujii. Namun jika abu vulkanik menumpuk lebih dari 30 sentimeter, rumah-rumah kayu dengan daya dukung rendah dapat runtuh, sehingga evakuasi menjadi perlu.
Dampak ekonomi dari letusan Gunung Fuji diperkirakan mencapai 2,5 triliun yen (Rp27,4 triliun). Abu vulkanik yang menumpuk, meski dalam jumlah kecil, dapat menghentikan operasional kereta api.
Jika hujan turun, abu yang menumpuk hingga kedalaman lebih dari tiga sentimeter dapat membuat jalan tidak dapat dilalui kendaraan. Gangguan logistik menjadi perhatian utama karena dapat menyulitkan distribusi barang-barang penting.
Selain itu, kabel listrik berisiko terputus akibat berat abu, yang berpotensi menyebabkan pemadaman listrik. Dengan panduan baru ini, pemerintah Jepang berharap dapat meminimalkan dampak bencana dan memastikan keselamatan warganya. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan mengikuti perkembangan informasi dari otoritas terkait.