Liputan6.com, Jakarta - Selama ini beredar anggapan jika anak tumbuh gigi maka akan mengalami demam. Banyak yang mengira itu adalah fakta, tapi tak sedikit juga yang berpendapat bahwa itu hanyalah mitos belaka. Menurut dokter spesialis gigi anak lulusan Universitas Indonesia drg. Aliyah, Sp.KGA , tumbuh gigi bukan menjadi penyebab anak terkena demam.
"Tidak, itu adalah mitos, pandangan yang sangat salah. Saya sudah beberapa kali jelaskan bahwa semenjak lahir, kalau kita menjaga rongga mulut kita dengan baik, pada saat usia tumbuh gigi tidak akan terjadi yang namanya demam," terang drg Aliyah dalam sebuah acara di kawasan Pondok Indah, Jakarta Selatan, Senin, 28 Apriil 2025.
Dokter Aliyah menjelaskan bahwa demam terjadi akibat adanya penumpukan sisa makanan atau minuman yang memicu datangnya bakteri yang tidak sesuai dengan harmonisasi di dalam rongga mulut. Demam juga menjadi bentuk proteksi untuk menanggapi adanya zat atau benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Menurutnya, demam tidak akan terjadi apabila baik rongga maupun langit-langit mulut rajin dibersihkan. Kebiasaan itu sudah harus dimulai sejak bayi dan dilanjutkan ketika bayi mulai tumbuh gigi saat berusia enam bulan.
"Dari mulai bayi, gusi, lidah, langit-langit itu harus dibersihkan. Kalau itu dilakukan aku jamin tidak akan ada yang namanya mitos tumbuh gigi anak itu pasti demam," jelasnya.
Meski begitu, Aliyah mengakui apabila tumbuh gigi dapat memberikan rasa yang kurang nyaman pada anak. Mitos lain yang ditepisnya adalah tumbuh gigi menyebabkan air liur anak berjatuhan keluar.
Rajin Membersihkan Mulut dan Gigi
Ia mengatakan ketika anak mulai diberikan Makanan Pendamping ASI (MPASI), maka rahangnya akan mulai terstimulasi untuk tumbuh. Air liur hanya ada pada saat anak mengunyah makanan, sedangkan pada kegiatan lainnya tidak akan tumpah keluar mulut.
Dia juga mengingatkan bahwa makanan bahkan ASI atau susu formula sekalipun mengandung gula yang dapat tertinggal di dalam mulut. Untuk itu, sedini mungkin anak sudah harus diperkenalkan dengan kebiasaan rajin membersihkan mulut dan gigi.
Caranya, orangtua dapat memperkenalkan kasa dan air hangat untuk membersihkan bagian gusi, lidah dan langit-langit pada bayi. Begitu gigi mulai tumbuh di usia 6 bulan sampai 1 tahun, bisa diperkenalkan dengan alat lain berupa sikat gigi khusus anak.
Tujuan dari pemakaian beragam alat itu yakni agar bayi dapat paham bahwa ada banyak cara untuk membersihkan area di dalam mulutnya. Bagi bayi yang berusia 6-9 bulan misalnya, sudah boleh diperkenalkan dengan pasta gigi atau odol, dengan catatan hanya diberikan sedikit saja.
Meludah tapi Jangan Berkumur
Pasta gigi yang dipakai juga harus mengandung flouride yang menjadi salah satu mineral terpenting untuk pembentukan gigi susu dan gigi tetap.
"Yang perlu diingat di anak-anak itu bukan hanya gigi susu tetapi ada gigi tetap sehingga gigi susunya ada 20, gigi tetapnya ada 32. Bayangkan kalau di gigi dewasa itu cuma 32, di gigi anak-anak itu ada 52, sehingga pemberian fluoride itu sangat penting," ungkap dokter yang praktik di RS Medistra Jakarta ini.
"Soal tertelan, yang sering miskomunikasi di antara para orangtua adalah tidak boleh tertelan. Semua fluoride itu harus tertelan memang, ada tagline-nya spit don't rinse yaitu meludah jangan dikumur. Jadi biasakan anak-anak itu untuk meludah tetapi jangan berkumur. Kenapa? agar fluoride-nya tetap melekat di gigi sehingga bisa berfungsi dengan baik," lanjutnya.
Aliyah juga membenarkan bahwa kekuatan dan struktur gigi anak merupakan salah satu hal yang dapat diturunkan secara genetik. Aliyah menjelaskan bahwa sejak saat masih menjadi embrio, pembentukan gigi maupun rahang anak memiliki peluang sebesar 50:50 untuk mengikuti bentuk yang diturunkan oleh ayah maupun sang ibu.
Kebiasaan Menggigit Es Batu
Hal itu berbeda dengan banyaknya penelitian yang dilakukan pada bagian tubuh lain. Contohnya seperti kepintaran yang disebut banyak diturunkan dari genetik ibu. "Karena proses ayah dan ibu itu pada saat pembentukan gigi dan tulang rahang itu sama, jadi anak bisa menurunkan rahang ayahnya, atau kebalikan semua ikut ibunya itu bisa juga, seperti itu," terangnya.
Selain itu, faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi kualitas gigi anak. Kebiasaan bertukar alat makan dengan orangtua atau anggota keluarga lainnya akan membuat bakteri dengan mudah mengenai anak, terutama yang sedang dalam masa tumbuh gigi.
Ia menekankan pentingnya satu keluarga kompak menjaga kebersihan masing-masing baik melalui alat makan maupun sikat gigi yang bersifat privat. Salah satunya, kebiasaan menggigit es batu dalam durasi waktu yang panjang karena membuat gigi jadi terkikis.
"Namun kalai untuk masalah genetik semuanya bisa dicegah. Caranya adalah kalau dia pembersihannya baik, kalau dia melakukan cek gigi ke dokter empat bulan sekali, saya yakin masalah seperti (gigi) berlubang itu bisa tertangani dengan baik," pungkasnya.