Menhut Raja Juli Tanggapi Polemik Pembangunan Ratusan Vila di Pulau Padar: Bagian dari Konservasi

2 months ago 76

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Kehutanan (Menhut) Raja Juli Antoni memastikan bahwa rencana pembangunan fasilitas pariwisata oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT. KWE) di Pulau Padar, Taman Nasional Komodo (TNK), Nusa Tenggara Timur (NTT), sudah berizin. Izin dikeluarkan oleh Kementerian Kehutanan sejak 2014 melalui SK Menteri Kehutanan No:SK.796/Menhut-II/2014.

"Tapi, saya akan memastikan bahwa pembangunan Pulau Padar itu bagian dari konservasi dan memang di undang-undangnya dibolehkan untuk ada eco-tourism, turisme yang berbasis ekologi," kata Menhut ditemui sesuai rapat membahas konservasi gajah sumatera di Jakarta, Kamis (7/8/2025).

Menhut mengaku proses pembangunan masih akan lama dilakukan karena harus mendapat persetujuan juga dari UNESCO. Pihaknya masih akan menyempurnakan penilaian dampak lingkungan (AMDAL) terkait rencana pembangunan fasilitas wisata, termasuk ratusan vila sebagai akomodasi di Pulau Padar.

Data tersebut nanti akan diserahkan kepada UNESCO mengingat kawasan Taman Nasional Komodo telah berstatus sebagai situs warisan dunia (world heritage site) sejak 2021. Sejak itu, UNESCO dan Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (International Union for Conservation of Nature/IUCN) telah mengeluarkan peringatan agar proyek-proyek yang membahayakan nilai warisan dunia di kawasan Taman Nasional Komodo, dihentikan.

"Jadi apa yang ribut-ribut kemarin, seperti data-datanya, masih harus kita sempurnakan kembali," kata Menhut.

Bakal Batasi Kuota Kunjungan ke Pulau Padar

Menhut kembali menegaskan bahwa faktor ekologi menjadi pertimbangan utama dalam kelanjutan pembangunan fasilitas wisata tersebut. Ia menyatakan bahwa pengembang hanya boleh membangun 10 persen dari luas konsesi yang diberikan.

Dalam hal ini, PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT. KWE) mendapat izin berusaha di 274,13 hektare lahan Pulau Padar, sekitar 19,5 persen dari total luas Pulau Padar yang mencapai 40.728 hektare. Rencananya, mereka akan membangun sekitar 15.375 hektare atau 5,64 persen dari total luasan konsesi yang dimiliki.

"Saya akan cek lagi, tapi maksimum 10 persen dari konsesi yang diberikan. Yang kedua, tidak boleh bangunannya beton, jadi harus knock down. Yang bisa dipindahkan kapanpun kalau seandainya itu mengganggu," sambung Raja Juli.

Di sisi lain, Menhut berencana untuk mengetatkan kembali kuota pengunjung Pulau Padar. "Padar kemarin itu sudah kayak pasar. Kita akan ketatkan," katanya.

Ia menyebut kuota kunjungan harus diatur terbatas. Menurutnya, target pasar Pulau Padar adalah niche. "Bukan tidak boleh datang ke Padar, tapi harus antre. Supaya apa? Supaya ekosistemnya terjaga, habitatnya terjaga," kata dia.

Selain kuota, pihaknya juga sedang meningkatkan keamanan di Pulau Padar. Pihaknya akan memperbaiki tangga hingga menaruh papan penanda untuk lokasi yang aman dilalui wisatawan di sana. "Juga koordinasi dengan volunteer untuk menjaga agar tempat foto di mana supaya tidak berbahaya," imbuhnya.

Rencana Bangun 448 Vila hingga Bar Raksasa

Sebelumnya, Staf Riset dan Advokasi Sunspirit For Justice and Peace, sebuah lembaga advokasi berbasis penelitian di Labuan Bajo, Adriani Miming menerangkan, berdasarkan dokumen yang dibedah bersama, PT KWE berencana membangun 619 bangunan di atas lahan tersebut. Itu mencakup 448 vila, 13 restoran, bar raksasa seluas 1.200 meter persegi, tujuh lounge, tujuh gym center, tujuh spa center, dan 67 kolam renang. 

"Selain itu ada sebuah Hilltop Chateau (bangunan castle/istana bergaya Perancis) dan sebuah wedding chapel (gereja yang dipakai untuk acara pernikahan)," bebernya.

Dengan pembangunan ratusan vila dan prasarana wisata lain, sambung dia, zona rimba di Pulau Padar otomatis akan berubah jadi kawasan hunian dan bisnis padat manusia. Itu secara langsung mengganggu habitat alami komodo dan mengikis nilai-nilai luar biasa dari kawasan konservasi itu.

"Pembangunan 448 vila dan satu chateau berkapasitas ribuan orang bisa menguasai lebih dari setengah akomodasi wisatawan di Labuan Bajo. Hal ini mengancam keberlangsungan pelaku wisata lain, baik komunitas, UMKM, maupun usaha profesional lain yang juga sama-sama memiliki akses," ujar dia.

Batasi Kuota Pengunjung

Ia juga mempertanyakan mengapa kawasan Pulau Padar bukan dikembalikan ke masyarakat Komodo yang menjadikan wilayah itu sebagai ruang hidup warga sebelum diambil alih TN Komodo. "Warga Komodo sekarang dikondisikan untuk hidup secara berdesak-desakan di atas lahan seluas 17 hektare di Kampung Komodo, kontras dengan perusahaan yang lahannya hingga ratusan hektare."

PT KWE berpotensi memonopoli sektor pariwisata di kawasan ini, menurut dia. "Monopoli seperti ini harus dihentikan demi keadilan pariwisata di Flores. UNESCO harus bersikap tegas dan menolak pengakuan proses AMDAL yang manipulatif. Konsultasi publik yang digelar PT. KWE berlangsung secara tertutup dan hanya melibatkan undangan terbatas, bertentangan dengan prinsip partisipatif yang diminta UNESCO."

"Proyek ini berdiri di atas kajian lingkungan yang cacat secara etis dan prosedural, sehingga tidak layak dijadikan dasar pengambilan keputusan investasi di kawasan situs warisan dunia," tegasnya.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |