Liputan6.com, Jakarta - Di Jepang, koper yang ditinggalkan wisatawan ternyata tidak selalu berakhir di tempat sampah. Ada hotel yang memanfaatkannya dengan cara unik. Hotel Niwa Tokyo misalnya, menyulap koper terlantar menjadi wadah tanam di atap gedung.
Dari koper-koper itu kini tumbuh sembilan jenis sayuran dan herbal yang kemudian disajikan di restoran hotel. "Koper ini sangat kuat sehingga bisa digunakan menanam sayuran. Kami ingin cara pemanfaatan koper yang ditinggalkan ini lebih dikenal luas," ujar salah satu staf hotel.
Kreativitas serupa dilakukan Washington Hotel Akihabara. Sejak 2023, hotel ini memberikan koper yang tidak bertuan atau sudah tidak diinginkan tamu kepada publik. Begitu diumumkan di media sosial, koper-koper itu biasanya langsung habis hanya dalam hitungan jam.
"Idealnya, tidak ada koper yang ditinggalkan, tapi kami ingin memanfaatkan yang masih layak agar dapat mengurangi limbah," kata staf hotel tersebut, dikutip dari The Strait Times, Rabu, 17 September 2025.
Kedua contoh ini menunjukkan bagaimana barang yang dianggap merepotkan bisa diubah menjadi sesuatu yang berguna sekaligus ramah lingkungan.
Fenomena Koper Ditinggalkan di Bandara
Di balik ide kreatif itu, ada persoalan besar yang menjadi pemicu, yakni koper terlantar di bandara Jepang yang kian menumpuk. Di Bandara Internasional Narita, Chiba, gudang milik kepolisian menyimpan sekitar 60 koper tak bertuan. Koper-koper ini ditahan selama tiga bulan sebelum nantinya dibuang jika tidak ada yang mengambil.
Tahun lalu, jumlah koper terlantar mencapai 700 buah, dan hingga pertengahan 2025 sudah terkumpul sekitar 400 buah. Hanya sekitar 10 persen koper yang akhirnya kembali ke pemiliknya. "Mengamankan ruang penyimpanan adalah kekhawatiran terbesar. Pembuangan juga biayanya tinggi," ungkap kepala bagian akuntansi kepolisian setempat.
Situasi serupa terjadi di bandara lain. Bandara Kansai di Osaka mencatat 816 koper terlantar pada 2024, naik dari yang sebelumnya 716 pada 2019. Di Terminal 3 Bandara Haneda, Tokyo, jumlah koper yang dibuang bahkan melonjak 1,5 kali lipat dalam periode yang sama. Tidak jarang koper ditinggalkan di dekat tempat sampah, bahkan polisi harus turun tangan karena dikhawatirkan berisi barang berbahaya.
Koper yang Tertinggal di Hotel
Sebagian besar koper ditinggalkan karena wisatawan membeli koper baru yang lebih besar untuk menampung belanjaan dan oleh-oleh. Batasan ukuran bagasi maskapai juga membuat koper lama terpaksa ditinggal.
Hotel pun tak luput dari masalah serupa. Menurut survei Osaka Convention and Tourism Bureau, 85 persen dari 34 operator akomodasi mengaku sering kerepotan menghadapi koper tamu yang ditinggalkan. Tidak semua hotel memiliki ruang penyimpanan cukup, sehingga koper yang tak kunjung diambil sering menjadi beban.
Seorang manajer toko koper Grand Sac’s di Narita menjelaskan, "Kami memiliki pelanggan yang membeli koper lebih besar setelah menyadari koper lama mereka terlalu kecil untuk menampung semua oleh-oleh."
Banyak koper lama akhirnya dititipkan ke hotel atau bahkan dibuang begitu saja. Beberapa kasus sampai memicu panggilan polisi karena ada kekhawatiran koper berisi barang berbahaya.
Upaya Pencegahan dan Solusi
Lonjakan wisatawan asing yang mencapai rekor 36,87 juta orang pada 2024 membuat masalah ini semakin nyata. Hotel-hotel kini dituntut tidak hanya mengelola tamu, tapi juga menyiapkan solusi praktis untuk barang tak bertuan.
Melihat situasi ini, sejumlah fasilitas mengambil langkah pencegahan. Bandara Chubu di Aichi, misalnya, sejak Oktober 2024 menyediakan layanan pengumpulan koper tak diinginkan dengan biaya 1.200 yen (sekitar Rp134 ribu) per buah. Cara ini diharapkan bisa mengurangi koper yang dibuang sembarangan sekaligus membantu pengelola dalam menangani limbah.
Meski begitu, pakar menilai upaya semacam ini belum cukup. Dr. Takeshi Sakimoto, profesor studi pariwisata di Edogawa University, menjelaskan bahwa masalah koper terlantar bukan hanya soal pengelolaan di lapangan, tetapi juga dipicu oleh berbagai faktor eksternal.
"Dengan banyak faktor, seperti batas berat maskapai, hanya meminta wisatawan menahan diri tidak akan menyelesaikan masalah," jelasnya.
Ia menambahkan, langkah kreatif yang sudah dilakukan fasilitas memang patut diapresiasi. Namun agar masalah tidak berulang, perlu ada sistem yang lebih terstruktur.