Liputan6.com, Jakarta Alih fungsi lahan yang merusak lingkungan dan meningkatkan risiko bencana di kawasan puncak Bogor telah menyebabkan banjir di wilayah hilir Jabodetabek. Rusaknya fasilitas umum dan korban jiwa ikut memperburuk kerugian materiil dan immateriil.
Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurrofiq pun mengambil resposn dengan memberikan sanksi administratif paksaan pemerintah terhadap 13 penanggung jawab usaha di kawasan Puncak, Cisarua, Bogor, menyusul bencana banjir bandang dan longsor pada 2 Maret 2025.
"Sanksi paksaan pemerintah diberikan jika pelanggaran yang dilakukan menimbulkan ancaman serius bagi lingkungan, berdampak lebih luas, dan menyebabkan kerugian yanglebih besar jika tidak segera dihentikan," jelas Hanif dalam keterangan rilis yang diterima Tim Lifestyle Liputan6.com, Jumat (9/5/2025).
Ia pun telah menugaskan Deputi Penegakan Hukum Lingkungan Hidup, Irjen Pol.Rizal Irawan melakukan pengawasan berdasarkan Pasal 511 ayat (2) PP Nomor 22 Tahun2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Pengawasan dilakukan terhadap salah satu pelaku usaha di kawasan tersebut, yaitu PT Perkebunan Nusantara I Regional 2. Hasil pengawasan menunjukkan ada 33 pelaku usaha yang memiliki Kerja Sama Operasional (KSO) dengan PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 yang beroperasi di dalam Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan tersebut.
Hasil pengawasan oleh Deputi Gakkum, sebanyak 13 penanggung jawab diberikan sanksi karena terbukti melakukan pelanggaran antara lain:
- CV Mega Karya Nugraha, membangun kedai kopi, mess, gudang, gazebo, areal glamping, dan lain-lain;
- PT Tiara Agro Jaya, membangun kantor, mess karyawan, gazebo, area camping,campervan, café, glamping, dan sarana pendukung lainnya;
Daftar Penanggung Jawab yang Menerima Sanksi
3. PT Banyu Agung Perkasa, membangun café serta sarana pendukung lainnya;
4. PT Taman Safari Infonesia, melakukan kegiatan pertanian untuk pakan satwa;
5. CV Sakawayana Sakti, membangun areal glamping, cabin penginapan, restoran,kantor, aula, kolam renang, lapangan sepak bola, dan sarana pendukung lainnya.;
6. PT Pelangi Asset Internasional, membangun restoran, gudang, dan area kebun;
7. PT Farm Nature and Rainbow, melakukan kegiatan pertanian, membangun rumah tinggal, pusat persemaian (greenhouse), gudang, tempat istirahat pegawai, dan sarana pendukung lainnya;
8. CV Al Ataar, membangun kantor, resto, aula, bangunan penginapan, serta sarana pendukung lainnya;
9. PT Panorama Haruman Sentosa, membangun restoran, café, dan sarana pendukung lainnya;
10. PT Bobobox Aset Manajemen, membangun cabin penginapan, gudang, dan sarana pendukung lainnya;
11. PT Prabu Sinar Abadi, melakukan kegiatan pertanian hortikultura sayuran dan umbi,pembangunan tempat pengemasan, gazebo, tempat penyimpanan pupuk, dan sarana pendukung lainnya;
12. CV Regi Putra Mandiri, membangun café, kolam renang, penginapan, kantor, glamping, lapangan futsal, dan sarana pendukung lainnya; dan
13. Sdr. Juan Felix Tampubolon, melakukan kegiatan pertanian, membangun saung, dan kandang hewan peliharaan.
Sanksi Administratif
"Sanksi administratif paksaan pemerintah ini wajib dilaksanakan setelah diterimanya Keputusan Menteri/Kepala Badan oleh penanggung jawab usaha/kegiatan. Jika tidak dilaksanakan, maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan akan dikenakan sanksi hukum yang lebih berat," ungkap Deputi Gakkum, Irjen Pol. Rizal Irawan.
Hal ini termasuk ancaman pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang mendapatkan Sanksi Administrasi Paksaan Pemerintah harus segera melaksanakan kewajiban sanksi. Hal ini mencakup:
1. Penghentian kegiatan yang diberikan waktu maksimal 3 (tiga) hari;
2. Pembongkaran sarana dan prasarana terbangun dengan batas waktu maksimal 30(tiga puluh) hari; dan
3. Pemulihan fungsi lingkungan melalui penanaman kembali di area tersebut dengan waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari.
Menteri Hanif menegaskan, sanksi administratif ini merupakan langkah awal dalam upaya pemulihan lingkungan di kawasan Puncak. Pengawasan dan penegakan hukum terus dilakukan untuk memastikan seluruh penanggung jawab usaha bertanggung jawab sesuaidengan peraturan.
"Langkah selanjutnya akan diambil untuk memastikan kawasan Puncak kembali menjadidaerah resapan air serta mencegah terjadinya bencana serupa di masa mendatang," pungkas Menteri Hanif.
Bobobox di Gunung Mas
Pada Maret lalu, Bobobox menyatakan bahwa Bobocabin Gunung Mas di Puncak, Bogor, bakal mematuhi rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) setelah plang pengawasan didirikan di properti tersebut pada 13 Maret 2025. Meski begitu, pihaknya tetap akan mengoperasikan akomodasi berwujud glamping tersebut selama proses pengawasan berlangsung.
"Selama proses ini berlangsung, operasional Bobocabin Gunung Mas tetap berjalan seperti biasa. Bobobox juga akan terus berkoordinasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan terkait untuk memastikan operasional Bobobox selaras dengan prinsip keberlanjutan dan regulasi yang berlaku," sebut Antonius Bong, co-founder dan Presiden Bobobox dalam rilis yang diterima Lifestyle Liputan6.com, Selasa, 18 Maret 2025.
Antonius mengungkapkan bahwa sejak plang pengawasan dipasang, pihaknya terus berkomunikasi dengan pihak KLH, Kementerian Pariwisata, dan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) I Regional 2 untuk membangun kesepahaman dan berkoordinasi dengan regulator, mitra, dan Bobobox sebagai operator. Tapi, pihaknya menekankan telah melengkapi berbagai perizinan sesuai ketentuan yang berlaku sejak mereka beroperasi pada 2022.