Harimau Sumatra Berusia 23 Tahun Mati di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi

2 days ago 19

Jamnbi - Seekor Harimau Sumatera (Planter tigris Sumaterae) berjenis kelamin betina yang diperkirakan berusia 23 tahun merupakan koleksi kebun binatang Taman Rimba Jambi mati pada Kamis, 29 Mei 2025. Harimau Sumatra ini dikenal dengan nama Si Uni.

"Benar koleksi harimau di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi pada pukul 12.00 WIB mati dan salah satu penyebabnya faktor usia atau memang sudah tua dan penyakitnya macam-macam" kata Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi Agung Nugroho, dilansir dari Antara, Kamis.

Dia mengatakan dari informasi tim dokter taman rimba, harimau betina tersebut sudah beberapa hari mengalami penurunan nafsu makan. Selain itu satwa dilindungi tersebut menderita penyakit di bagian kedua mata (katarak).

"Tim dokter sudah melakukan proses nekropsi atau prosedur pemeriksaan pada harimau yang telah mati untuk mengetahui penyebab kematiannya," terang Agung. Ia menambahkankan, Si Uni itu kini diperkirakan berusia 23 tahun, normalnya untuk Harimau Sumatera hanya mampu bertahan hidup selama 10 sampai 15 tahun.

Kondisi Si Uni Menurun

"Usianya sudah melebih umur normal harimau. Untuk informasi lengkap, besok akan kami sampaikan, yang jelas dokter sudah melakukan proses nekropsi," jelas Agung.

Ia mengatakan dalam rangka penegakan diagnosa telah dilaksanakan nekropsi dan pengambilan sampel berupa sampel organ, swab, sampel darah. Dalam kurun waktu dua minggu terakhir kondisi nafsu makan Si Uni menurun, yakni jumlah makan harian berkurang dari biasanya.

Sementara itu dari pihak Taman Rimba Jambi belum ada memberikan keterangan resmi atas matinya satwa dilindungi Si Uni yang sudah cukup lama menjadi koleksi di kebun binatang milik pemerintah provinsi Jambi itu.

Peringatan Hari Keanekaragaman Hayati Internasional yang jatuh pada tanggal 22 Mei lalu malah diselimuti kisah duka. Di Jambi, seekor Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) mengalami nasib malang setelah empat hari terjebak dalam jerat seling baja di kawasan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Bungo Pandan, Desa Suo-suo, Kecamatan Sumay, Kabupaten Tebo, Jambi.

Harimau Dibawa ke Tempat Penyelamatan Satwa

Akibat jerat tersebut, harimau jantan berusia lima tahun itu harus kehilangan tiga ruas jari kaki kiri bagian depan. Selama terjerat, aliran darah ke bagian kaki terhenti dan luka infeksi menyebabkan kerusakan jaringan yang serius.

"Tiga jari putus, tulang ada yang tidak berfungsi, dan jaringan mengalami nekrosis (kematian sel) berat," kata dokter hewan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jambi, Zulmanudin, dalam konferensi pers di kantornya, Jumat, 23 Mei 2025, dilansir dari kanal Regional Liputan6.com.

Setelah berjuang selama empat hari, harimau akhirnya berhasil dievakuasi dan dibawa ke tempat penyelamatan satwa. Tim medis dari BKSDA Jambi telah memberikan perawatan intensif sejak seminggu sebelumnya.

Tim juga melakukan tindakan medis berupa pengambilan sampel darah, feses, swab, DNA, pengukuran berat badan, serta pemberian antibiotik dan cairan elektrolit. Menurut Zulmanudin, kondisi kerusakan jaringan dan tulang yang tidak berfungsi memerlukan proses lanjutan yang melibatkan dokter ahli ortopedi.

Harimau yang berusia lima tahun tersebut masih termasuk usia remaja. Setelah ditimbang berat harimau tersebut 70 kilogram. Zulmanudin memperkirakan waktu pemulihan harimau tersebut membutuhkan proses sekitar enam bulan. 

Interaksi Negatif Harimau dan Manusia

Kesembuhan sangat penting sebelum melepaskanliaran ke habitat alaminya. Secara garis besar, harimau jantan harus mempertahankan wilayah kekuasaan dan berburu untuk bertahan hidup. Kondisi fisik yang cacat akan meningkatkan kemampuan menerkam mangsa dan mempertahankan diri di alam liar.

"Ada banyak kasus dari rekaman kamera trap yang menunjukkan cacat harimau masih bisa bertahan di alam. Namun, untuk harimau jantan, tantangannya lebih besar," ujarnya.

Lokasi ditemukannya harimau yang terjerat itu berada di HTR Bungo Pandan. Interaksi negatif antara harimau dan manusia sering terjadi karena penyempitan habitat. Lanskap Bukit Tigapuluh yang menjadi rumah bagi harimau mengalami kerusakan masif. Alih fungsi hutan mendorong satwa mendekati kebun-kebun milik warga.

Situasi ini menyebabkan populasi harimau Sumatera di alam liar terus menurun. Berdasarkan data BKSDA Jambi tahun 2024, populasi harimau di provinsi ini tersisa 183 ekor. Sekitar 150 ekor berada di Taman Nasional Kerinci Seblat, 25 ekor di Taman Nasional Bukit Tigapuluh, dan sisanya tersebar di kawasan lain.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |