Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menilai kinerja ketaatan seluruh 5.476 perusahaan dalam Program Penilaian Kinerja Perusahan (PROPER) 2024─2025. Salah satunya pesertanya adalah ratusan kawasan industri di seluruh Indonesia.
Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan, Rasio Ridho Sani, mengatakan saat jumpa pers di Jakarta, Senin, 15 September 2025, "Dari 150 kawasan industri yang mengikuti penilaian PROPER 2024─2025, peringkat sementara 'merah.'"
Penyebab utama ketidaktaatannya ada lima: sampah (146 dari 150), Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (PB3) (136 dari 150), Penanggung Jawab Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (PLB3) (145 dari 150), Pengendalian Pencemaran Udara (PPU) (135 dari 150), dan Pengendalian Pencemaran Air (PPA) (146 dari 150). Sisanya mendapat peringkat biru, yakni empat kawasan industri untuk sampah, PB3 sebanyak 14 kawasan industri, lima kawasan industri bagi PLB3, 15 kawasan industri untuk PPU, serta empat kawasan industri untuk PPA
"Sekarang, kami tengah menunggu sanggahan terhadap penilaian yang sudah dilakukan," sebut Rasio, menambahkan bahwa tenggat waktu penyampaian sanggahan adalah 27 September 2025. Per Minggu, 14 September 2025, terdapat 977 bantahan yang sudah diterima KLH.
Sanggahan Perusahaan
Rasio berkata, "Sanggahan yang disampaikan bervariasi, tergantung pada ketidakpatuhan yang kami nilai. Bila membantah (penilaian PROPER), mohon menunjukkan bukti-bukti bahwa penilaian kami memang tidak sesuai."
Jika perusahaan-perusahaan tersebut tidak bisa menyampaikan sanggahan hingga batas waktu yang ditentukan, peringatnya akan ditetapkan sesuai penilaian awal. Tindak lanjutnya, kata dia, akan dipertimbangkan sesuai tingkat ketidaktaatan.
"Bisa saja ada sanksi administratif maupun sanksi penegakan hukum. Kami juga menyampaikan hasil pemeringkatan PROPER ke Deputi Penegakan Hukum KLH. Mereka akan melakukan langkah-langkah lebih lanjut," ujar dia.
Dalam PROPER, kinerja ketaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan dikelompokkan dalam lima peringkat warna. Pertama, hitam untuk perusahaan yang kegiatannya menimbulkan dampak lingkungan serius dan tidak melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Kemudian, peringkat merah untuk perusahaan yang sudah berupaya mengelola lingkungan hidup, tapi masih belum taat.
Peringkat PROPER
Ketiga, peringkat biru diberikan pada perusahaan yang sudah taat. Perusahaan yang melakukan upaya-upaya lebih dari taat, seperti efiensi energi, efisiensi air, 3R limbah B3 dan non-B3, konservsi kehati, pemberdayaan masyarakat, serta tanggap kebencanaan, diberikan peringkat hijau. Peringkat tertinggi, yakni emas, diberikan pada perusahaan yang melakukan berbagai inovasi lingkungan dan sosial.
Perusahaan dalam kategori itu juga turut berpartisipasi dalam skema perdagangan karbon dan implementasi program Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya). Tahun ini, jumlah peserta PROPER terbanyak berasal dari sektor sawit, yakni 960 perusahaan (18 persen), disusul 311 hotel (enam persen), serta tekstil sebanyak 259 perusahaan (lima persen).
Lokasi peserta PROPER terbanyak di Jawa Barat 1.171 perusahaan, disusul Jakarta 702 perusahaan, dan Jawa Timur 352 perusahaan. Sebaran industri di DAS prioritas, yakni DAS Ciliwung sebanyak 79 perusahaan, DAS Citarum 212 perusahaan, dan DAS Tukad Badung 225 perusahaan.
Penilaian PROPER
Penilaian PROPER 2024─2025 melibatkan pemerintah provinsi, kabupaten/kota, akademisi, dan Pusat Pengendalian Lingkungan Hidup (Pusdal). Selain itu, KLH juga melibatkan Dewan Pertimbangan PROPER yang terdiri dari unsur akademisi, pengamat kebijakan publik, hubungan internasional, dan media.
Penilaiannya dibuat berjenjang. Hasil evaluasi Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tingkat kabupaten/kota disupervisi DLH tingkat provinsi. Kemudian, evaluasi DLH provinsi dan Pusdal disupervisi KLH. Keputusan akhir penilaian PROPER akan ditetapkan KLH melalui Surat Keputusan Menteri Lingkungan Hidup.
"Kategori baru (dalam penilaian PROPER) tahun ini adalah (pengelolaan) sampah," kata Rasio. "Kami tekankan ini karena kapasitas Pemda dalam mengelola sampah terbatas, tidak akan sanggup kalau sendirian. Maka itu, kami mendorong perusahaan, terutama kawasan industri, mengelola sampah mereka sebelum (sampah) residunya dikirim ke TPA."