Terbang dari Singapura Bakal Dikutip Retribusi Mulai Oktober 2026, Uangnya untuk Bahan Bakar Berkelanjutan

3 weeks ago 31

Liputan6.com, Jakarta - Singapura akan mulai mengutip retribusi pada setiap penumpang yang terbang dari negara tersebut dengan besaran 1--41,6 dolar Singapura (sekitar Rp12.811 hingga Rp533 ribu). Hasil yang terkumpul dari retribusi tersebut akan digunakan untuk membeli bahan bakar penerbangan berkelanjutan.

Dikutip dari Strait Times, Selasa (11/11/2025), Otoritas Penerbangan Sipil Singapura (CAAS) mengatakan bahwa retribusi itu akan berlaku untuk tiket yang dijual mulai 1 April 2026, untuk penerbangan yang berangkat dari Singapura mulai 1 Oktober 2026.

Penumpang di kelas ekonomi atau ekonomi premium akan membayar antara 1--10,40 dolar Singapura, tergantung tujuan mereka. Sementara, penumpang di kelas bisnis atau kelas utama akan membayar empat kali lebih banyak daripada penumpang di kelas ekonomi berdasarkan norma industri untuk menghitung emisi karbon penumpang di berbagai kelas kabin, yakni antara 4--41,60 dolar Singapura.

Penumpang akan membayar biaya tersebut bersama dengan harga tiket, dan maskapai penerbangan harus mencantumkan jumlah retribusi sebagai pos tersendiri pada tiket yang dijual.

"Pelancong yang terbang lebih jauh akan membayar lebih banyak karena penerbangan yang lebih lama mengonsumsi lebih banyak bahan bakar," kata CAAS pada Senin, 10 November 2025.

CAAS kemudian mengelompokkan destinasi di seluruh dunia ke dalam empat kelompok geografis, dengan jumlah pungutan yang meningkat di setiap kelompok berikutnya, berdasarkan jarak tempuh:

Kelompok 1: Asia Tenggara

Kelompok 2: Asia Timur Laut, Asia Selatan, Australia, dan Papua Nugini

Kelompok 3: Afrika, Asia Tengah dan Barat, Eropa, Timur Tengah, Kepulauan Pasifik, dan Selandia Baru

Kelompok 4: Amerika

Gambaran Perhitungan Retribusi untuk Berbagai Rute Penerbangan

Merujuk pengelompokan tersebut, penumpang kelas ekonomi atau ekonomi premium akan membayar pungutan sebesar 1 dolar Singapura untuk penerbangan ke Bangkok (Kelompok 1), 2,80 dolar Singapura ke Tokyo (Kelompok 2), 6,40 dolar Singapura ke London (Kelompok 3), dan 10,40 dolar Singapura ke New York (Kelompok 4).

Angka tersebut lebih rendah dari perkiraan awal. CAAS memperkirakan pada awal 2024 bahwa penumpang kelas ekonomi akan dikenakan retribusi sebesar 3 dolar Singapura untuk penerbangan jarak pendek, 6 dolar Singapura untuk penerbangan jarak menengah, dan 16 dolar Singapura untuk penerbangan jarak jauh.

"Harga bahan bakar penerbangan berkelanjutan telah menurun," Direktur Jenderal CAAS, Han Kok Juan menjelaskan terkait angka yang lebih rendah dari perkiraan awal.

Sementara, mereka yang terbang di kelas bisnis atau kelas utama akan dikenakan retribusi sebesar 4 dolar Singapura untuk perjalanan ke Bangkok, 11,20 dolar Singapura ke Tokyo, 25,60 dolar Singapura ke London, dan 41,60 dolar Singapura ke New York.

"Untuk penerbangan dengan beberapa transit, pungutan akan didasarkan pada destinasi langsung setelah meninggalkan Singapura," ujar Kepala Keberlanjutan CAAS, Daniel Ng.

Pengecualian Aturan Retribusi untuk Bahan Bakar Ramah Lingkungan

Han menjelaskan penetapan waktu peluncuran retribusi yang berlaku mulai tahun depan itu didasarkan pada masukan dari industri, memberikan waktu bagi maskapai dan penumpang untuk menyesuaikan diri. Retribusi ini tidak akan berlaku bagi penumpang yang transit melalui Singapura. Retribusi ini juga tidak akan dikenakan pada penerbangan pelatihan dan penerbangan untuk tujuan amal atau kemanusiaan, kata CAAS.

"Jika Anda pergi dan membeli tiket hari ini, pungutan tidak akan berlaku, bahkan jika Anda bepergian setelah 1 Oktober 2026," ujarnya.

Target Singapura adalah bahan bakar penerbangan berkelanjutan mencapai 1 persen dari seluruh bahan bakar jet yang digunakan di Bandara Changi dan Seletar pada 2026. "Kami memperkirakan pungutan ini akan tetap pada tingkat ini selama beberapa tahun," ujarnya, seraya menambahkan bahwa peninjauan akan dilakukan "beberapa tahun ke depan".

Targetnya bertambah menjadi 3--5 persen pada 2030, tergantung pada perkembangan global dan ketersediaan bahan bakar jet ramah lingkungan, yang sebagian besar terbuat dari bahan limbah seperti minyak goreng bekas. Cara ini dianggap paling praktis untuk mendekarbonisasi industri penerbangan karena dapat dicampur dengan bahan bakar jet dan digunakan pada pesawat yang ada dan infrastruktur pengisian bahan bakar tanpa modifikasi yang mahal.

Harga Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan Jadi Tantangan Utama

Biaya bahan bakar penerbangan berkelanjutan merupakan salah satu hambatan utama yang membatasi penerapannya secara luas. Harga bahan bakar tersebut sekitar tiga hingga empat kali lipat lebih mahal daripada bahan bakar jet tradisional.

Ng mengatakan volume bahan bakar penerbangan berkelanjutan yang dibeli Singapura akan bergantung pada harga bahan bakar tersebut saat ini. "Kami akan membeli apa yang kami mampu... (menggunakan) pungutan yang kami kumpulkan," tambahnya.

Jumlah pungutan, kata CAAS, dihitung berdasarkan volume bahan bakar yang dibutuhkan untuk memenuhi target 1 persen Singapura pada 2026, dan proyeksi harga bahan bakar tersebut. Han meyakini Singapura akan mampu mengamankan pasokan bahan bakar untuk memenuhi target satu persennya.

Retribusi ini akan dikenakan di atas total biaya sebesar 65,20 dolar Singapura yang sudah dibayarkan penumpang yang berangkat dari Bandara Changi. Biaya ini akan naik secara bertahap mulai April 2027, mencapai 79,20 dolar Singapura pada April 2030 – naik 21 persen.

CAAS dan operator bandara Changi Airport Group menyatakan pada November 2024 bahwa kenaikan biaya ini diperlukan untuk mendanai proyek infrastruktur dan mengimbangi kenaikan biaya di berbagai bidang seperti energi dan tenaga kerja.

Demi Emisi Penerbangan Nol Persen

Operator pesawat akan memungut pungutan ini dan harus mencantumkannya sebagai pos tersendiri dalam kontrak kargo udara. Untuk penerbangan umum dan bisnis, pungutan ini dikenakan per pesawat, yang akan ditentukan oleh lebar sayap pesawat sebagai proksi untuk ukuran pesawat, kata CAAS, dan akan dikelompokkan berdasarkan empat pita geografis yang sama.

Pengumuman tersebut muncul hampir dua minggu setelah mengumumkan pembentukan Singapore Sustainable Aviation Fuel Company (SAFCo), yang akan membeli dan mengelola pasokan bahan bakar penerbangan berkelanjutan untuk pusat udara Singapura. SAFCo akan menggunakan pungutan dari penumpang untuk membeli bahan bakar jet ramah lingkungan, yang akan dicampur dengan bahan bakar penerbangan tradisional dan digunakan untuk mengisi bahan bakar pesawat di bandara Changi dan Seletar.

Berdasarkan cetak biru pusat udara berkelanjutan Singapura, yang diluncurkan pada Februari 2024, Singapura akan bekerja sama dengan industri penerbangan untuk mengurangi emisi penerbangan domestik dari operasi bandara sebesar 20 persen dari tingkat pada 2019 pada 2030, dan mencapai emisi penerbangan domestik dan internasional nol bersih pada 2050.

Read Entire Article
Online Global | Kota Surabaya | Lifestyle |