Survei: Gen Z Lebih Tidak Memusingkan Pandangan Politik Calon Pasangan

Liputan6.com, Jakarta - Generasi Z hidup di masa "politik yang memecah belah." Namun, hal ini ternyata tidak terlalu membebani hubungan asmara mereka.

Mengutip news.com.au, 4 September 2025, Body+Soul, perusahaan kesehatan dan kebugaran Australia, melakukan survei terhadap lebih dari dua ribu orang Australia untuk Sex Census 2025.

Hasilnya menunjukkan "hanya" 14 persen Gen Z mempertimbangkan afiliasi politik calon pasangan. Mayoritas orang generasi itu tetap pragmatis dan lebih fokus pada kualitas hubungan daripada kesamaan politik.

Survei juga menemukan bahwa 20 persen Gen Z menganggap perbedaan politik sebagai halangan dalam hubungan percintaan jangka panjang, sementara 14 persen mengatakan, mereka tidak peduli untuk hubungan jangka pendek. Hal ini menegaskan bahwa toleransi terhadap perbedaan tergantung pada durasi hubungan.

Generasi yang sering disebut sensitif dan manja ini justru lebih menekankan komunikasi, nilai yang sama, dan perilaku pasangan sebagai hal utama dalam menentukan keserasian, menunjukkan pendekatan yang realistis terhadap percintaan.

Beberapa mahasiswa di University of Technology diwawancarai untuk mendapat pandangan mereka terkait apakah Gen Z akan berkencan dengan orang yang memiliki pandangan politik berbeda. Beberapa responden tampak bingung dengan kata "politik" dan menolak berkomentar.

Dua perempuan yang diwawancarai memberi jawaban berbeda, satu mengatakan "Tidak" dan satu lagi "Ya." Namun, keduanya sepakat bahwa pandangan politik calon pasangan "harus ekstrem" agar menjadi penghalang cinta sejati.

Dua pria yang diwawancarai juga santai. Salah satunya berkata, "Tergantung seberapa terlibat mereka secara politik. Itu tidak selalu jadi hal terpenting bagi saya." Teman di sampingnya menambahkan, "Tergantung, apakah mereka suka sama saya?" dan menjawab, "Mungkin, ya," sambil tertawa.

Mayoritas Gen Z bersedia berkencan dengan orang yang memiliki pandangan politik berbeda, asalkan bukan orang yang terlibat dalam hal-hal ekstrem. Mereka menekankan nilai yang sama lebih penting daripada perbedaan politik, dan seluruh responden menunjukkan sikap tenang tanpa bereaksi berlebihan.

Gen Z menekankan nilai dan perilaku pasangan sebagai faktor utama kualitas hubungan. Banyak responden mengatakan, "Beberapa hal bisa dibiarkan dan beberapa hal tidak bisa dinegosiasi." Hal ini menegaskan batasan terhadap pandangan ekstrem dan pentingnya kesesuaian nilai dalam hubungan.

Psikolog Sydney, Carly Dober, menjelaskan, "Saya pikir yang penting adalah perilaku dan seberapa mengakar, serta ekstrem pandangan seseorang. Terkadang, kita bisa menantang asumsi seseorang, dan orang bisa belajar, serta berubah seiring waktu."

Gen Z lebih nyaman membicarakan hal-hal sensitif dibanding generasi sebelumnya. Dober juga membandingkan, "Saya pikir Boomers datang dari masa di mana tidak pantas secara sosial untuk berbicara secara terbuka tentang politik," sehingga Gen Z memiliki keunggulan dalam berkomunikasi terbuka dengan pasangan.

Dober melanjutkan, "Hubungan bisa sehat jika kalian berdua bisa membicarakan pandangan masing-masing dan saling menghormati." Fokus utama dalam hubungan sebaiknya pada perilaku pasangan, bukan pada siapa yang dipilihnya di pemilu.

Ia menekankan bahwa jika seseorang menolak berkencan dengan calon pasangan dengan pandangan politik berbeda, penting untuk memahami alasan mereka. "Saya ingin tahu pandangan apa yang mereka rasa tidak bisa diterima. Bisa saja masuk akal jika mereka tidak ingin berkencan dengan orang sayap kanan yang memiliki pandangan regresif terhadap perempuan, jika mereka seorang perempuan," jelasnya.

Perbedaan dapat diterima selama pasangan saling menghormati. Gen Z menekankan nilai bersama, perilaku yang konsisten, dan komunikasi terbuka sebagai fondasi hubungan, sehingga cinta tetap bisa berjalan realistis dan saling menghormati, meski hidup di era politik yang memecah belah.